POTO GUE

POTO GUE
"Kematian seperti cinta pertama yang mengubah segalanya"

Friday, December 08, 2006

poligami????





08 Desember 2006Prof Dr M Quraish Shihab:
Ibarat Emergency Exit di Pesawat

Sejak lama istilah poligami, jumlah yang tidak sedikit dari perempuan yang
berhak digauli, sudah dikenal dalam kehidupan manusia. Tidak hanya di
kalangan masyarakat Arab Jahiliyah tapi juga negara-negara Eropa seperti di
Jerman, Swiss, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia hingga Inggris. Islam
membolehkan poligami berdasar firman Allah SWT pada Alquran surat Nisa (4)
ayat 3. Namun demikian, bukan berarti ayat itu membuka lebar-lebar pintu
poligami tanpa batas dan syarat, tetapi dalam saat yang sama ia tidak juga
dapat dikatakan menutup pintunya rapat-rapat, sebagaimana dikehendaki
sementara orang.

''Poligami itu bukan anjuran, tetapi salah satu solusi yang diberikan kepada
mereka yang sangat membutuhkan dan memenuhi syarat-syaratnya. Poligami mirip
dengan pintu darurat dalam pesawat terbang yang hanya boleh dibuka dalam
keadaan emergency tertentu,'' tandas Quraish kepada Damanhuri Zuhri
dari Republika di ruang kerjanya Pusat Studi al Quran (PSQ) Ciputat
Tangerang Selasa (5/12). Berikut ini penjelasan lengkap tentang apa dan
bagaimana poligami menurut Islam:

Kapan istilah poligami mulai muncul?
Poligami telah dikenal oleh masyarakat manusia, yaitu hubungan dengan
perempuan yang berhak digauli dengan jumlah lebih dari satu. Dalam
Perjanjian Lama misalnya, disebutkan bahwa Nabi Sulaiman AS memiliki tujuh
ratus 'istri' bangsawan dan tiga ratus gundik. Poligami meluas di samping
dalam masyarakat Arab Jahiliyah juga pada bangsa Ibrani dan Sicilia yang
kemudian melahirkan sebagian besar bangsa Rusia, Lithuania, Polandia, dan
sebagainya.

Bagaimana pandangan Islam tentang poligami?
Islam membolehkan poligami berdasar firman Allah dalam QS an-Nisa' ayat 3
yang artinya: ''Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
perempuan (yatim), maka nikahilah yang kamu senangi dari perempuan-perempuan
(lain): dua-dua, tiga-tiga atau empat-empat. Lalu jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak perempuan yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.''
Ayat ini turun berkaitan dengan sikap sementara pemelihara anak yatim
perempuan yang bermaksud menikahi mereka karena harta mereka tapi enggan
berlaku adil.

Pada ayat tersebut disebutkan adanya syarat berlaku adil, bisa dijelaskan?
Dalam ayat tersebut terdapat kata khiftum yang biasa diartikan takut, yang
juga dapat diartikan mengetahui, menunjukkan bahwa siapa saja yang yakin
atau menduga keras atau bahkan menduga tidak akan berlaku adil terhadap
istri-istrinya yang yatim maupun yang bukan, maka mereka tidak diperkenankan
oleh ayat tersebut untuk berpoligami. Yang diperkenanakan berpoligami
hanyalah yang yakin atau menduga keras dapat berlaku adil. Yang ragu, apakah
bisa berlaku adil atau tidak, seyogyanya tidak berpoligami.

Ada yang menyebutkan ayat tersebut merupakan perintah untuk berpoligami
karena adanya fi'il amr (kata kerja perintah, red)?
Ayat ini tidak menganjurkan apalagi mewajibkan berpoligami, tetapi ia hanya
berbicara tentang bolehnya poligami. Poligami dalam ayat itu merupakan pintu
kecil yang hanya dapat dilalui oleh siapa yang sangat membutuhkan dan dengan
syarat yang tidak ringan. Islam mendambakan kebahagiaan keluarga,
kebahagiaan yang antara lain didukung oleh cinta kepada pasangan. Cinta yang
sebenarnya menuntut agar seseorang tidak mencintai kecuali pasangannya.

Kira-kira apa yang melatarbelakangi seseorang berpoligami?
Bukankah kenyataan menunjukkan bahwa jumlah lelaki lebih sedikit dari jumlah
perempuan?
Bukankah rata-rata usia perempuan lebih panjang dari usia lelaki, sedang
potensi masa subur lelaki lebih lama daripada potensi masa subur perempuan?
Hal ini bukan saja karena mereka mengalami haid, tapi juga karena mereka
mengalami manopouse sedang lelaki tidak mengalami keduanya. Bukankah
peperangan yang hingga kini tidak kunjung dapat dicegah lebih banyak
merenggut nyawa lelaki daripada nyawa perempuan? Maka poligami ketika itu
adalah jalan keluar yang paling tepat. Namun sekali lagi perlu diingat
poligami bukanlah anjuran apalagi kewajiban. Seandainya ia anjuran, pasti
Allah SWT menciptakan perempuan lebih banyak empat kali lipat dari jumlah
laki-laki, karena tidak adanya menganjurkan sesuatu kalau apa yang
dianjurkan tidak tersedia. Ayat ini hanya memberi wadah bagi mereka yang
mengingingkannya, ketika menghadapi kondisi atau kasus tertentu. Poligami
mirip dengan pintu darurat dalam pesawat terbang, yang hanya boleh dibuka
dalam keadaan emergency tertentu.

Bagaimana dengan anggapan berpoligami adalah sunnah Rasul?
Tidak bisa dikatakan bahwa Rasul SAW menikahi lebih dari satu perempuan dan
pernikahan semacam itu hendaknya diteladani. Karena, tidak semua apa yang
dilakukan Rasul SAW perlu diteladani sebagaimana tidak semua yang wajib atau
terlarang bagi beliau, wajib atau terlarang pula bagi umatnya. Bukankah
Rasul SAW antara lain wajib bangun shalat malam dan tidak boleh menerima
zakat? Bukankah tidak batal wudlu beliau bila tertidur? Selanjutnya perlu
dipertanyakan buat mereka yang beranggapan poligami adalah sunah Rasul SAW.
''Apakah benar mereka benar-benar ingin meneladani Rasul SAW dalam
pernikahannya?''

Kalau benar demikian, maka perlu mereka sadari Rasul SAW baru berpoligami
setelah pernikahan pertamanya berlalu sekian lama setelah meninggalnya
Khadijah RA. Kita ketahui Rasul SAW menikah dalam usia 25 tahun, 15 tahun
setelah pernikahan beliau dengan Sayyidah Khadijah RA, beliau diangkat
menjadi Nabi. Istri beliau ini wafat pada tahun ke-10 kenabian Beliau. Ini
berarti beliau bermonogami selama 25 tahun. Lalu setelah tiga atau empat
tahun sesudah wafatnya Khadijah RA, baru beliau menggauli Aisyah RA yakni
pada tahun kedua atau ketiga Hijriyah, sedang beliau wafat dalam tahun ke-11
Hijriyah dalam usia 63 tahun.

Ini berarti beliau berpoligami hanya dalam waktu delapan tahun, jauh lebih
pendek daripada hidup bermonogami beliau, baik dihitung berdasar masa
kenabian lebih-lebih jika dihitung seluruh masa pernikahan beliau. Jika
demikian, maka mengapa bukan masa yang lebih banyak itu yang diteladani?
Mengapa mereka yang bermaksud meneladani Rasul SAW itu tidak meneladaninya
dalam memilih calon-calon istri yang telah mencapai usia senja? Semua istri
Nabi SAW selain Aisyah adalah janda-janda yang berusia di atas 45 tahun? Di
samping itu, mengapa mereka tidak meneladani beliau dalam kesetiaannya yang
demikian besar terhadap istri petamanya, sampai-sampai beliau menyatakan
kecintaan dan kesetiaannya walau di hadapan istri-istri beliau yang lain?

Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di :
http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=274808

&kat_id=105

No comments:

Yahoo Mesengger