POTO GUE

POTO GUE
"Kematian seperti cinta pertama yang mengubah segalanya"

Monday, June 20, 2011

dimensi ruang

….Wa jannatin ardhuhaa ka’ardhi as-samaa’I wa al-ardhi….(QS. Al-Hadid: 21)
….wa jannatin ardhuhaa as-samawaatu wa al-ardhu….(QS Ali Imran: 133)

Dimensi merupakan parameter ruang. Ruang adalah ruang sebagaimana yang terlihat oleh mata. Sehingga sangat sulit bagi kita utk membayangkan dimensi2 pada alam2 yg berbeda dengan logika dimensi yang kita alami saat ini.

Kalau melihat sejarahnya pengertian tentang dimensi ini terus berkembang. Pada abad renaissance di Eropa, muncul seseorang Perancis yg bernama Rene Descartes. Si Descartes ini kemudian membuat sebuah rumusan mengenai ruang yg kita lihat sehari2 yaitu sesuatu yg terparameterisasi dalam 3 bagian dimensi, yaitu: panjang, lebar dan tinggi. Lahirlah kemudian sistem 3-axis koordinat (x,y,z) yang terbukti menjadi alat yg sangat berguna dalam analisis sains dan teknik. Bisa kita bayangkan bagaimana sulitnya melakukan analisis teknik tanpa sistem koordinat. Sistem koordinat ini kemudian disebut sebagai koordinat Cartesian. Ruangnya disebut sebagai ruang Euclid (untuk menghormati Euclid sbg orang pertama yang merumuskan dasar2 geometri ruang).

Einstein kemudian merevisi persepsi ruang Cartesian. Menurut Einstein, ruang terparametrisasi dalam 4 dimensi: x, y, z, t (ditambah dimensi waktu, space-time).
Kemudian Hawking cs merevisinya lagi. Ruang itu terparameterisasi dalam 26-dimensi (menurut teori string), atau 11-dimensi (menurut teori M), atau……..

Weleh, jadi sebenarnya berapa dimensi sih ruang yg kita lihat sehari2 ini?!

Belum jelas. Ilmuwan masih mencoba mencari. Sebelum teori final, atau yg dikenal juga dengan Theory of Everything (TOE) ttg jagat raya berhasil ditentukan, sulit utk memastikan parameter dimensi itu ada berapa. Mungkin yang bisa dikatakan saat ini adalah seperti ini:
Jika kita mengecil dan terus mengecil hingga cukup kecil utk bisa menyelinap diantara quark dan gluon pada inti atom, maka kita bisa memperoleh pengalaman bagaimana rasanya hidup di ruang 11-dimensi yang disebut oleh Hawking. Yang pasti akan sangat berbeda, karena hukum2 fisika yg berlaku di sub-atomik berbeda dng hukum2 fisika sehari2.

Dalam kehidupan sehari2 kita measakan efek gaya gravitasi dng fenomena batu yg jatuh kebawah atau kita bisa berjalan dengan menapak bumi. Demikian juga kita dapat merasakan efek gaya elektromagnetik sepert proses melihat yg dilakukan dng adanya cahaya.
Namun jika kita berukuran sebesar debu, efek gravitasi sudah mulai hilang, kita tidak “jatuh” ke bawah melainkan melayang terbawa angin.
Lalu jika dikecilkan lagi ukurannya, sebesar molekul, gaya elektromagnetik mulai menjadi sangat dominan. Sedikit saja berdekatan atau bersenggolan dng molekul lain akan terjadi tarik-menarik yg dahsyat sehingga molekulnya bisa berubah (sebagaimana prinsip2 dalma reaksi kimia).

Kemudian kalau dikeclkan lagi menjadi sebesar elektron, maka kita mulai merasakan efek2 gelombang, difraksi, interferensi.
Dikecilkan lagi menjasi sebesar quark dan gluon, maka kita bisa masuk menyelinap ke dalam inti atom. Nah, di dalam inti atom ini pengalaman dan persepsi kita terhadap ruang akan menjadi benar2 berbeda. Kita akan bisa melihat dan mengalami bagaimana sih rasanya berada dalam ruang 11-dimensi atau mungkin 26-dimensi itu.

Kesimpulannya:
- Karena kita manusia pada umumnya memiliki persepsi dimensi ruang yg kita alami adalah 3 dimensi.
- Kalau kita mengecil dan terus mengecil, maka persepsi dimensi ruang akan berbeda. Mungkin inilah yg disebut sebagai “terlalu kecil utk dilihat”. Parameter dimensi yg akan kita alami akan berbeda lagi.
- Demikian juga sebaliknya jika membesar dan terus membesar sebesar galaksi bimasakti (misalnya), maka persepsi dimensi ruang juga akan berbeda lagi.

Nah jika Surga itu dikatakan seluas dari langit dan bumi, gimana dengan persepsi dimensi ruangnya? WaLLahu a’lam, yang jelas sangat berbeda dng persepsi dimensi ruang yg kita kenal sehari2.
Apakah sekarang sudah ada/belum? Kalau sudah ada, dimanakah itu? Kalau belum, dulu kemanakah Rasulullah saaw dulu pergi waktu mikraj yg diriwayatkan ada perjalanan utk melihat surga dan neraka?

Walhasil, bisa sangat banyak spekulasi. Dan yang pasti dan kita yakini, Surga dan Neraka (alam akherat) itu pasti adanya. Dan perlu persiapan utk “berangkat” ke “alam” sana.

(mail dari sohib)

Saturday, August 07, 2010

doa untuk anak ku

Dengan asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya


Bismillah – kalimat pemegang penjagaan, ucapan pencari perlindungan

A’udzubillah – aku berlindung pada Allah dari kekejaman manusia kejam, dari rekaperdaya manusia dengki, dari kezaliman manusia lalim

Aku memuji Dia di atas pujian semua yang memuji

Ya Allah, Engkau Yang Esa Tiada Tara, Engkau Raja Tiada Dirajai,
tak terlawan ketentuanMu, tak tertolak kekuasaanMu

Ya Allah tambahkanlah kesejahteraan kepada tauladan kami Nabi Muhammad SAW
Sebagai pengobat dan penawar hatiku;
Penyehat dan penyegar badanku;
Sebagai sinar dan cahaya pandangan mata;
Sebagai penguat dan santapan rohani;
Dan kepada keluarganya dan para sahabatnya berikanlah keberkahan dan keselamatan.

Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku manjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui Dan aku mohon perlindungan untuknya dan keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau dari setan yang terkutuk

Ya Allah semoga Engkau lindungi bayi ini selama ada dalam kandungan ibunya;
Dan semoga Engkau memberikan kepada bayi dan ibunya Allah yang memberi kesehatan;
Tidak ada kesehatan selain kesehatan Allah, kesehatan yang tidak diakhiri dengan penyakit lain.

Ya Allah semoga Engkau ciptakan bayi ini dalam kandungan ibunya dgn rupa yg bagus;
Dan semoga Engkau tanamkan hatinya bayi ini iman kepadaMu ya Allah dan kepada Rosul Mu.

Ya Allah semoga Engkau mengeluarkan bayi ini dari dalam kandungan ibunya pada waktu yg tlah ditetapkan dlm keadaan yg sehat dan selamat.
Ya Allah semoga Engkau jadikan bayi ini sehat, sempurna, berakal cerdas dan mengerti dalam urusan agama.
Ya Allah semoga Engkau memberikan kepada bayi ini umur yang panjang, sehat jasmani dan rohani, bagus budi perangainya, fasih lisannya;
Serta bagus suaranya untuk membaca dan Al Quran;
Dan tinggikanlah derajatnya;
Dan luaskanlah rizkinya;
Dan jadikanlah bagi manusia yg sempuran selamat di dunia dan akhirat.
Dengan berkahnya Nabi besar Muhammad SAW dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.

Ya Allah
Berikan padaku semua itu dengan petunjuk dan rahmat-Mu
Lindungi aku dari api neraka
Anugerahkan pada saudaraku, muslimin dan muslimat
apa yang aku minta dari-Mu bagiku dan anak-anakku
di dunia dan di akhirat
Sungguh, Engkau Maha Dekat
Yang Maha Menjawab doa
Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui
Maha Pengampun, Maha Pemaaf
Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Ya Allah, aku bermohon pada-Mu
dengan permohonan orang yang berat keperluannya
yang ketika kesulitan menyampaikan hajatnya pada-Mu
yang besar kedambaannya untuk meraih
apa yang ada di sisi-Mu

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Ya Allah, aku bermohon kepada-Mu, dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu
dengan kekuasaan-Mu yang dengannya Engkau taklukkan segala sesuatu
dan karenanya merunduk segala sesuatu dan karenanya merendahkan segala sesuatu
dengan kemuliaan-Mu yang mengalahkan segala sesuatu
dengan kekuatan-Mu yang tak tertahankan oleh segala sesuatu
dengan kebesaran-Mu yang memenuhi segala sesuatu
dengan kekuasaan-Mu yang mengatasi segala sesuatu
dengan wajah-Mu yang kekal setelah punah segala sesuatu
dengan asma-Mu yang memenuhi tonggak segala sesutu
dengan ilmu-Mu yang mencakup segala sesuatu
dengan cahaya wajah-Mu yang menyinari segala sesuatu

Aaamin, aamin aamin yaa robbal aalamin.
Kabulkanlah doa kami, kabulkanlaah doa kami, kabulkanlah doa kami, ya Allah Tuhan Semesta Alam......

Saturday, April 25, 2009

Si Al-Qur'an Berjalan Fidhah Hindi pembantu Az-Zahrah a s

Masih ingatkah akan sejarah hidup pembantu putri Rasulullah saww Syayidah. Fathimah Zahra as? Mungkin anda jarang sekali menemukan buku sejarah tentangnya. Ia seorang pembantu, namun bukan sembarang pembantu. Ia menjadi pembantu di rumah wanita termulia dan teragung. Siapakah dia, dan apa kelebihannya sehingga kita layak untuk mengenalnya?
Dialah Fidhah Hindi. Ia berasal dari Negara India. Ia datang ke kota Madinah pada zaman Rasulullah saww masih hidup. Dimana statusnya pada saat itu ialah sebagai budak perempuan. Adapun mengenai sebab kedatangannya ke Madinah terdapat perbedaan pendapat dalam berbagai sumber sejarah. Sebagian mengatakan bahwa Fidhah merupakan putri raja India. Akan tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahui secara jelas mengenai kedatangannya ke Madinah. Karena, pasukan Islam pada saat itu belum pernah memasuki wilayah India. Karena wilayah tersebut baru ditaklukan pada zaman Abdul Malik bin Marwan. [Biharul-Anwar jilid 41 halaman 272 dinukil dari Cesyme dar Bastar halaman 314]
Sementara dalam sumber lain dijelaskan tentang beberapa kemungkinan, di antaranya; Kemungkinan pertama, Raja Najasyi berperang dengan kerajaan India dan akhirnya Fidhah Hindi ditawan, lalu raja Najasyi menghadiahkannya kepada Rasulullah saww. Kemungkinan kedua, Raja Romawi telah memberikan berbagai hadiah kepada Rasulullah, di antaranya ialah menghadiahkan Fidhah Hindi.
Kemungkinan ketiga, karena cahaya Islam telah terpancar dalam hatinya akhirnya ia membiarkan dirinya tertawan agar dapat sampai ke Negara pusatnya Islam…hanya Allahlah yang mengetahui yang sebenarnya. [Riyahanu asy-Syari’ah jilid 2 halaman 320 dinukil dari Cesyme dar Bastar halaman 314] itulah kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan Fidhah Hindi sampai di kota Madinah.
Sempat terbesit dalam hati Fidhah mengharapkan kematian, karena seringnya mendengar berbagai cerita kekejaman para majikan kepada para budak. Fidhah Hindi akan pergi menuju rumah majikan barunya yaitu Syayidah. Fathimah Zahra as. Dalam perjalanan menuju rumah majikannya, Fidhah menangis karena teringat akan kasih sayang, kelembutan, belaian dan pelukan hangat ibunya. Namun akhirnya, ia pun pasrah atas nasib yang telah menimpanya. Fidhah terus larut dalam lamunannya, sampai akhirnya tiba-tiba ia mendengar seseorang memberikan salam kepadanya. Tidak salah mendengarkah saya? Apaka ada orang yang memberikan salam kepada seorang budak. Ternyata ia tidak salah mendengar, kembali ia mendengar sambutan hangat yang telah memberikan salam kepadanya, seraya berkata: “Assalamualaikum, saya adalah Fathimah. Selamat datang di rumah barumu!”.
Kemudian Syayidah. Fatimah Zahra membawa masuk ke dalam rumah dan mempersilahkannya duduk. Setelah itu, lantas beliau menyuguhi ia dengan segala hidangan yang terdapat di dalam rumah. Seusai menyaksikan sambutan hangat majikan barunya, pikiran buruk yang telah terbesit dalam pikiran Fidhah pun hilang dari ingatannya. Ia telah datang di rumah wanita termulia dan penghulu para wanita sebagaimana yang telah dijelaskan dalam berbagai riwayat, yang telah memperlakukan pembantu dengan sebaik-baiknya.
Fidhah Hindi sangat terkesima sewaktu menyaksikan wajah suci dan menarik Fathimah Zahra. Ia kembali larut dalam lamunannya: “Betapa bercahaya perempuan ini. Betapa berkharisma perempuan ini. Walaupun ia calon majikanku, namun ia pun sangat baik dan hangat dalam menyambutku… sepertinya aku telah mengenalnya”. Tiba-tiba Fidhah merasakan tangan majikannya telah memegang tanggannya dengan lembut, seraya berkata: “Janganlah sungkan di rumah barumu! Anggaplah aku sebagai saudarimu! Engkau pasti lelah. Oleh karena itu, istirahatlah dulu untuk beberapa hari. Setelah itu, baru kita bergantian dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Ketika giliran saya yang mengerjakan pekerjaan rumah, engkau harus beristirahat. Dan sebaliknya, ketika giliranmu tiba, engkau yang bekerja dan saya akan beribadah”.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Fidhah melihat seorang majikan yang membagi pekerjaan dengan seorang pembantu secara adil. Memberi makan pembantu sama dengan makanannya sendiri . Setiap malam, ia mendengar munajat doa dan tangisan Fathimah Zahra a, yang sedang bermunajat dengan Tuhannya. Menyaksikan pemandangan seperti itu, lalu ia pun bangun mengambil air wudhu dan beribadah. Di rumah majikannya ia telah mendapatkan berbagai ilmu. Ia telah belajar tentang keutamaan, pengorbanan, kedermawanan dan kemanusiaan dari majikannya, Fathimah Zahra as. Fidhah telah menyaksikan majikannya ketika sedang bekerja dan menumbuk gandum selalu terlantun dari bibir sucinya ayat-ayat suci al-Qur’an. Oleh karenanya, ia telah belajar untuk selalu dekat dan bersama al-Qur’an dari Fathimah Zahra as. Bahkan ia tidak pernah berbicara melainkan dengan ayat-ayat al-Qur’an sampai akhir hayatnya. Ketika ia ingin mengatakan atau menanyakan sesuatu maka akan menggunakan ayat-ayat suci al-Qur’an.
Disebutkan dalam sejarah, pada suatu hari di padangan pasir Hijaz seorang laki-laki tertinggal dari rombongannya dan ia telah bertemu dengan Fidhah Hindi.
- Laki-laki tersebut bertanya kepadanya: “Siapakah anda?”.
- Fidhah Hindi menjawab: “Wa qul salaamun fa saufa ya’lamun”; “Dan katakanlah: “Salam kelak mereka akan mengetahui”. [Az-Zuhruf: 89]
- Dari ayat itu, laki-laki telah memahami bahwa ia harus mengucapkan salam terlebih dahulu. Oleh Karena itu, ia mengucapkan salam kepada Fidhah Hindi. Lalu ia bertanya kembali: “Apa yang anda lakukan di tempat ini sendirian? Apakah anda tersesat?”.
- Fidhah Hindi menjawab: “Man yahdillahu fa ma lahu min mudhilin”; “Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka tidak seorangpun yang dapat menyesatkannya”. [az-Zumar:37]
- Laki-laki bertanya; “Apakah anda jin atau manusia?”
- Fidhah Hindi menjawab: “Ya bani Adam khuzduu zinatakum”; “ Hai anak Adam, pakailah pakainmu yang indah”. [al-A’raf: 31] Maksudnya, ia adalah manusia.
- Laki-laki bertanya; “Anda berasal dari mana?”.
- Fidhah Hindi menjawab: “Yunaduuna min makanin b’aiidin”; “mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh“. [Fushilat:44] Maksudnya, ia berasal dari tempat jauh.
- Laki-laki bertanya: “Anda mau pergi kemana?”.
- Fidhah Hindi menjawab: “Walillahi ‘alannasi hijjul baeti”; “ Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”. [Ali-Imron: 97] Maksudnya, ia hendak pergi ke kota suci Mekkah.
- Laki-laki bertanya: “Sudah berapa lama anda di perjalanan?”.
- Fidhah Hindi menjawab: “Wa laqad kholaqna as-samawaati walardhi fi sitati ayyaami “; “Dan Sesungguhnya Telah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa”. [Qaaf: 38] Maksudnya, telah 6 hari lamanya ia berada dalam perjalanan.
- Laki-laki bertanya: “Apakah anda sudah makan?”.
Fidhah Hindi menjawab: “Wa ma ja’alna hum jasadan la ya’kuluun at-tha’ami”; “Dan tidaklah kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan”. [al-Anbiyaa: 8] Maksudnya, ialah belum makan.
- Lalu laki-laki tersebut memberi makan kepadanya, seraya bertanya: “Kenapa anda tidak berjalan cepat sehingga tidak tertinggal?”.
- Fidhah Hindi menjawab: “La yukalifullahu nafsan illa wus’ahaa”; “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. [al-Baqarah: 286] Maksudnya, ia tidak mampu berjalan dengan cepat karena usianya yang telah lanjut.
- Lalu laki-laki bertanya: “Apakah anda berkenan menaiki tungganganku -unta-?”.
- Fidhah Hindi menjawab: “Lau kaan fiihima aalihatun illallah lafasadata”; “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa”. [al-Anbiya: 22] Maksudnya, tidak mungkin menunggangi tunggangan (onta) secara bersamaan.
- Lalu laki-laki turun dari tunggangannya dan mempersilahkan Fidhah menaikinya, lalu bergerak untuk melanjutkan perjalanannya.
- Setelah menaiki tunggangan, lantas Fidhah berkata: “Subhana alladzi sakhkhaara lanaa hadza”; “Maha Suci Tuhan yang Telah menundukkan semua Ini bagi kami”. [az-Zuhruf: 13] Maksudnya, ia memohon kepada laki-laki tersebut untuk menghantarkan ke rombongannya.
- Lalu laki-laki mengantarkan Fidhah sampai bertemu dengan rombongannya, dan bertanya kepadanya; “Apakah di antara rombongan ini ada yang anda kenal?”.
- Fidhah Hindi menjawab: “Ya Daud innaa ja’alnaaka khalifatan filardhi”; “Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi”. [Shaad: 26] “Wa ma Muhamadun illa rasulun”; “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul”. [Ali Imron: 144]
“Ya Yahya khudi alkitaba”; “Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat)…”. [Maryam:12] ”Ya Musa innii anaa Rabbuka …”; “Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: “Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu”. [Thaha: 11-12]
- Laki-laki pun memahami maksud Fidhah bahwa nama-nama yang telah disebutkannya (Daud, Muhamad, Musa dan Yahya) ialah orang-orang yang dikenalnya. Lantas laki-laki memanggil keempat orang tersebut. Tidak lama datanglah empat orang laki-laki muda. Laki-laki itu kembali menengok ke arah Fidhah seraya bertanya: “Apakah hubungan mereka denganmu?”.
- Fidhah Hindi menjawab: “Almaalu wa albanuunu zinatul hayaati dunya”; “Harta dan anak-anak merupakan perhiasan dunia”. [Kahfi: 46] Maksudnya, keempat anak muda tersebut ialah anak-anaknya.
- Ketika anak-anak Fidhah menghampirinya, lantas ia berkata kepada mereka: “Ya abati ista’jirhu inna khaira man ista’jarta alqawiyu alamiinu” “Wahai ayahku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya”. [Qashas: 26] Maksudnya, karena laki-laki tersebut telah susah payah dalam menghantarkannya ke rombongan, sebagai gantinya ia harus diberi upah. Lantas para anaknya memberikan upah kepada laki-laki tersebut.
- Namun Fidhah kembali berkata; “Wallahu yudhaifu liman yasya’u”; “Dan Allah akan melipat gandakan (diberi lebih) bagi yang dikehendakinya”. [al-Baqarah; 263] Para anak Fidhah memahami maksud ibunya, yaitu agar memberikan uang lebih dari bayaran yang seharusnya. Lantas mereka pun melipat gandakan bayaran laki-laki tadi.
Sewaktu laki-laki menyaksikan Fidhah sangat menguasai al-Qur’an, dengan penuh rasa takjub ia bertanya: “Siapakah sebenarnya perempuan ini?”. Mereka menjawab: “Dia adalah ibu kami Fidhah, mantan pembantu Fathimah Zahra as. Dua puluh (20) tahun lamanya tidak pernah berbicara melainkan dengan al-Qur’an. [Biharul-Anwar jilid 43 halaman 46 dinukil dari Cesyme dar Bastar halaman 310-312] Laki-laki tadi masih tertegun setelah menyaksikan kelihaian Fidhah dalam menguasai al-Qur’an. Dalam hati ia bertanya: “Sebenarnya bagaimana Fathimah Zahra as memperlakukan pembantunya, sehingga pembantunya menjadi seperti ini? Andaikan aku memiliki anak seperti ini”.
[ED, sumber buku Cesyme dar Bastar; analisa tentang berbagai sisi kehidupan Fathimah Zahra as, karya Pur Sayyid Oghoi]

Tuesday, April 21, 2009

Konspirasi Anti-Syiah dan Upaya Adu Domba CIA

Konspirasi Anti-Syiah dan Upaya Adu Domba CIA

Sebuah buku berjudul "A Plan to Divide and Destroy the Theology" telah terbit di AS. Buku ini berisi wawancara detail dengan Dr. Michael Brant, mantan tangan kanan direktur CIA.

Dalam wawancara ini diungkapkan hal-hal yang sangat mengejutkan. Dikatakan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta US dolar untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah. Dr. Michael Brant sendiri telah lama bertugas di bagian tersebut, akan tetapi ia kemudian dipecat dengan tuduhan korupsi dan penyelewengan jabatan.

Tampaknya dalam rangka balas dendam, ia membongkar rencana-rencana rahasia CIA ini. Brant berkata bahwa sejak beberapa abad silam dunia Islam berada di bawah kekuasaan negara-negara Barat. Meskipun kemudian sebagian besar negara-negara Islam ini sudah merdeka, akan tetapi negara-negara Barat tetap menguasai kebebasan, politik, pendidikan, dan budaya mereka, terutama sistem politik dan ekonomi mereka. Oleh sebab itu, meski telah merdeka dari penjajahan fisik, mereka masih banyak terikat kepada Barat.

Pada tahun 1979, kemenangan Revolusi Islam telah menggagalkan politik-politik kami. Pada mulanya Revolusi Islam ini dianggap hanya sebagai reaksi wajar dari politik-politik Syah Iran. Dan setelah Syah tersingkir, kami (AS) akan menempatkan lagi orang-orang kami di dalam pemerintahan Iran yang baru, sehingga kami akan dapat melanjutkan politik-politik kami di Iran.

Setelah kegagalan besar AS dalam dua tahun pertama (dikuasainya Kedubes AS di Teheran dan hancurnya pesawat-pesawat tempur AS di Tabas) dan setelah semakin meningkatnya kebangkitan Islam dan kebencian terhadap Barat, juga setelah munculnya pengaruh-pengaruh Revolusi Islam Iran di kalangan Syiah di berbagai negara--terutama Libanon, Irak, Kuwait, Bahrain, dan Pakistan--akhirnya para pejabat tinggi CIA menggelar pertemuan besar yang disertai pula oleh wakil-wakil dari Badan Intelijen Inggris. Inggris dikenal telah memiliki pengalaman luas dalam berurusan dengan negara-negara ini.

Dalam pertemuan tersebut, kami sampai pada beberapa kesimpulan, di antaranya bahwa Revolusi Islam Iran bukan sekadar reaksi alami dari politik Syah Iran. Tetapi, terdapat berbagai faktor dan hakikat lain, di mana faktor terkuatnya adalah adanya kepemimpinan politik Marjaiyah dan syahidnya Husein, cucu Rasulullah, 1400 tahun lalu, yang hingga kini masih tetap diperingati oleh kaum Syiah melalui upacara-upacara kesedihan secara luas. Sesungguhnya dua faktor ini yang membuat Syiah lebih aktif dibanding Muslimin lainnya.

Dalam pertemuan CIA itu, telah diputuskan bahwa sebuah lembaga independen akan didirikan untuk mempelajari Islam Syiah secara khusus dan menyusun strategi dalam menghadapi Syiah. Bujet awal sebesar 40 juta US dolar juga telah disediakan. Untuk penyempurnaan proyek ini, ada tiga tahap program:

1. Pengumpulan informasi tentang Syiah, markas-markas dan jumlah lengkap pengikutnya.
2. Program-program jangka pendek: propaganda anti-Syiah, mencetuskan permusuhan dan bentrokan besar antara Syiah dan Sunni dalam rangka membenturkan Syiah dengan Sunni yang merupakan mayoritas Muslim, lalu menarik mereka (kaum Syiah) kepada AS.
3. Program-program jangka panjang: demi merealisasikan tahap pertama, CIA telah mengutus para peneliti ke seluruh dunia, di mana enam orang dari mereka telah diutus ke Pakistan, untuk mengadakan penelitian tentang upacara kesedihan bulan Muharram. Para peneliti CIA ini harus mendapatkan jawaban bagi soal-soal berikut:
a. Di kawasan dunia manakah kaum Syiah tinggal, dan berapa jumlah mereka?
b. Bagaimanakah status sosial-ekonomi kaum Syiah, dan apa perbedaan-perbedaan di antara mereka?
c. Bagaimanakah cara untuk menciptakan pertentangan internal di kalangan Syiah?
d. Bagaimanakah cara memperbesar perpecahan antara Syiah dan Sunni?
e. Mengapa mereka kuatir terhadap Syiah?

Dr. Michael Brant berkata bahwa setelah melalui berbagai polling tahap pertama dan setelah terkumpulnya informasi tentang pengikut Syiah di berbagai negara, didapat poin-poin yang disepakati, sebagai berikut:

Para Marja Syiah adalah sumber utama kekuatan mazhab ini, yang di setiap zaman selalu melindungi mazhab Syiah dan menjaga sendi-sendinya. Dalam sejarah panjang Syiah, kaum ulama (para Marja) tidak pernah menyatakan baiat (kesetiaan) kepada penguasa yang tidak Islami. Akibat fatwa Ayatullah Syirazi, Marja Syiah saat itu, Inggris tidak mampu bertahan di Iran.

Di Irak yang merupakan pusat terbesar ilmu-ilmu Syiah, Saddam dengan segala kekuatan dan segenap usaha tidak mampu membasmi Syiah. Pada akhirnya, ia terpaksa mengakhiri usahanya itu.

Ketika semua pusat ilmu lain di dunia selalu mengambil langkah beriringan dengan para penguasa, Hauzah Ilmiyah Qom justru menggulung singgasana kerajaan tirani Syah.

Di Libanon, Ayatullah Musa Shadr memaksa pasukan militer Inggris, Perancis, dan Israel melarikan diri. Keberadaan Israel juga terancam oleh sang Ayatullah dalam bentuk Hizbullah.

Setelah semua penelitian ini, kami sampai pada kesimpulan bahwa berbenturan langsung dengan Syiah akan banyak menimbulkan kerugian, dan kemungkinan menang atas mereka sangat kecil.

Oleh sebab itu, kami mesti bekerja di balik layar. Sebagai ganti slogan lama Inggris: Pecah-belah dan Kuasai (Divide and Rule), kami memiliki slogan baru: Pecah-belah dan Musnahkan (Divide and Annihilate).

Rencana mereka sebagai berikut:

1. Mendorong kelompok-kelompok yang membenci Syiah untuk melancarkan aksi-aksi anti-Syiah.
2. Memanfaatkan propaganda negatif terhadap Syiah, untuk mengisolasi mereka dari masyarakat Muslim lainnya.
3. Mencetak buku-buku yang menghasut Syiah.
4. Ketika kuantitas kelompok anti-Syiah meningkat, gunakan mereka sebagai senjata melawan Syiah (contohnya: Taliban di Afghanistan dan Sipah-e Sahabah di Pakistan).
5. Menyebarkan propaganda palsu tentang para Marja dan ulama Syiah.

Orang-orang Syiah selalu berkumpul untuk memperingati tragedi Karbala. Dalam peringatan itu, seorang akan berceramah dan menguraikan sejarah tragedi Karbala, dan hadirin pun mendengarkannya. Lalu mereka akan memukul dada dan melakukan upacara kesedihan (azadari). Penceramah dan para pendengar ini sangat penting bagi kita. Karena, azadari-azadari seperti inilah yang selalu menciptakan semangat menggelora kaum Syiah dan mendorong mereka untuk selalu siap memerangi kebatilan demi menegakkan kebenaran. Untuk itu:

1. Kita harus mendapatkan orang-orang Syiah yang materialistis dan memiliki akidah lemah, tetapi memiliki kemasyhuran dan kata-kata yang berpengaruh. Karena, melalui orang-orang inilah kita bisa menyusup ke dalam upacara-upacara azadari.
2. Mencetak atau menguasai para penceramah yang tidak begitu banyak mengetahui akidah Syiah.
3. Mencari sejumlah orang Syiah yang butuh duit, lalu memanfaatkan mereka untuk kampanye anti-Syiah. Sehingga, melalui tulisan-tulisan, mereka akan melemahkan fondasi-fondasi Syiah dan melemparkan kesalahan kepada para Marja dan ulama Syiah.
4. Memunculkan praktik-praktik azadari yang tidak sesuai dan bertentangan dengan ajaran Syiah yang sebenarnya.
5. Tampilkan praktik azadari (seburuk mungkin), sehingga muncul kesan bahwa orang-orang Syiah ini adalah sekelompok orang dungu, penuh khurafat, yang di bulan Muharram melakukan hal-hal yang mengganggu orang lain.
6. Untuk menyukseskan semua rencana itu harus disediakan dana besar, termasuk mencetak penceramah-penceram ah yang dapat menistakan praktik azadari. Sehingga, mazhab Syiah yang berbasis logika itu dapat ditampilkan sebagai sesuatu yang tidak logis dan palsu. Hal ini akan memunculkan kesulitan dan perpecahan di antara mereka.
7. Jika sudah demikian, tinggal kita kerahkan sedikit kekuatan untuk membasmi mereka secara tuntas.
8. Kucurkan dana besar untuk mempropagandakan informasi palsu.
9. Berbagai topik anti-Marjaiyah harus disusun, lalu diserahkan kepada para penulis bayaran untuk disebarkan kepada masyarakat luas. Marjaiyah, yang merupakan pusat kekuatan Syiah, harus dimusnahkan.
Akibatnya, para pengikut Syiah akan bertebaran tanpa arah, sehingga mudah untuk menghancurkan mereka

Monday, April 06, 2009

Puisi, Sufi, dan Revolusi

Puisi, Sufi, dan Revolusi
Perihal Sajak-sajak Ayatullah Khomeini

Asarpin
Peminat sastra Persia

Kebanyakan orang cuma mengenal Ayatullah Khomeini sebagai Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, sebagaimana orang Indonesia mengenal nama Bung Kano. Namun bila orang mencoba menyusuri karya-karya tulisnya, Khomeini ternyata telah menghasilkan puluhan buku yang sebagian besar bicara soal ‘irfan.

Berdasarkan beberapa catatan biografinya dari beberapa buku yang pernah saya baca, tidak kurang dari dua puluh buah yang dikarangnya. Baik buku-buku yang secara khusus ditulisnya dan disiapkan untuk diterbitkan tentang suatu topik tertentu ataupun berupa kumpulan pidato, kuliah-kuliah, dan wawancara-wawancaranya yang dikumpulkan oleh para murid dan sahabatnya yang berbicara dalam spektrum yang luas, seperti soal-soal kalam, tasawuf, puisi, politik, fiqh dan ushul fiqh. "Hampir semua karya Imam Khomeini dilandaskan pada penguasaan mendalam atas al-hikmah (filsafat) dan ‘Irfân (tasawuf)", tulis Hamid Algar dalam pengantar buku Menuju Mata Air Sumber Kecemerlangan (1991).

Sebuah buku yang ditulis Khomeini di awal-awal karirnya sebagai penulis, Sirr Al-Shalâh-yang diterjemahkan dalam bahasa Arab sebagai Syarh Du'a A-Sahar terbit berkat jasa al-Sayyid Ahmad al-Fihri-ternyata mengandung tafsir sufistik yang dalam. Buku ini kemudian terbit di Beirut pada 1980, yang merupakan komentar atas doa-doa fajar-komentar yang ditulisnya ketika baru berusia 27 tahun. Buku ini juga mengulas doa-doa Syi'ah yang populer. Sebuah karya yang merupakan komentar rinci dalam bahasa Arab terhadap doa sebelum fajar selama Ramadan dari karya Imam Ja'far al-Shadiq, Imam kelima dalam Syi'ah Imamah.

Dalam karya ini, dimensi simbolis dan makna batin seluruh bagian shalat, dari wudhu sampai salam yang menutupnya, diungkapkan dalam bahasa yang kaya, kompleks dan lancar, yang banyak dipinjam dari konsep-konsep dan terminologi Ibn ‘Arabi. Selain mewarisi ajaran esoteris dari gurunya secara langsung, Khomeini banyak membaca dan menyerap ajaran sufistik Ibn ‘Arabi, ajaran filsafat Ibn Sina, Suhrawardi al Maqtul dan Mulla Shadra.

Sejak muda Khomeini telah menguasai sejumlah literatur Ibn ‘Arabi, terutama yang didasarkan atas beberapa pola filsafat. Karena itu, ia menjadi pembela Ibn ‘Arabi yang gigih pada zamannya di Iran, dimana kebanyakan ulama menganggap ajaran tasawuf Ibn ‘Arabi terpengaruh dari luar Islam.

Tak pernah terbayang bahwa Ayatullah Khomeini mengagumi Ibn ‘Arabi. Sebagaimana dicatat oleh Sayyid Fihri, penerjemah dan penyunting Sirr Al-Shalâh ke Bahasa Arab, buku Imam Khomeini tersebut ditujukan untuk kalangan terkemuka dari elit spiritual (akhash-i khawash).

Ada lagi karya Khomeini berjudul Mishbâh Al-Hidâyah fi Al-Khilâfah wa Al-Wilâyah, yang banyak mengungkapkan persoalan ‘irfan beserta beberapa ajaran para arif, seperti Ibn ‘Arabi dan Mulla Shadra. Suatu kali saya minta kepada salah seorang teman yang alumni Qum untuk menerjemahkan karya ini, dan ternyata buku ini menunjukkan fenomena Khomeini yang luar biasa dalam filsafat dan ‘irfan.

Salah satu buku Khomeini yang juga diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah Menuju Mata Air Sumber Kecemerlangan. Buku ini di susun oleh Hamid Algar. Karya ini merupakan terjemahan dan suntingan Hamid Algar dari buku Islam and Revolution: Writing, Speech, and lecture of Ayatullah Ruhullah Musawi Khomeini (Berkeley, 1981). Pada bagian pertama memuat tulisan Wooddswoorth Calsen, seorang orientalis yang begitu kagum pada Khomeini, dan Hamid Algar, seorang islamis yang banyak memperkenalkan buah pikiran Khomeini di Barat.

Karya Al Arbaûna Hadîtsan diterjemahkan menjadi 40 Hadits Sufistik, yang aslinya terbit pertama kali dalam bahasa Persia dengan judul Chilil Hadits. Ditulis ketika usia Khomeini 37 tahun, yang isinya membahas empat puluh hadits yang berkenaan dengan masalah-masalah akhlak dan mistik, seperti tentang jihâd al-nafs, cinta dunia, hawa nafsu dan harapan, fitrah, tafakur, rasa takut, tobat, sabar, zikir kepada Allah, syukur dan pertemuan (liqa) dengan Allah.

Dalam bahasa Indonesia lagi, ada karya berjudul Cahaya Sufi: Jawaban Imam Khomeini terhadap 40 Soal Akhlak dan ‘Irfan. Buku ini sayangnya tidak mencantumkan sumber aslinya. Di lihat dari gaya bahasanya, buku ini nampaknya berupa kumpulan pidato dan nasehat-nasehat spiritual Khomeini. Penyusunnya membuat empat puluh pertanyaan seputar ‘irfan dan menarik jawaban pertanyaan tersebut dari berbagai tulisan dan ucapan Khomeini. Lalu ada buku Rahasia Basmalah dan Hamdalah, berupa kumpulan ceramah Khomeini di televisi tentang surat al-fâtihah.

Dalam buku itu, Khomeini banyak membicarakan tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan semua makhluk, tentang wujud Allah dan hubungan-Nya dengan non-wujud. Uraian tentang dimensi ketuhanan yang pelik dengan lancar disampaikan dalam bentuk ceramah.

Buku tipis tapi mendalam, adalah Mikraj Ruhani: karya yang membicarakan persoalan Tuhan sebagai kemulian rubûbiyyah (menyatakan dan mengimani Tuhan dalam segala hal) dan kehinaan ‘ubûdiyyah (menjadi hamba Tuhan yang sejati). Apabila sikap keduniawian dan sikap egoistis dalam ‘ubûdiyyah akan ditemukan dirinya dalam naungan rubûbiyyah, dengan demikian ia telah sampai pada tingkatan dimana Allah akan menjadi pendengarannya, pandangannya, tangannya dan kakinya. Selanjutnya, semua perilakunya sebagai perilaku ilahiah, pandangannya menjadi pandangan ilahiah, sehingga ia akan memandang dengan pandangan yang benar (haq). Karena itu, bagi para pesuluk agar sampai kepada yang Mutlak, ia harus berupaya keras menyematkan sifat kehinaan-diri sehingga sifat kehinaan penghamban (dzalil al-ubudiyah) dan kemulian keimanan dalam segala hal (Izz rubûbiyyah).

Jalan mikaj Imam Khomeini ditempuh melalui sejumlah permenungan (muraqabah) yang lazim juga disebut penghayatan batin dengan cara semadi atau meditasi. Proses ini ditempuh dengan diam, hening, cermat dan intens. Dari proses ini Khomeini banyak menghadirkan ekspresi cinta platonik, api cinta yang menyala dalam perasaan gandrung akan Kekasih.

Dengan semadi dalam sunyi diri, kesadarannya mampu mengelak dari kesadaran yang retak karena ada yang membimbingnya untuk menuju sang Kekasih. Dalam situasi semacam ini, sudah banyak contoh pengalaman kaum sufi yang merasa lebur, luluh, dan merasa dirinya lenyap atau tiada. Lalu dengan jalan 'muraqabah' ini, mereka mencari dan menemukan kembali ke-dirian-sendiri. Inilah yang sering disebut dalam banyak literatur tasawuf sebagai "jalan kelepasan diri", yang mirip dengan yang ditempuh Sang Budha dalam ajaran nirwana atau parinirwana.

Kelepasan atau pelepasan diri berhubungan erat dengan laku moral dan laku spiritual. Peniadaan-diri (fana) kaum sufi merupakan langkah untuk melihat Tuhan (liqa' Allah). Bukan sebuah kebetulan bahwa salah satu buku karya Khomeini berjudul Liqa' Allah, yang merupakan esai pendek berjumlah tujuh halaman dalam bahasa Persia dengan renungan mistis-filosofis tingkat tinggi.

Ada lagi buku Khomeini berjudul Jihad Akbar, buku tipis yang mengungkapkan tafsiran sufi atas hadis nabi tentang berjuang melawan hawa nafsu dan dimensi akhlak. Terakhr yang saya ketahui, buku Wasiat Sufi Ayatullah Imam Khomeini Yang Tak Banyak Diketahui, yang mungkin berasal dari karya Diwan Khomeini yang sempat hilang di tangan rezim Savak. Buku, selain khusus memuat kumpulan puisi yang pernah ditulis Khomeini, juga pengantar tentang dimensi 'irfan yang disusun dan diterjemahkan Yamani (nama pena Haidar Baqir).

II


Imam Khomeini banyak menulis kitab tafsir dengan gaya tafsir sufi atau tafsir isyari (tafsir simbolis), yang merupakan tafsir yang mengandalkan kekuatan mata batin. Para sufi lebih dekat dengan pemahaman para penyair yang menekankan metafora dan kekuatan intuisi batin dalam memahami ayat-ayat Tuhan. Sebagian ulama menganggap tafsir sufi bukan merupakan tafsir, melainkan takwil.

Namun menurut Jalaluddin Rakhmat dalam kitab Tafsir Sufi, berhenti sebatas pada tafsir dalam memahami ayat-ayat Allah betapa sangat dangkalnya. Karena itu dibutuhkan tawil, karena tawil akan menyingkap makna batin Quran yang sama sekali tidak mengabaikan makna lahiriah (syariat). Namun membatasi Quran hanya sebatas makna lahiriah saja, akan mendangkalkan samudera ilahiah yang dalamnya dan luasnya tidak terhingga.

Pandangan Khomeini tentang Tuhan banyak dipengaruhi oleh penghayatannya atas 'irfan. Ia percaya bahwa tiap-tiap manusia terdapat sifat-sifat dan keadaan-keadaan yang begitu turun dari alam nonmaterial yang gaib, begitu ia mencapai alam jasadi yang merupakan alam diferensiasi, atau bahkan alam diferensiasi di dalam diferensiasi, menemukan suatu bentuk yang berbeda dengan bentuk rupa-rupa imaterial yang gaib dalam efek-efek dan sifat-sifatnya. Di sini Khomeini dekat dengan kaum Platonis yang menganggap bahwa wujud material sebagai manifestasi dari ruh-ruh gaib, dan sebagai refleksi dari realitas-realitas samawi dan analogi-analogi gagasan khas Platonis.

Para penganut cinta Platonis berpendapat: pola-pola dasar esensial berada dengan sendirinya sebagai substansi yang mandiri. Pola dasar dari sifat dan keadaan semacam itu memiliki bentuk ideal yang bebas dari segala kekurangan di alam-alam imaterial yang gaib. Dalam ajaran para arif Persa, ghazal (sajak) lebih sering lahir dari kecintaan ('isyq) yang meluap-luap kepada Sang Khaliq, semacam cinta platonik dalam filsafat. Di Turki, puisi-puisi seperti ini disebut kesusastraan 'asyiq (pencinta). Dalam kesusastraan sufi-Arab, cinta platonik seperti ini disebut sebagai cinta 'udzri.

Dikisahkan bahwa pada suatu masa, ada 30 anak muda yang berada di tepi kematian akibat cinta platonik yang tak terpuaskan. Melakukan perzinaan yang dikutuk tak terpikirkan oleh mereka karena dipercayai Islam telah memurnikan jiwa-jiwa mereka. Jadilah ia perlambang ketulusan cinta kepada Sang Ma'syuq (Pencinta) atau Tuhan. Kemudian dari sini lahir puisi-puisi yang bermuatan cinta 'udzri, yang menonjol pada sosok Rabi'ah al-'Adawiyah dan 'Aisyah, putra Imam Ja'far al-Shadiq. Nama terakhir ini barangkali ada hubungannya dengan kenyataan bahwa ungkapan-ungkapan cinta seperti ini banyak datang dari kakeknya, 'Ali bin Abi Thalib, sahabat Nabi Muhammad SAW yang dipercaya sebagai guru banyak sufi awal. Pada penyair sufi laki-laki hal ini termanifestasikan dalam prosa dan puisi Ibn 'Arabi, Rumi, Hafiz, Sa'di, Shabistari, Sana'i, Jami', dan banyak lagi. Saya petikkan salah satu sajak alegori mistik Faridduddin al-'Ath-thar:

Termangsa cahaya kehadiran Simurgh
Ku sadar jadinya
Tak lagi tahu apakah aku
Kau atau Kau aku
Ku t'lah sirna ke dalam-Mu
Maka pupus jugalah kebergandaan....

Jika dirujuk ke alam imaterial atau bidang ilahiah, maka berbeda dengan istilah-istilah yang ada di dunia ini. Misalnya, kalau tajalliyat, kemurahan hati (rahmâniyyat) dan rahmat (rahîmiyyat), yang juga disebut tajaliyyat keindahan (Jamal), kelembutan (luthf), cinta (hubb) dan keakraban (uns). Semua itu pada gilirannya termanifestasi di dunia ini, maka semuanya ini akan berbentuk cinta, rahmat dan kelembuatan yang disertai kasih sayang (infi'al), dan ini disebabkan oleh sifat sangat sempit dunia ini.

Begitu pula tajalliyat pemaksaan Allah (qahriyyah) dan Penguasa (malikiyyah), yang merupakan bagian dari tajaliyyat Kebesaran (jalal), terjewantah di dunia ini dalam bentuk kebencian (bughdah) dan kemarahan (ghadhab). Dengan ini maka segi batin cinta, kebencian dan kemarahan, merupakan rasa kasihan dan Mahakuasa-Nya, dan tajalliyat keindahan dan Kebesaran, yang ada dengan sendirinya, dan yang di dalamnya tidak terjadi perubahan, kasih-sayang dan multiplistis.

Dengan demikian cinta dan antipati yang ada di dunia ini merupakan perwujudan Rasa Kasihan dan Kemahakuasaan Allah, dan karena suatu perwujudan (mazhhar) bergantung pada apa yang diwujudkan (zahîr), dan karena zahir terlihat dalam mazhhar, maka tidaklah tepat untuk menerapkan istilah-istilah yang sama pada keduanya. Kautsar Azhari Noor dalam uraiannya tentang Ibn ‘Arabi pernah menegaskan: ketidaksudian Tuhan terhadap suatu makhluk merupakan manifestasi Kemahakuasaannya dan Maha Membalas, sedangkan cinta-Nya merupakan manifestasi Rasa Kasihan dan Murah Hati. Kemudian dia dengan jelas melihat wujudnya sendiri, dan juga wujud segala yang ada, sebagai bayang-bayang Wujud ilahiah.

Karena menurut dalil metafisika, tidak ada tabir antara Allah dan makhluk pertama, yang merupakan nonmateri dan bebas dari segala bentuk materi dan kelengkapan. Bahkan menurut dalil-dalil metafisika, tidak ada tabir bagi wujud-wujud nonmaterial pada umumnya maka hati yang dalam sifatnya yang ekspansif dan meliputi diangkat ke alam wujud nonmaterial. Bahkan, ia berjalan di atas kepala-kepala wujud-wujud itu, dan tidak ada tabir bagi dirinya.

Dalam buku Rahasia Basmalah dan Hamdalah, Khomeini membicarakan hubungan manusia, alam, dan Tuhan. Untuk memahami tafsir Khomeini soal yang agak metafisis ini, Jalaluddin Rakhmat mencoba memberikan syarah atas apa yang disebut Khomeini tentang nama-nama. Karena kecintaannya, seorang hamba "menaikkan" dirinya dengan menyerap nama-namanya. Asma atau nama kata Imam Khomeini adalah, sinonim dengan tanda (ayat). Nama diberikan kepada orang dan benda untuk memberikan tanda pada mereka sehingga dengan tanda tersebut mereka dapat dikenal dan dibedakan satu dengan yang lainnya.

Baginya, Tuhan dapat dilihat dari dua segi: dari segi zat-Nya dan dari segi hubungannya dengan makhluk-Nya. Tuhan dalam pertama, tidak dapat kita pahami. Tuhan berada "jauh" dari kita. Tuhan bersifat transenden. Kepada Tuhan yang ini, kita harus melakukan tanzih (membersihkan Tuhan dari segala kesamaan dengan makhluk). Dia berbeda dari apa pun selain Dia. Dia adalah Theos Agnostos (Tuhan yang tidak diketahui). Dalam hubungannya dengan makhluk, Tuhan dapat kita pahami. Dia mempunyai sifat-sifat yang ‘sama" dengan makhluk-Nya. Kepada Tuhan yang ini kita dapat melakukan tasybih (menyamakan). Tuhan inilah yang menampakkan dirinya dalam Adam dan seluruh penciptaan. Inilah Theos Revelatus. Dan inilah Tuhan dalam pandangan para sufi.

Seluruh dramaturgi ilahi, semua kosmogoni abadi, lahir dari kerinduan Allah untuk ber-tajalli, bermanifestasi. Allah memanifestasikan diri-Nya dalam nama-nama-Nya. Alam semesta adalah asma Tuhan. Kita tidak mempunyai wujud. Kita hanyalah "percikan cahaya" dari Cahaya Murni. Kita tidak memiliki "ada" yang independen. Keberadaan kita seluruhnya bergantung kepada "adanya" Ia. Karena kerinduan-Nya kepada tajalli, Tuhan "menurunkan" dirinya pada dataran Asma (divine Names).

Pandangan di atas terkesan agak materialistis, yang nadanya mengingatkan saya pada perumpamaan yang digunakan al-Ghazali dalam Miskat Cahaya-Cahaya (saya mengutipnya dari versi terjemahan Muhammada Baqir). Ghazali menafsirkan Tuhan sebagai Cahaya Tertinggi dan Terakhir, Pelimpah cahaya-cahaya, Pembuka penglihatan, penyingkap rahasia-rahasia, Penyibak selubung tirai-tirai. Nabi Muhammad sendiri, seperti disebutkan al-Ghazali, menyatakan bahwa Tuhan mempunyai tujuh puluh ribu tirai penutup cahaya dan kegelapan. Seandainya Ia menyibakkannya niscaya cahaya-cahaya wajah-Nya akan membakar siapa saja yang memandangnyanya. Cahaya yang Sebenarnya hanyalah Allah, kata Ghazali. Kaum arifin menanjak dari dasar majaz ke puncak hakikat. Jika ada sebutan Cahaya bagi selain Tuhan, itu hanya majaz (kiasan), dan tak ada wujud sebenarnya.

Kaum arif, kata Ghazali, setelah melakukan pendakian ke langit hakikat, mereka tak melihat dalam wujud kecuali yang Maha Tunggal. Namun ada sufi yang mengalami makrifat dan dzauq (citarasa batiniah) dan hal (keadaan yang luar biasa yang meliputi diri seseorang). Pada saat seperti ini, kata al-Ghazali, kemajemukan sirna dari mereka dan tenggelamlah mereka ke dalam ketunggalan yang murni (al-fardaniyah al-mahdhah) dan terpesona dalam keindahannya, kehilangan kesadaran diri sehingga yang teringat hanyalah Allah.

Dalam buku ini al-Ghazali menyangkan rahasia yang tak sudi dibagi, namun dengan berani justru dibagikan oleh Hassan al-Bashri, Junayd, dan al-Hallaj. Sufi-sufi ini, katanya, orang yang diliputi keasyikan atau kecintaan dan kerinduan yang sangat. Seharusnya, kata al-Ghazali pula mengingatkan, rahasia pengalaman pribadi ketiga sufi itu tetap disembunyikan dan jangan diceritakan karena setelah mereka kembali sadar, tidak mabuk lagi, sesungguhnya mereka sendiri insaf bahwa mereka tidak menyatu yang sebenarnya dengan Tuhan. Al-Ghazali melukiskan lewat syair keasyikan yang intim:

Akulah dia yang kucintai
Dia yang kucintai adalah aku
Kami adalah dua ruh
bersemayam dalam raga yang satu...

Sajak itu melukiskan perumpamaan orang yang melihat minuman anggur dalam gelas piala lalu mengira bahwa anggur itu bukan anggur, tapi cuma warna gelas. Jika kelak kondisinya menjadi terbiasa baginya dan dalam pula wawasannya, dan ketika orang sedang dikuasai oleh fana (luluh, lenyap), barulah kemudian ia akan menyadari kondisi sesungguhnya, seperti sebuah syair berikut yang dicontohkan Ghazali dalam karya yang sama:

Gelas bening dan anggur nan murni
Keduanya serupa bercampur menyatu
Seakan anggur tanpa gelas
Atau gelas tanpa anggur

Pandangan Khomeini tentang Cahaya Murni berbeda dengan al-Ghazali tentang Cahaya Tertinggi. Tentang hakikat dan nama-nama Tuhan, cuma sekedar tanda-tanda dari Hakikat Suci-Nya; dan hanya nama-Nya yang dapat dikenal oleh manusia. Hakikat Tuhan itu sendiri tidak diketahui oleh siapa pun. Bahkan penghulu para nabi (khatam al-anbiy), manusia yang paling berpengetahuan dan mulia tidak akan sampai Tuhan. Tuhan sendiri bersabda dalam Quran: kalaupun jin dan manusia bersatu, untuk menuliskan kata-kata serupa Quran, mereka takkan mampu walau mereka saling bahu-membahu. Atau dalam ayat lain: walau lautan dijadikan tinta, untuk menuliskan ayat-ayat Tuhan, keburu kering isi lautan sebelum manusia sempat menuliskan.

Dalam peringatan Tuhan itu, bukan berarti bahwa ikhtiar manusia sudah tertutup, melainkan Tuhan mengingatkan bahwa manusia cuma dapat mengetahui nama-nama-Nya. Untuk mengetahui nama-nama-Nya, terdapat tiga tingkatan; kita dapat mengerti sebagiannya, sebagian lain hanya dapat dimengerti Rasul, para awliya, dan orang-orang yang mendapat petunjuk-Nya.

Pengalaman mistis tertinggi, bagi Khomeini, akan menghasilkan situasi kejiwaan yang disebut mabuk atau ekstase. Dalam perbendaharaan kaum sufi, ekstase sering dilukiskan sebagai keadaan tak sadar oleh minuman anggur kebenaran. Kebenaran (al-haqq) digambarkan sebagai minuman keras atau khamar. Ungkapan mabuk dalam perbendaharan kaum arif adalah mabuk ketika mencicipi seteguk minuman khamar. Mabuk bagi kaum sufi merupakan puncak "kesatuan makhluk dengan Tuhan" tanpa perisai.

Saya ingin mengutip al-Ghazali kembali tentang para sufi yang telah sampai ke kehadirat Tuhan. Mereka ini, kata Ghazali, tak jarang mengalami kondisi yang menyebabkan terbakarnya segala yang pernah dicerap oleh matanya, lalu diri mereka menjadi larut, lebur, luluh, kendati mereka masih terus terfana menatap Yang Maha Indah. Ada juga yang "terbakar" oleh cahaya-cahaya wajah-Nya yang tertinggi lalu tenggelam dalam gelombang kenikmatan surgawi dan Keagungan ilahi. Inilah yang disebut "kullu saiin halilun illa wajhuhu" (segala sesuatu binasa kecuali wajah-Nya). Mereka inilah yang oleh al-Ghazali disebut kaum khawas-ul-khawas (yang khusus di antara yang khusus).

Kemabukan dan kerinduan yang tak terpermanai kepada Tuhan dalam pengalaman batin terdalam, dekat dengan perumpamaan orang yang sedang mabuk. Bahkan, seperti pernah juga ditegaskan oleh Haidar Baqir dalam esainya tentang Khomeini di Bentara harian Kompas, minuman yang memabukkan itu bagi sebagian kaum sufi tak lain ialah apa yang dinamakan "dhamir al-sya'n", yaitu kata-kata ‘an" yang berarti bahwa dalam kalimat syahadat pertama, Asyhâdu an la ilâha illa Allâh. Pelukisan ini menunjukkan betapa intens para sufi menghayati tauhid, sehingga mereka tidak menyadari apa pun yang lain selain Dia yang Mahaada.

Menurut Khomeini, para nabi dan kekasih Tuhan telah menetapkan bahwa jalan menuju kepada kesempurnaan adalah bersikap ‘ubûdiyyah (menjadi hamba sejati) kepada Tuhan. Ja'far al-Shadiq dalam kitabnya Mishbâh al-Syari'ah, seperti yang dikutip Khomeini, pernah mengatakan: ‘ubûdiyyah adalah esensi ibadah, sementara intinya terletak pada rubûbiyyah (menyatakan dan mengimani Allah dalam segala hal).

Apa yang yang hilang pada ‘ubudiyyah akan didapatkannya pada rubûbiyyah, dan apa yang tersembunyi dari rubûbiyyah akan ditemukannya pada ‘ubûdiyyah". Khomeini menafsirkan pernyataan Ja'far al-Shadiq sebagai jalan menuju hakikat, rubûbiyyah adalah pengembaraan dalam tingkatan-tingkatan ‘ubûdiyyah. Bila sikap keduniawian dan sikap egoistis dalam ‘ubûdiyyah akan ditemukan dirinya dalam naungan rubûbiyyah. Dengan demikian ia telah sampai pada maqam dimana Tuhan akan menjadi pendengarannya, pandangannya, tangannya, bahkan kakinya. Selanjutnya, semua perilakunya sebagai perilaku ilahi, pandangannya menjadi pandangan ilahi, sehingga ia akan memandang dengan pandangan yang benar (haq). Karena itu, bagi para pesulûk agar sampai menyatu pada yang Ilahi, ia harus berupaya keras menyematkan sifat kehinaan diri sehingga sifat kehinaan ‘ubûdiyyah dan kemulian rubûbiyyah menjadi cahaya mata batinnya.

Dengan kata lain, seorang sufi musti menerobos tirai penghalang untuk mencapai kemulian. Maka dengan ini, ia akan sampai pada maqâm memperoleh iman kepada hakikat, mencapai apa yang disebut Khomeini sebagai hakikat "kehinaan penghambaan" dan "kemuliah rububiyah" Di antara adâb-adab kalbu di dalam ibadah dan kewajiban-kewajiban batiniah (esoteris) seorang pesulûk penempuh perjalanan menuju puncak terjauh, adalah ber-tawajjuh (mengembara) menuju kemulian rubûbiyyah dan kehinaan ‘ubudiyah.

Sikap tawajjuh termasuk di antara tingkatan penting dalam perjalanan syr wa sulûk seseorang, sehingga kadar sulûk setiap orang akan terlihat berdasarkan kekuatan dan kadar tawajjuh-nya. Bahkan kesempurnaan dan kekurangan sifat kemanusian seseorang bergantung pada perkara ini. Setiapkali seseorang memandang lebih kepada ego, keakuan dan keagungan dirinya, maka sebatas itu pula dia akan jauh dari kesempurnaan kemanusiaan dan tertinggal dari maqâm yang dekat dengan Kekasih-nya.

Dua maqam antara kemulian rubûbiyyah dan kehinaan ubudiyyah yang merupakan tawanan ini, tersimbol dalam keseluruhan ibadah shalat. Shalat karenanya merupakan mi'raj ruhani. Bagi para sufi, maqâm kehinaan ‘ubudiyyah dan kemulian rubûbiyyah dan maqâm-maqâm lainnya terdapat urutan dari tingkatan yang tidak terhingga.

Kita bisa saja tak percaya kepada Khomeini, selain sebagai arsitek Revolusi Islam Iran, ternyata juga seorang arif yang telah menjalankan suluk dan hidup zuhud, dengan pandangan sufistik yang dekat dengan gnostik atau filafat mstis, juga seorang penyair yang menghadirkan aura mistis. Beberapa contoh penyair yang agak kesufi-sufian (atau sufi benaran) terdapat d Indonesia: di antaranya kita pernah mengenal Hamzah Fansuri, Amir Hamzah, Danarto, Sutardji Calzoum Bachri, Abdul Hadi WM, sekeda menyebut beberapa nama.



III


Yamani-nama pena Haidar Baqir-telah menerjemahkan sajak-sajak yang pernah dirilis Imam Khomeini: Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini Yang Tidak Banyak Diketahui (Bandung, Mizan, 2001). Sejumlah sajak dalam analekta ini sempat membuat saya terkesima. Bagaimana mungkin seorang Khomeini yang dikenal oleh media Barat saat meletusnya Revolusi Islam Iran sebagai sosok fundamentalis ternyata bisa memuji al-Hallaj. Abdul Hadi WM pernah menerjemahkan salah satu sajak Khomeini, Keterjagaan, yang berisi pembelaan terhadap al-Hallaj.

Bibir molek merah delimamu,
titik hitam bundar di dahimu
Menjerat hatiku, kekasihku
dan seperti merpati aku terkurung
Pandang pilumu menusukku
hingga aku pun sakit dan merana
Namun fana dalam-Mu membuat diriku
yang tersiksa jadi bebas.
Kupukul tambur: Ana al-Haqq, seperti Mansur
Aku tahu apa tanggungannya
biar kurelakan nyawaku melayang
sebab itulah jiwaku sembuh
terfana sembilan waktu.
Dan pintu kedai anggurmu terbuka siang-malam
Pada madrasah dan masjid aku sudah bosan

Sajak di atas hampir tak bisa dipercaya lahir dari seorang Khomeini. Bagimana mungkin seorang " fundamentalis" bicara soal bibir molek dan minuman memabukkan. Belum lagi pujian atas kesyahidan al-Hallaj dan kritiknya yang menohok pada mereka yang munafik hingga tercetus "pada madrasah dan mesjid aku sudah bosan".

Beberapa gaya sajak Khomeini tampak unik dan liris. Tema yang dibicarakan dalam sajak-sajaknya seputar masalah pencarian Tuhan. Namun anehnya, justru lebih banyak kiasan yang terkesan erotik lewat pilihan kata seperti bir dan bibir. Sajak Mata Pembuat Sakit misalnya, langsung menggiring kita pada asosiasi bibir erotik:

Mempesona niant tahi-lalat di bibirmu
Lihatlah
Aku terperangkap
Berdoa, biar yang disakitkan matamu
Adalah hatiku
Kucampakkan sudah cinta diriku
Kebenaran kini cuma aku
Kan kulihat jua tiang gantungan
Bagai Mansur dulu melihatnya

Lewat sajak keterpesonaan terhadap yang feminin itu, Khomeini mengekspresikan erotisme dalam hubungannya dengan keterpesonaan pada Tuhan. Sebenarnya, seperti umumnya sajak-sajak Persia, sulit untuk dikatakan bahwa para penyair menghadirkan sajak yang bersifat erotis karena di dalamnya justru tergurat pengalaman mistis lewat intensitas atau intensionalitas. Lanjutan sajak ini tampak mengungkai pengalaman sufistik dengan memberi tempat pada para peminum dan pujian terhadap rumah berhala :

O kasih, nyala pikiranmu
Bakar hatiku
Kalau kini buah-bibir kujadi
Namaku kau jua ilahi
Biar bagiku terus terbuka
Pintu kedai siang dan malam
Selamat tinggal madrasah
Selamat tinggal mushalla
Biar kuambil jalan sendiri
Lama sudah kautahu
Telah kukoyak jubah kesalehan
Pakaian-bertambal penjaga kedai
Demi temukan jalan kupapai
Lihatlah! disiksa aku pendeta-kota
Dengan khotbah busuk dan sia-sia
Dimana engkau! selamatkan daku
Dengarkan, wahai ruh pemabuk
O, luar-biasa rumah berhala itu
Kenangan indah hidup-hidupkan
Sentuhan ajaib penjaga kedai
Binasakan sudah tidur-lelapku


Sajak-sajak Khomeini merupakan kontinuitas dari sajak-sajak Persia sebelumnya yang banyak menampilkan permajasan bibir, kedai, minuman keras, berhala. Haidar Baqir dalam esainya di Bentara Kompas (3 Desember 2003) berjudul Imajinasi, Sastra, dan Spiritualitas Islam, menyebut sajak Majelis Pemabuk Khomeini begini: "kita akan terkejut ketika mendapati bahwa di antara puisi relijius yang lebih ‘liar' justu keluar dari seorang yang dianggap seprofan Ayatullah Khomeini. Khomeini, betapa pun enigmatic-nya pribadi ini bagi banyak orang, sesungguhnya hanyalah berada dalam garis tradisi para sufi-penyair Persia pendahulunya. Bahkan, meski juga ‘murid' dari Shadra, sang filsuf hikmah yang tak kurang rasional, ia adalah pengikut mazhab Akbarian (Ibn ‘Arabi) yang cukup setia".

Mengapa ideolog seperti Khomeini menulis sajak bibir dan bir dengan imajinasi yang melintas tirai bahasa kebanyakan para ulama Syi'ah generasinya? Karena salah satu buku-buku karya sufi yang banyak dibaca Khomeini adalah karya Jalaluddin Rumi, Hafidz, dan Ibn ‘Arabi, yang banyak menyinggung soal bibir dan bir. Bibir kekasih dalam maknanya yang tradisional di tangan Ibn ‘Arabi-seperti kata Annemarie Schimmel dalam buku Dimensi Mistik dalam Islam-tidak lain adalah "pemberian kehidupan seperti Yesus dan juga menyerupai stempel dari batu delima dalam bentuk dan warna". Pencipta adalah "penuangan yang tak terkendalikan dari Kebaradaan atas arketip-arketip surgawi" seolah-oleh pecahan-pecahan kaca cermin dikenai cahayanya demikian rupa sehingga percampuran warnanya menjadi tampak melalui pewarnaan yang pekat-kental. Atau sejenis ciptaan yang bisa dibandingkan artikulasi Quran yang berbicara tentang nafas, ‘nafas' dari Tuhan, yang dihembuskan ke dalam tubuh Adam atau Maria untuk menciptakan suatu makhluk baru.

Tentang nama-nama ilahi dapat dibandingkan dengan arketip-arketip, cetakan yang dipergunakan daya kreatif untuk menghasilkan makhluk-makhluk tertentu. Ibn ‘Arabi melihat hubungan yang kokoh antara nama-nama dan yang diberi nama-nama. Manusia menjadi cermin "Tuhan yang berjalan", menjadi cermin bagi Tuhan untuk merenungkan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

Salah satu inti renungan mistik Ibn ‘Arabi yang tak tampak dalam sajak-sajak Khomeini adalah soal pluralisme religius.

Hatiku bisa berbentuk apa saja
Biara bagi rahib
Kuil untuk berhala
padang rumput untuk rusa
Ka'bah bagi para penggemarnya
Lempengan-lemepngan Taurat, Quran.

Kasih adalah keyakinanku:
Ke mana pun pergi unta-unta-Nya
Kasih tetap keyakinan dan kepercayaanku.

Salah satu sajak tentang minuman memabukkan yang paling terkenal adalah sajak Ibn al-Farid berjudul "Syair Anggur" (Khamriyya). Sajak ini menghadirkan estetika transendensi yang kuat. Suatu sajak pemerian dari minuman anggur kasih ilahi, yang diteguk sebanyak-banyaknya oleh para kekasih sebelum buah-buah anggur diciptakan (yaitu pada Hari Perjanjian), dan yang memabukkan seluruh dunia, mengobati si sakit, membuat si tuna netra dan si tuna rungu mendengar, dan menuntun orang ke arah tujuannya yang abadi seperti Bintang Utara. Demikian kata Emile Dermenghem dan Annemarie Scimmel.

Simak untaian kata-kata Ibn al-Farid berikut:

Setiap anggota tubuhku melihatnya
meski ia ta hadir di sisiku
dalam setiap zat yang halus-lembut
jernih dan bahagia
Dalam nada kecapi dan seruling yang merdu
berbaur-menyatu dalam alunan yang bergetar
Dan dalam padang-rumput-rusa yang hijau subur
dalam kesejukan senja dan dalam sinar-sinar cahaya pertama
di fajar menyingsing
Dan dalam hujan berkabut yang turun
dari awan di hamparan bunga
Dan ketika angin sepoi-sepoi menyeret jubah lusuhnya
menyebar kehadiratku semerbak wangi harum mawar
di fajar yang lembut
Dan bila kukecup bibir piala
Kuhirup anggur jernih dalam riang dan bahagia

Sajak di muka adalah fragmen sajak terjemahan Annemarie dalam bukunya Dimensi Mistik Dalam Islam-terjemahan Sapardi Djoko Damono dkk-yang mengungkai kesunyian dan keberdiam-dirian. Renungannya berhubungan dengan tema alegori mistik, yang mengaburkan batas yang jelas antara dunia nalar dan dunia spiritual. Wilayah penjelajahan Ibn Farid begitu mendalam. Manusia yang digambarkan mampu menggapai kekuatan-kekuatan naluri bawah sadar.

Sajak itu masih bergema lirih dengan kontemplatif. Memang, sajak itu tak seindah dan sejernih alunan rima sajak Ellen Disyanake ketika melukiskan perasaannya yang serasa gelombang pasang-melayang yang melanda di dada, di mana terasa bekas luka disayat-sayat besi berbisa yang menekan berat dan nyeri meresap di jiwa hingga kata terasa bergemerincing pelan menyayat dan membubung dalam rasa, perih, seperti alunan melodi tua yang lengkap dengan getar dan geliat.

Ada juga sajak Khomeini yang sangat religius dan cukup radikal dengan ilustrasi dan metafora yang agak gelap dan ganjil, kendati tak mengandung suasana nada-nada yang intim dan kuat. Misalnya dalam sajak Kerumunan Pemabuk, Khomeini menulis:

Aku dan Kita dari akal keduanya
Dialah tali untuk memintalnya
Dalam kerumunan para pemabok
Tak ada Aku tak pula Kita

Selanjutnya, saya sempat takjub ketika mendapati bahwa di antara puisi religius yang lebih "liar" justru muncul juga dari Khomeni. Ungkapan-ungkapan puitik dari sang pemimpin besar Revolusi Islam Iran yang telah almarhum ini tenyata begitu menghunjam:

Wahai
Kudamba hari itu
Saat piala (anggur) pengocok jiwa
Kuterima dari tangan-lembutnya
Dan, dalam lupa dua dunia
Terantai di helai-helai rambutnya
Wahai kudamba hari itu
Saat kepalaku di tapak-kakinya
Diciumnya hingga hidup usai saja
Dan jadilah aku hingga kiamat tiba
Mabuk dari gelasnya.

Matafora anggur merujuk pada kemabukan, sebuah ekspresi tentang persatuan mistis yang timbul dari suatu hayatan. Sebuah ekstase, yang di kalangan para sufi nyaris dianggap sebagai cara atau metode untuk mencapai makrifat atau memperoleh butir-butir hikmah muta'aliyah dalam rangka membuka tabir di tubir kegelapan dengan cahaya intuisi dan pengalaman batin yang keras. Ekstase mistis sebagai jalan untuk memurnikan kalbu dan mentransendensikan diri pada dasarnya dipakai untuk membebaskan diri dari kesadaran lahiriyah.

Orang-orang yang telah mereguk "minuman-minuman rohani" dalam kesubtilan yang unik dan mempesona jiwa dari dunia yang tersembunyi, pun menjadi paus-paus atas keadaan sesaat (waqt) mereka, dan mereka pun mengungkapkan isyarat-isyarat kelezatan birasa melalui kata-kata. Dalam pernyataan Ibn 'Arabi, kata (harf) adalah "ungkapan yang dengannya Tuhan berkomunikasi denganmu". Dengan kata lain, bukan hanya para sufi seperti menyangkal bahwa ilham datang dari alam imajinal-jika ia dipercayai sebagai berada di bawah tingkat alam rasional, seperti yang dipahami para filosof. Mereka boleh jadi tak percaya pada keperluan untuk membatasinya dengan daya rasional.

Satu-satunya pembatasan bagi para sufi muncul oleh keperluan mempertimbangkan konteks pengajaran ilham-ilham itu kepada para murid sufisme, terutama yang belum mencapai suatu tingkat yang memampukan mereka untuk mencerap ilham-ilham dalam segenap ke-"penuh"-annya. Itu sebabnya para sufi terkadang terpaksa menyederhanakan, di waktu lain menyembunyikan ilham-ilham yang mereka peroleh dari pengalaman-mistikal mereka lewat bahasa perlambang, yang terkadang menimbulkan polemik berkepanjangan.


Tidak sedikitit para sufi yang sekaligus penyair di Persia yang mengungkapkan rasa cinta dan kerinduan kepada Tuhan lewat syair atau puisi, bahkan ada yang melalui tarian, seperti Jalaluddin Rumi. Sajak Khomeini banyak menggunakan perlambang yang dekat dengan kosakata ‘irfan dan filsafat Persia, yang sepintas nyeleneh. Khomeini berada dalam lingkaran penyair-penyair Parsi, seperti Rumi, Hafiz, Sa'di dan Khayyam. Omar Khayyam, selain ahli matematika dan astronomi, juga sebagai penulis karya sastra kemanusian yang popular: Ruba'iyyat (syair-syair empat bait). Salah satu puisinya berjudul Putri Anggur, mengungkapkan:

Kau tahu, sahabatku
betapa cerah rumahku
Untuk perkawinan baru
aku berpesta-pora

Menceraikan nalar tua bangka,
Dan mengambil Putri Anggur sebagai teman setia.

Kita akan menemukan kedekatan sajak-sajak Khomeini dengan gaya puisi Khayyam dan beberapa penyair Persia lainnya yang menghidupkan kembali dimensi batin agama Zoroaster dan "api kuil suci" ke dalam dimensi sufistik. Sebagai contoh, saya kutipkan di sini sajak Khomeini lagi untuk sedikit melihat perbandingannya dengan sajak Khayyam di atas:

AKHIR YANG MANIS

Dengan anggur O, kekasihku
Penuhi pialaku ini
Biarkan jangan kehormatanku melambung
Biarkan jangan namaku berkilau
Tuangan penuh-kasih dalam piala itu
Yang membanjiriku
Yang membasuh jiwa
Dari tipu daya yang angkara


Kendati dalam bentuk terjemahan, sajak-sajak Khomeini masih terlihat bentuknya sebagai sajak khas Persia. Sebuah bentuk yang dikenal sebagai sajak religius dan berkisar pada kerinduan pada Tuhan lewat ungkapan-ungkapan yang tak lazim dan simbolik. Menurut Annemarie Schimel-salah seorang tokoh Barat yang membela fatwa Khomeni terhadap Salman Rusydi di samping juga Karen Amstrong-dalam bukunya yang telah disinggung, mengtakan: salah satu masalah yang sering dibicarakan berhubungan dengan sajak lirik Persia terletak pada seputar pertanyaan apakah kesusastraan jenis ini seyogyanya ditafsirkan sebagai yang melulu bersifat erotik?

Dimensi batin dan tafsir irfan atas Kitab Suci dan Tuhan, tampak cukup dominan dalam sajak-sajak Khomeini. Kecintaanya terhadap Nabi pun dilukiskan dalam tafsir-tafsirnya tentang mikraj-peristiwa yang tak seorang pun mampu menempuhnya, bahkan untuk sekedar membayangkan. Sebab semua orang tahu, perjalanan yang ditempuh Sang Nabi yang diperingati sebagai peristiwa Isra-Mikraj setiap tahun itu, bukanlah perjalanan ragawi, tapi sebuah perjalanan yang mungkin bisa kita lukiskan dengan meminjam secarik puisi Chairil Anwar: perjalanan yang "susah sungguh, mengingat Kau penuh seluruh". Perjalanan Nabi adalah "susah-sungguh", karena Tuhan sendiri "penuh seluruh". Dengan kata lain, sebuah perjalanan mistis yang halus, juga jalan kemanusiaan yang licin.

"Sungguh", kata Imam Khomeini dalam suatu bukunya: "sungguh, kami umatnya telah gelisah menunggunya, dalam pikiran dan renungan, seperti laba-laba yang tak berdaya. Kami umatnya yang bingung ini bagaikan ulat sutera yang memintal rantai-rantai syahwat dalam dirinya. Sebab inilah kami yang terikat dalam dunia syahwat, sangat jauh dari alam gaib dan kebahagian uns-Nya. Sungguh, kaki-kaki kita tak akan mampu menggapai uluran tali uns-Nya. Sungguh, hijab-hijab syahwat dan ghaflah telah menutupi pandangan kami dari melihat keindahanMu yang Mahaindah".

Khomeini mengatakan itu dalam karyanya tentang adab menjalankan shalat, dimana adab merupakan aturan tingkah laku dan sikap sebagai pra kondisi bagi transformasi spiritual manusia menuju yang Mahaindah. Arti penting adâb bagi sufi tergambar dalam makna ungkapan "seluruh tasawuf adalah adâb (al-tashawwuf kulluhu adâb)". Inilah sebuah antroposentrisme adâb yang mengatur sebuah laku, yang bagian-bagiannya seringkali memperlihatkan sikap dan sifat inklusif yang mencerminkan difusi sufisme.

Seorang penyair-sufi, juga seorang arif-bilah, bagaimana pun adalah seorang yang berusaha menempuh jalan penyucian mata-batin dengan berbagai jenjang untuk bisa merasakan uns (keakraban) dengan Tuhan. Jalan sufi bukan cuma jalan untuk bisa bertemu Tuhan dan lupa akan dunia, tapi kembali sebagai yang tercerahkan, sebagaimana Muhammad kembali dari mikraj dan membangun peradaban Madinah.

Kerinduan Khomeini untuk berjumpa Tuhan tak melupakan kondisi rakyat Iran. Kendati kadang-kadang kerinduan itu memuncak dalam sebuah ekstase, yang terfragmentasi dalam keliaran kata-katanya, yang sekali lagi dilukiskan dengan indah oleh Khomeini dalam kesunyian antroposentris-teologisnya: "Jika bukan karena tarikan dari arah Yang Dirindukan, niscaya penempuh yang malang dan penuh rindu, tak akan memperoleh keberuntungan. Khomeini menampilkan sosok yang terlibat dalam realitas pedih, bahkan menjadi tokoh utama Revolusi Islam Iran.

Seandainya yang mikraj ke langit ketujuh adalah Muhammad Iqbal, niscaya sang pemikir tersohor di dunia Islam yang tafsirannya tentang mikraj sering dikutip itu, tak pernah mengangan-angankan untuk kembali pulang ke dunia karena ia telah merasa bahwa itulah perjalanan puncak keruhanian seorang sufi. "Muhammad telah naik ke langit tertinggi lalu kembali lagi. Demi Allah, aku capai tempat itu, aku tidak akan kembali lagi," kata Iqbal. Tapi Muhammad tidak, demikian pula Ali dan Khomeini, kendati telah menemukan puncak kebahagian karena bisa menemukan bunga teratai dan seroja yang bermekaran di dekat singasana ‘Arsy Sang Kekasih, kesunyian diri justru membawanya untuk kembali ke bumi.

Muhammad dalam mikraj harus bersusah-payah melintasi berbagai tahapan dan mengalami berbagai pra-kondisi, dimana tak ada lagi tirai yang membatasi jiwanya dengan sang Seniman Agung. Muhammad melintas batas dari langit pertama hingga langit ketujuh untuk sampai pada tajalliyat dan melihat dirinya dekat dengan Tuhan dan sampai pada kesirnaan hakiki (fana' dzati). Ali bin Abi Thalib kata Khomeini, tak henti-hantinya memohon kepada Tuhan dalam doaanya yang termashur, yang berkali-kali dikutip Khomeini dalam tiap karyanya. Itulah doa Sya'ban atau Munajat-i Sya'ban, doa yang menarik dibandingkan dengan salah satu puisi Chairil Anwar :

Ya Allah
Anugerahi aku perpisahan total
Dari yang selain Kau
dan keterikatan padaMu
dan cerahkan pandangan hatiku
dengan pandangan yang menatapMu
hingga terkoyaklah hijab cahaya
dan tercapai mata air sumber kecemerlangan
dan jiwa-jiwa kami tercekam
oleh cermerlangnya kesucianMU
(Munajat-i Sya'ban)

Ya Allah! Badanku terbakar segala samar
Aku sudah melewati batas
Kembali? Pintu tertutup dengan keras
(Chairil Anwar)

Sungguh mendalam pertemuan antara doa Sya'ban dengan sajak Doa Chairil Anwar di atas. Rasa penyerahan diri total pada Tuhan sekaligus perpisahan total selain denganNya, hanya muncul dari rasa yang dalam. Menarik mengikuti tafsiran Khomeini tentang Munajat Sya'ban di atas dalam esai pendeknya bertajuk Mata Air Sumber Kecemerlangan: Perpisahan total dari dunia ini tercapai jika seluruh hijab, baik hijab kegelapan maupun hijab cahaya, telah disingkap atau dikoyak, tulisnya. Dan proses ini mampu memberi kesempatan pada manusia untuk memasuki tempat persinggahan ilahiah, yaitu ‘mata air sumber kecemerlangan'.

Orang yang belum mampu mengoyak jubah kegelapan, kata Khomeini, "tak akan pernah mencapai tingkat di mana ia dapat memperbaikinya dirinya, menciptakan gerakan dan energi spiritual dan batin di dalam dirinya". Pengalaman mistis tertinggi seorang sufi, sebagaimana mikrajnya Muhammad ke langit tertinggi itu, akan menghasilkan situasi kejiwaan yang fana sembilan waktu untuk menembus sembilan ruang, yang dalam perbendaharaan kaum sufi seringkali dilukiskan sebagai keadaan mabuk kepayang oleh minuman Kebenaran (al-haqq).

Kesempurnaan dan kekurangan sifat kemanusiaan seseorang bergantung pada perkara ini. Setiap kali seseorang memandang lebih kepada ego, keakuan dan keagungan dirinya, maka sebatas itu pula dunia pencariannya. Untuk sampai "pada batas yang terjauh" dari sebuah perjalanan, tak heran bila Khomeini membagi empat tangga spiritual yang diilhami oleh gurunya, Mulla Shadra. Tingkat pertama menurutnya, dimulai dengan ilmu pengetahuan dengan sikap merendahkan diri di hadapan Allah. Sebab seorang sufi baginya merasa dirinya hina dan fakir di hadapan Allah, yang merupakan petunjuk jalan menuju Fana'Fillâh. Mereka yang hanya mengandalkan ilmu pengetahuan semata, bagi Imam Khomeini justru akan menimbulkan berbagai hijab besar. Karena itu dibutuhkan usaha untuk naik ke tingkat yang disebut kalbu. Sebab kalbu mampu menjadi penyeimbang bagi maqâmat ilmu pengetahuan.

Tingkatan kedua tercermin dalam penghayatan iman dan dalam tindakan. Langkah perjalanan ketiga thuma'ninah, yang pada hakikatnya merupakan urutan yang sempurna dari keimanan. Stasiun kempat adalah musyahadah (penyaksian) langsung Tuhan. Tingkatan ini dianggap sebagai maqâmat cahaya Ilahi dan tajalli (semacam pengejewantahan) Rahmâni. Seorang sufi yang telah sampai pada tingkatan ini akan merasakan bahwa Allah muncul dalam batinnya berdasarkan Tajalli Asmâ'-asmâ' dan sifat-sifat-Nya serta akan menyinari seluruh kalbunya dengan cahaya ‘irfan syuhûdi (pengalaman mistis). Para pesuluk merasa berada di dekat dengan Tuhan bahkan merasa "menyatu" dengan-Nya, tenggelam ke dalam samudera pengalaman yang tak terbatas. Di balik itu akan ada lagi samudera yang akan menyingkap rahasia-Nya.

Akhirnya, Seorang sufi adalah seorang yang berusaha menempuh jalan penyucian hati dengan berbagai jenjang untuk bisa merasakan keakraban dengan Tuhan. Jalan sufi dan jalan puisi yang ditawarkan Khomeini bukan sekedar jalan sunyi-diri dan lari dari tanggungjawab sebagai manusia. Jika meminjam kata-kata Sutan Takdir Alisjahbana dalam sajak Kepada Kaum Mistik, Ayatullah Khomeini bukan cuma "mencari Tuhan yang terlelap dalam kesunyian malam, tapi Tuhan yang ditemui di siang terang ketika orang-orang sedang bekerja".

Monday, March 30, 2009

Wahabi adalah sekte paling sektarian

Assalamu'aalaikum Wr. Wb.

beberapa waktu yang lalu Raja Abdullah dari Saudi menghadiri konferensi International di gedung PBB di New York tentang kerukunan agama-agama. dan menggalang kerukunan ummat beragama. dia sempat berjabatan tangan dengan presiden Zionis Israel Simon Peres. sebelumnya di Makkah Raja Abdullah juga menggelar konferensi Islam untuk kerukunan Islam saat itu dihadiri mantan presiden Iran Hasyimi Rafsanjani.

Tapi nampaknya kerajaan ini memang pintar main sandiwara untuk mengibuli penduduk dan para pemimpin dikawasan itu. dan sejatinya kerajaan ini dipimpin oleh orang-orang hipokrit dan suka menimbulkan perpecahan antara ummat Islam.

Konon kabarnya pondok pesantren yang dipimpin oleh Habib Zain bin Smith di Madinah yang sudah puluhan tahun dan banyak menghasilkan santri termasuk asal Indonesia telah ditutup dan habib Zain dilarang mengajar serta saat ini kabarnya tinggal di Jeddah (ada yang bisa memberi konfirmasi berita ini?)

saat ini di Kota Syiah Al Awamiyah di Saudi sejak hari Kamis malam dikepung pasukan polisi keamanan.

Sekumpulan orang Syiah yang berkumpul menuntut seorang ulama Syeikh Namr Baqir bin Al-Namr dengan sejumlah orang Syiah yang ditangkap karena meneriakkan takbir berhadapan dengan polisi yang menutup jalan kelaur danmasuk kota Al Awamiyah. Polisi Anti-Teror telah dikerahkan dan bersiap siaga diselruh jalan di kota itu.

Sehubungan dengan periostiwa ini, penduduk kota ini meneriakkan takbir Allahu Akbar selama 30 menit dari rumah rumah mereka.

apa gunanya Raja Bajingan itu menggelar konfrensi segala tapi tidak bisa bertoleransi dengan keyakinan yang berbeda dengan wahabi hatta itu Sunni apalagi Syi'ah. Wahabi ini memang mazhab paling sektarian dalam Islam dan keberadaannya sungguh sangat berbahaya.

Wassalam
Muhammad Assegaff

Amir Nayif Saudi: larang wanita ikut pemilu dan jadi aggota parlemen

Mendagri Saudi Amir Nayif bin Abdul Aziz mengatakan bahwa negaranya adalah Negara minyak sehingga tidak memerlukan wanita untuk menjadi wakil rakyat diparlemen.

Tidak ada partai politik di Saudi Arabia, tapi kelompok Reformis di negara itu berusaha hendak menjadikan majlis syura sebagai majlis penasehat yang berpengaruh dengan dianggotai oleh kaum lelaki saja. Dalam temuwicara dengan Al Jazirah ketika ditanya tentang keikutsertaan wanita dalam majlis syuro (parlemen) Amir Ayif berkata: "Saya melihatnya tidak penting".

Ulama (Wahabi) sangat berpengaruh di Saudi Arabiya yang telah memperingatkan untuk tidak terjadi percampurannya lelaki dengan bukan ahlinya di tempat umum, sebagaimana dilarangnya menyopir mobil.

Thursday, March 05, 2009

"Penyelamatan Palestina Tidak Didapatkan dengan Meminta Pertolongan PBB"

Sayyid Ali Khamenei: "Penyelamatan Palestina Tidak Didapatkan dengan Meminta Pertolongan PBB"



Rabu, 04 Maret 2009

Kesalahan besar cara berpikir sebagian orang tentang masalah Palestina adalah sebuah negara bernama Israel telah berdiri sejak enam puluh tahun. Ini sebuah kenyataan dan harus diakui. Saya tidak tahu mengapa mereka tidak mau mengambil pelajaran dari sejumlah kenyataan lain yang ada di depan mata mereka? Bukankah negara Balkan, Kaukasus, negara-negara Asia Barat Daya telah menemukan kembali jati dirinya setelah delapan puluh tahun kehilangan jati dirinya dan menjadi bagian dari Uni Soviet?

Mengapa Palestina sebagai bagian dari dunia Islam tidak bisa menemukan kembali identitas islami dan arabinya? Mengapa pemuda-pemuda Palestina yang terhitung sebagai pemuda-pemuda Arab yang paling cerdas dan paling heroik tidak bisa merealisasikan kehendaknya atas kenyataan kejam ini?

Kesalahan besar cara berpikir lainnya dengan menyatakan perundingan sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan bangsa Palestina! Berunding dengan siapa? Berunding dengan rezim penjajah, arogan dan sesat yang tidak mengenal prinsip apa pun kecuali kekerasan? Apa yang didapatkan oleh orang-orang yang menghibur dirinya dengan permainan dan penipuan ini?

Pidato Rahbar dalam Konferensi Internasional mendukung Rakyat Palestina

Bismillahirrahmanirrahim

Selamat datang di Republik Islam Iran saya ucapkan kepada seluruh tamu, ulama, pemikir, politikus dan pejuang di Konferensi Internasional Mendukung Rakyat Palestina ke-4. Jenjang waktu konferensi ini dengan konferensi sebelumnya yang diselenggarakan tanggal 15-17 Rabiul Awwal 1427 Hijriah Qamariah di Tehran telah terjadi berbagai peristiwa penting dan menentukan yang mentransparansikan lebih jernih masalah Palestina dan kewajiban kita di hadapan masalah ini sebagai prinsip dunia Islam.

Satu peristiwa penting adalah kekalahan menakjubkan militer dan politik Rezim Zionis Israel menghadapi muqawama Islami dalam perang 33 hari Lebanon pada tahun 1427 HQ dan kegagalan hina Rezim Zionis Israel di perang 22 hari serta kejahatannya terhadap rakyat dan pemerintah sah Palestina di Gaza.

Kini rezim penjajah selama beberapa dekade berhasil menunjukkan citra menakutkan dan mitos tak terkalahkan militer dan persenjataannya dengan bantuan militer dan politik Amerika, telah dua kali kalah dari para pejuang muqawama yang menyandarkan dirinya pada Allah dan rakyat ketimbang senjata dan mesin-mesin perang. Rezim Zionis Israel kalah sekalipun telah melakukan latihan, persiapan militer, bantuan luas badan-badan intelijen dan dukungan tanpa henti Amerika, sejumlah negara Barat dan kerjasama sebagian munafikin dunia Islam. Rezim penjajah kini tengah menuju kehancurannya, tertelungkup dalam kebinasaan dan ketidakmampuannya menghadapi gelombang kokoh kesadaran Islam.

Di sisi lain, segala kejahatan dalam peristiwa bersejarah Gaza yang dilakukan oleh para kriminal Zionis Israel mulai dari pembantaian luas rakyat sipil, penghancuran rumah-rumah masyarakat, melobangi dada anak-anak yang masih menyusui, pengeboman terhadap sekolah-sekolah dan masjid, menggunakan bom-bom fosfor dan sejumlah senjata non konvensional lainnya, menutup jalur lewatnya makanan, obat-obatan, bahan bakar dan kebutuhan pokok rakyat selama hampir dua tahun dan berbagai kejahatan lainnya. Semua ini membuktikan naluri kebinatangan dan kejahatan para pemimpin rezim haram Zionis Israel tidak berbeda dengan awal dekade tragedi Palestina. Politik, kebinatangan dan kekejaman Rezim Zionis Israel yang menciptakan tragedi Deir Yassin dan Sabra Shatila, politik dan kekejaman yang sama itu pula yang menguasai benak dan hati keji para tagut yang menguasai rezim ini. Tentu saja kali ini kejahatan mereka dilakukan dengan memanfaatkan teknologi modern yang membuat skala kejahatan mereka lebih luas dan keji.

Siapa pun yang masih berkhayal akan tak terkalahkannya Rezim Zionis Israel yang menyerukan slogan “realistis” dan melakukan normalisasi dan menyerah di hadapan penjajah dan siapa pun yang punya fantasi batil bahwa generasi kedua dan ketiga para politikus Rezim Zionis Israel tidak menanggung kejahatan generasi pertama mereka dan berharap dapat hidup tenang di samping mereka kini harus memahami kesalahannya. Karena pertama, gelombang kesadaran umat Islam dan kemenangan tunas muqawama Islam berhasil membongkar kedok palsu, kelemahan dan ketidakmampuan rezim penjajah. Dan kedua, naluri agresi dan tak tahu malu atas kejahatan para pemimpin rezim ini sama dengan dekade awal. Setiap kali merasa mampu, tidak tanggung-tanggung mereka akan melakukan kejahatan.

Kini 60 tahun berlalu dari penjajahan Palestina. Selama ini pula semua alat kekuasaan materi telah diserahkan untuk melayani para penjajah; dana, senjata, teknologi, dukungan politik dan diplomasi hingga jaringan raksasa imperatur media. Sekalipun usaha setan telah dilakukan sedemikian luas dan menakjubkan, tapi para penjajah dan pendukungnya bukan hanya tidak mampu menyelesaikan masalah legitimasi Rezim Zionis Israel, bahkan semakin lama masalah ini menjadi lebih kompleks.

Ketidakmampuan media Barat dan Rezim Zionis Israel dan negara-negara pendukung Zionis Israel menghadapi, bahkan pertanyaan dan penelitian terkait holocaust yang menjadi alasan pendudukan Palestina merupakan tanda kegoncangan dan ketidakjelasan. Kini kondisi Rezim Zionis Israel dalam sejarah hitamnya semakin buruk di tengah opini dunia dan pertanyaan mengenai sebab kemunculannya semakin serius. Aksi protes yang tak pernah terjadi sebelumnya, gelora dunia mulai dari Asia Timur hingga Amerika Latin menentang rezim ini, aksi unjuk rasa di 120 negara dunia termasuk Eropa dan Inggris yang menjadi tempat kelahiran asli pohon keji dan pembelaan terhadap muqawama Islam Gaza dan muqawam Islam Lebanon dalam perang 33 hari menunjukkan bahwa tengah tercipta muqawama internasional anti Rezim Zionis Israel yang selama 60 tahun lalu tidak pernah seperti ini, serius dan masal. Dapat dikatakan bahwa muqamawa Islam Lebanon dan Palestina mampu menyadarkan hati nurani dunia.

Ini sebuah pelajaran besar. Pelajaran bagi musuh umat Islam yang ingin menciptakan pemerintah dan rakyat haram dengan kekerasan dan aksi penumpasan agar dengan berjalannya waktu menjadi kenyataan yang tak dapat diingkari. Mereka ingin menormalisasikan masalah ini dengan memaksakan secara zalim rezim ini kepada dunia Islam. Ini juga pelajaran bagi umat Islam, khususnya para pemuda pemberani yang hati nuraninya telah sadar bahwa mereka harus tahu perjuangan mengembalikan hak yang telah dinistakan tidak lenyap begitu saja dan janji Allah benar adanya ketika berfirman:

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS. 22: 39-40)

Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji. (QS. 3: 9)

Padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. (QS. 22: 47)

(Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS: 30: 6)

Karena itu janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-raaul-Nya; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, lagi mempunyai pembalasan. (QS: 14: 47)

Mana ada janji yang lebih jelas dari janji Allah ketika berfirman:

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. 24: 55)

Kesalahan besar cara berpikir sebagian orang tentang masalah Palestina adalah sebuah negara bernama Israel telah berdiri sejak enam puluh tahun. Ini sebuah kenyataan dan harus diakui. Saya tidak tahu mengapa mereka tidak mau mengambil pelajaran dari sejumlah kenyataan lain yang ada di depan mata mereka? Bukankah negara Balkan, Kaukasus, negara-negara Asia Barat Daya telah menemukan kembali jati dirinya setelah delapan puluh tahun kehilangan jati dirinya dan menjadi bagian dari Uni Soviet?

Mengapa Palestina sebagai bagian dari dunia Islam tidak bisa menemukan kembali identitas islami dan arabinya? Mengapa pemuda-pemuda Palestina yang terhitung sebagai pemuda-pemuda Arab yang paling cerdas dan paling heroik tidak bisa merealisasikan kehendaknya atas kenyataan kejam ini?

Kesalahan besar cara berpikir lainnya dengan menyatakan perundingan sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan bangsa Palestina! Berunding dengan siapa? Berunding dengan rezim penjajah, arogan dan sesat yang tidak mengenal prinsip apa pun kecuali kekerasan? Apa yang didapatkan oleh orang-orang yang menghibur dirinya dengan permainan dan penipuan ini?

Apa yang mereka dapatkan dari Rezim Zionis Israel dengan nama pemerintahan otonomi, selain hanya sebuah penghinaan dan kenistaan belaka. Karena pertama, pengakuan terhadap kekuasaan rezim penjajah telah dibayar mahal kira-kira dengan seluruh Palestina.

Kedua, pemerintahan setengah tertawan dan bohongan ini sendiri juga telah diinjak-injak dengan alasan yang tidak jelas. Pengepungan Yasir Arafat di gedung kepemimpinannya di Ramallah dan berbagai macam penghinaan dan pelecehan padanya adalah sebuah masalah yang tidak mungkin dilupakan.

Ketiga, baik pada masa Arafat maupun khususnya setelah masa Arafat perlakuan Rezim Zionis Israel terhadap para pejabat pemerintahan otonomi seperti perlakuan terhadap kepala-kepala polisi yang tugasnya adalah mengintai dan menangkap para pejuang Palestina dan memblokade informasi dan kepolisian mereka. Dengan cara inilah Rezim Zionis menebar dendam kesumat di tengah-tengah kelompok-kelompok Palestina dan mengadu domba mereka.

Keempat, sedikit hasil yang diraih Palestina itu juga berkat jihad para pejuang dan muqawama para pria dan wanita pemberani yang tidak pernah mengenal kata menyerah. Bila berbagai intifada tidak ada, hasil yang sedikit ini pun tidak bakal diberikan kepada mereka, sementara para pemimpin klasik Palestina selalu berusaha untuk mengikuti keinginan Rezim Zionis.

Ataukah berunding dengan Amerika dan Inggris sebagai pelaku dosa terbesar dalam mewujudkan dan mendukung gumpalan kanker ini? Sebelum menjadi mediator mereka sejatinya adalah pendukung satu pihak yang bertikai. Pemerintah Amerika tidak pernah menghentikan dukungan tanpa syaratnya terhadap Rezim Zionis bahkan kejahatan-kejahatan nyatanya antara lain dalam kejahatan terakhir yang terjadi di Gaza. Bahkan Presiden baru Amerika berkuasa dengan slogan pembaruan dalam politik pemerintah Bush, menyatakan dukungan mutlaknya terhadap keamanan Rezim Zionis Israel. Yakni melindungi teroris negara, melindungi kezaliman dan arogansi, melindungi pembantaian ratusan laki-laki, perempuan dan anak-anak Palestina dalam 22 hari. Ini artinya jalan menyimpang periode Bush, tidak kurang.

Berunding dengan lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga merupakan pilihan mandul lainnya. PBB dalam contoh kecil seperti masalah Palestina ketahuan belangnya. Dewan Keamanan PBB suatu hari dengan cepat mengakui pendudukan Palestina oleh kelompok-kelompok teroris. DK PBB berperan utama dalam kemunculan dan berlanjutnya kezaliman sejarah. Setelah itu selama beberapa dekade di hadapan pembersihan etnis, pengungsian masyarakat, kejahatan perang dan berbagai kejahatan lainnya Rezim Zionis Israel, Dewan Keamanan PBB memilih bungkam. Bahkan ketika Majelis Umum PBB sepakat menyebut Zionis sebagai rezim rasis, bukan saja DK PBB tidak menyetujuinya, dalam aksi mereka mengambil sikap 180 derajat dari keputusan itu. Negara-negara arogan dunia punya kekuatan sebagai anggota tetap DK PBB dan memanfaatkan PBB sebagai alat politik mereka.

Hasilnya, bukan hanya Dewan Keamanan PBB tidak membantu terciptanya keamanan dunia, namun di mana saja pengertian-pengertian seperti HAM, demokrasi dan semacamnya yang menjadi alat ketamakan dan hegemoni akan dipakai untuk menutupi tipuan dan kebohongan mereka dalam melakukan aksi-aksi ilegal.

Menyelamatkan Palestina tidak akan didapatkan dengan meminta pertolongan PBB, kekuatan-kekuatan hegemoni dan utamanya Rezim Zionis Israel. Jalan keselamatan hanya dengan resistensi dan muqawama, dengan persatuan bangsa Palestina dan kalimat tauhid yang menjadi khazanah tak terbatas gerakan jihad.

Pilar-pilar muqawama dari satu sisi adalah kelompok-kelompok pejuang Palestina dan rakyat mukmin dan muqawim Palestina baik di dalam maupun di luar Palestina dan di sisi lain, pemerintah dan umat Islam di seluruh dunia, khususnya ulama, cendekiawan, elit politk dan akademisi.

Bila dua pilar kokoh ini berada pada tempatnya, tak pelak hati nurani yang sadar dan pemikiran-pemikiran tidak akan musnah oleh daya tarik propaganda imperatur media istikbar dan Zionis. Di setiap pojok dunia manusia akan berlomba-lomba membantu mereka yang benar dan terzalimi dan lembaga-lembaga istikbar akan dilanda topan pemikiran, perasaan dan aksi.

Contoh hakiki dari kenyataan ini kita saksikan sepanjang hari-hari terakhir muqawama di Gaza. Tangisan seorang Barat yang menjadi ketua organisasi bantuan kemanusiaan internasional yang ditayangkan oleh media audio visual, pernyataan solidaritas para aktivis organisasi-organisasi bantuan kemanusiaan, aksi unjuk rasa besar-besaran rakyat di jantung negara-negara Eropa dan kota-kota di Amerika, langkah berani beberapa kepala negara di Amerika Latin, dan semuanya menunjukkan bahwa dunia non muslim secara keseluruhan belum menyerah di tangan para pembuat kejahatan dan fasad yang disebut Al-Quran dengan nama setan. Hingga saat ini medan untuk pawai kebenaran masih terbuka.

Benar, muqawama dan kesabaran mujahidin dan rakyat Palestina serta dukungan dan bantuan di segala bidang kepada mereka dari seluruh negara-negara Islam akan mampu menghancurkan mantera setan penjajah Palestina. Energi besar umat Islam mampu menyelesaikan berbagai masalah dunia Islam di antaranya masalah serius dan segera Palestina.

Kini ucapan saya kepada kalian, saudara dan saudari muslim di seluruh dunia dan kepada semua hati nurani yang sadar di seluruh negara dan bangsa. Berusahalah dan hancurkan mantera kebal kejahatan Rezim Zionis Israel. Para pemimpin politik dan militer rezim penjajah yang terlibat dalam tragedi Gaza diseret ke meja hijau. Para pejabat politik dan militer rezim penjajah harus diadili!

Bila para penjahat diadili, tidak mudah bagi mereka yang punya keinginan dan kegilaan untuk melakukan kejahatan. Membiarkan para pelaku kejahatan besar dengan sendirinya menjadi faktor dan pemicu kejahatan lain. Bila umat Islam setelah perang 33 hari Lebanon dan tragedi dahsyat itu menindaklanjuti secara serius untuk mengadili para pelakunya. Bila tuntutan legal setelah terbantainya sebuah iring-iringan pengantin di Afganistan, setelah kejahatan Blackwater di Irak, setelah terbongkarnya kejahatan militer Amerika di Abu Ghuraib dan lain-lain, hari ini kita tidak akan menyaksikan Karbala di Gaza.

Kita; negara dan umat Islam dalam berbagai masalah tidak melakukan kewajiban sesuai hukum akal dan keadilan. Hasilnya seperti yang kita saksikan hari ini.

Patut disayangkan betapa sebagian negara dan politikus dunia asing dengan kategori moral dan keputusan hati nurani. Bagi mereka pembantaian lebih dari 1.350 orang dan mencederai sekitar 5.500 orang tak bersenjata dan kebanyakan anak-anak selama 22 hari di Gaza tidak membangkitkan perasaan apa pun. Keamanan Rezim Zionis Israel sang penjagal menjadi sesuatu yang dikultuskan dan harus dilindungi. Sementara mereka yang dizalimi; baik itu pemerintah yang dipilih oleh suara mayoritas rakyat Palestina atau dari rakyat yang memilih pemerintah, akan menjadi tertuduh dan dikecam. Inilah hukum sitem politik yang tidak punya hubungan dengan akhlak, hati nurani dan keutamaan. Negara-negara seperti ini ketika menyaksikan kebencian yang begitu mendalam opini umum terhadap mereka, tanpa mau berkaca melihat sebab aslinya yang tampak jelas malah kembali melanjutkan politiknya. Dengan demikian roda yang ternoda ini terus berputar.

Saudara dan saudari yang mulia di seluruh dunia Islam! Belajarlah dari pengalaman!

Kini umat Islam berkat kesadaran Islam sejatinya memiliki kekuatan yang sangat besar. Kunci solusi berbagai masalah negara-negara Islam ada di tangan tekad dan persatuan kelompok agung ini. Dan masalah Palestina merupakan masalah paling mendesak dunia Islam.

Terkadang kita mendengar orang berkata, “Palestina adalah masalah Arab.” Apa makna dari ungkapan ini? Bila maksudnya adalah Arab punya rasa kekeluargaan yang lebih dekat dan siap memberikan pelayanan dan berjuang lebih aktif, ini adalah satu sikap yang patut dihargai dan kami mengucapkan selamat. Namun bila maksudnya adalah sebagian kepala negara-negara Arab tidak memberikan perhatian atas permintaan tolong rakyat Palestina dan masalah penting seperti tragedi Gaza malah bekerjasama dengan musuh penjajah dan zalim dan kepada pihak lain yang tidak bisa tenang karena panggilan kewajiban malah diteriaki, mengapa kalian membantu Gaza?!

Dalam kondisi yang semacam ini tidak ada satu pun seorang muslim dan Arab pemberani yang hati nuraninya sadar mau menerima ucapan seperti ini. Siapa saja tidak akan memaafkan bahkan mencela orang yang mengucapkan kalimat yang demikian. Ini tepat sekali logika Akhzam yang memukul ayahnya. Bila ada orang yang ikut campur, ia akan berteriak mengapa ia ikut campur. Setelah itu anaknya ikut memukuli kakeknya. Kejadian ini kemudian dijadikan peribahasa dalam bahasa Arab:
ان بني رملوني بالدم شينشينة اعرفها من اخزم

Membantu rakyat Palestina di segala bidang dan mendukung mutlak mereka adalah kewajiban kifa’i bagi seluruh umat Islam. Negara-negara yang mengkritik Republik Islam Iran dan sebagian negara Islam lainnya karena membantu Palestina, seharusnya mereka yang membantu dan mendukung rakyat Palestina, sehingga kewajiban Islam terbebaskan dari pundak yang lain. Bila tidak punya keinginan, kemampuan dan keberanian, lebih baik menggantikan sikap mengkritik dan aksi merusak dengan menghargai langkah bertanggung jawab dan berani pihak lain.

Para hadiri yang terhormat

Kalian yang hadir dalam konferensi ini adalah para pemikir dalam masalah Palestina. Kewajiban historis kita hari ini tidak untuk mengulangi ceramah dan teori masa lalu yang tidak mampu berbuat apa-apa, tapi mengajukan berbagai jalan keluar demi membebaskan Palestina dari kezaliman Rezim Zionis Israel. Usulan kami sebuah solusi logis sesuai dengan demokrasi yang menjadi logika semua pemikiran dunia. Usulan kami adalah seluruh mereka yang berhak atas tanah air Palestina, baik itu muslim, Kristen atau Yahudi, dalam sebuah referendum memilih struktur pemerintahannya dan semua orang Palestina yang bertahun-tahun sabar menahan sulitnya menjadi pengungsi juga harus ikut dalam referendum ini. Dunia harus tahu bila mereka tidak menerima solusi ini berarti mereka tidak konsekuen dengan demokrasi yang selalu digembar-gemborkan dan ini merupakan ujian lain bagi mereka.

Ujian mereka sebelumnya juga di Palestina ketika mereka menolak hasil pemilu Tepi Barat Sungai Jordan dan Gaza yang berujung pada terbentuknya pemerintah Hamas. Mereka adalah orang-orang yang menerima demokrasi bila hasilnya sesuai dengan keinginannya. Mereka aslinya adalah agresor dan petualang. Bila berbicara mengenai perdamaian tidak lebih dari kebohongan dan kelicikan.

Kini rekonstruksi Gaza adalah masalah paling penting Palestina. Pemerintah Hamas yang dipilih mayoritas rakyat Palestina, semangat dan perlawanannya mampu mengalahkan Reziom Zionis Israel dan titik paling cemerlang dari sejarah seratus tahun terakhir Palestina harus menjadi pusat aktivitas yang berkaitan dengan rekonstruksi. Sudah selayaknya saudara-saudara Mesir membuka jalan bagi masuknya bantuan dan mempersilahkan negara-negara dan umat Islam melaksanakan kewajiban pentingnya.

Pada akhirnya, tepat bila saya memuliakan kembali kenangan syuhada perang 22 hari yang darahnya menjadikan Gaza dan Palestina sebagai kemuliaan Islam dan Arab, sekaligus memohon ampunan dosa dan rahmat kepada mereka. Saya juga mengucapkan salam kepada seluruh syahid Palestina, Lebanon, Irak, Afganistan dan seluruh syuhada Islam dan juga kepada ruh suci Imam Khomeini ra.

Saya memohon kepada Allah agar Islam dan umat Islam menjadi mulia, semakin dekatnya umat Islam satu dengan lainnya dan dunia Islam semakin sadar. [islammuhammadi/sl/leader]

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sayyid Ali Khamenei

Yahoo Mesengger