POTO GUE

POTO GUE
"Kematian seperti cinta pertama yang mengubah segalanya"

Tuesday, February 06, 2007

Sesungguhnya Permohonan ampun kita membutuhkan permohonan ampun.

dari mail temen
Ass wr wb,
Kiriman dari seorang teman,banyak poin-poin penting yg bisa kita ambil sebagai pelajaran,yg Insya Allah bermanfaat bagi kita semua.
Sila lanjut.
Wass wr wb
umar


Sesungguhnya Permohonan ampun kita membutuhkan permohonan ampun.



Suatu hari salah seorang tokoh tabi’in yang bernama Hasan Al-Basri menemui tokoh wanita tabi’in ahlil ibadah Rabi’ah Al-Adawiyah Al-Bashriyah yang sedang duduk diantara orang-orang yang sedang bertafakkur / berzikir. Hasan berkata kepada Rabi’ah:

“Aku mempunyai kesaktian untuk berjalan diatas air. Ikutilah aku! Marilah kita pergi ke telaga nun di sana itu, dan sambil duduk-duduk di permukaan air kita membahas masalah-masalah spiritual”.



Rabi’ah menjawab:

“Jika engkau ingin memisahkan diri dari kalangan yang mulia ini, mengapa engkau tidak turut kepadaku, terbang ke angkasa kemudian duduk-duduk di sana sambil berbincang-bincang masalah spiritual/agama?”.



Hasan berkata:

“Aku tak dapat, karena kesaktian yang engkau sebut itu belum kumiliki”.



Rabi’ah berkata:

“Kesaktianmu untuk mengambang dipermukaan air adalah kesaktian yang dimiliki oleh ikan. Kesaktianku untuk menerawang di angkasa dapat pula dilakukan oleh seekor lalat. Kesaktian-kesaktian ini tidak merupakan sebagian dari kebenaran yang sejati – kesaktian-kesaktian ini dapat berubah menjadi dasar dari keangkuhan dan sikap berlomba-lomba tetapi bukan menjadi dasar dari kemajuan spiritual.”



Diriwayatkan bahwa Rabi’ah banyak menangis, ketakutan hingga jatuh pingsan manakala dia mendengar cerita tentang neraka, lalu dia berkata, “Permohonan ampun kita membutuhkan permohonan ampun.” Inilah tingkat makrifat yang tinggi.



Hal serupa dikatakan oleh Imam Ali Zainal Abidin, beliau berkata dalam munajad doanya: “Wahai Tuhanku, jika hamba yang seluruh kebaikannya merupakan kejelekan, maka apakah seluruh kejelekannya bukan merupakan kejelekan?”



Orang yang terperdaya oleh dirinya sendiri akan merasakan bahwa dirinya telah banyak berbuat baik. Orang itu dengan khayalan dan lamunannya sendiri merasa telah sampai kepada maqam / kedudukan spiritual yang tinggi dan suci. Barangsiapa yang melakukan ketaatan-ketaatan / kesalehan-kesalahan dan ia merasa telah mengungguli orang lain dalam ketaatan dan kesalehan-kesalehan, maka sesungguhnya ia telah gagal total dan jatuh dalam kehinaan yang tak disadarinya, karena Allah Tabaraka wa Ta’ala tidak mentoleri kesombongan sekecil apapun.



“….Dan jika bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun diantara kamu yang bersih selama-lamanya. Tetapi Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. (QS. An-Nur 21).

Bahkan tidak disadarinya bahwa seluruh taufik dan hidayah yang diperoleh bersumber dari kemurahan Allah SWT. Inilah amal perbuatan orang yang tertipu oleh diri mereka sendiri dan ini pulalah yang ditegaskan oleh Imam Zainal Abidin dalam munajadnya diatas, bahwa apabila seluruh kebaikan manusia merupakan kejelekan dalam pandangan Allah, tentu lebih-lebih lagi dengan keburukanya.



Dengan nada yang sama Rabi’ah mengatakan bahwa permohonan ampun kita membutuhkan permohonan ampun. Karena keinginan untuk memohon ampunan tersebut tidak dilakukan secara tulus ikhlas.



Diriwayatkan bahwa Rabi’ah tidak menerima pembirian apa pun yang diberikan orang, oleh sebab itu dia berkata, “Aku tidak membutuhkan dunia”. Orang-orang seperti beliau ini tidak pesimis sedikitpun tentang urusan dunianya, akan tetapi selalu pesimis tentang akhir hayatnya, apakah mampu dalam keadaan khusnul khatimah atau tidak?, karena itu selalu meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Ketika dia mendengar Sufyan Ats-Tsauri mengatakan, “Aduh, alangkah sedihnya hatiku, hingga kapan kita harus menjadi orang-orang yang sedih?” Rabi’ah menjawab, “Alangkah sedikitnya rasa sedihku, aku merasa sakit, namun mengapa hanya demikian?” Orang lain mengatakan, “Mengapa aku sedih?” Sementara dia mengatakan, “Mengapa rasa sedihku hanya sedikit?”



Dalam kesempatan yang lain dia berkata, “Sembunyikanlah seluruh kebaikan kalian sebagaimana kalian menyembunyikan keburukan kalian, karena menampakkan kebaikan adalah merupakan sebuah kekurangan manusia”.



Salah seorang ahli makrifat berkata, “Bahwa munculnya para kekasih Allah lebih memilih tampil sebagai hamba Allah sejati yang menunjukkan kehambaan (ubudiyah) murni di hadapan-Nya, daripada tampil sebagai sosok pengejawatan Kebesaran-Nya (rububiyah). Artinya, jika tidak karena darurat, maka para kekasih Allah tidak mungkin menampakkan sesuatu yang luar biasa / khariq al-adat (kesaktian / karamah) yang tak mungkin dapat dilakukan oleh lazimnya makhluk, yang merupakan kebesaran Allah SWT.



Karena itu adalah manifestasi rububiyah-Nya yang tampil pada diri mereka. Orang-orang yang telah sampai pada tujuan mereka, mengatakan bahwa kemunculan para kekasih Allah dalam ubudiyah lebih mereka sukai (mereka lebih istiqamah) daripada kemunculan mereka dalam rububiyah. Sesungguhnya orang-orang saleh yang diberi istiqamah lebih merasa bahagia daripada diberi karomah. Menuntut mencari istiqamah lebih mulia daripada menuntut mencari karomah, sebab sesungguhnya tabiat manusia mempunyai kecendrungan menuntut karamah, sedang Allah menuntut istiqamah dari hamba-hamba-Nya.



Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,

Dan tidak ada hak bagi seorang rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah (QS. Ar-Ra’d: 38)



Kalau tidak ada izin dari Allah jangankan seorang kekasih / wali Allah bahkan seorang Rasul / Nabi pun yang dapat mendatangkan kesaktian / karomah / mukjizat. Jika tidak?, maka seluruh makhluk termasuk jin, malaikat dan manusia, tidak akan dapat melakukan sesuatu sesuka mereka. Segala yang ada di alam ini berjalan atas kehendak Allah SWT. Ketika suatu keajaiban muncul, maka itu berarti tanda-tanda kebesaran ketuhanan Allah hadir melalui perantara hamba-Nya.



Syihabuddin As-Suhruwardy dalam bukunya “Awarif Al-Ma’arif, membawakan bait-bait puisi Rabi’ah yang berbunyi:



Kujadikan Engkau teman berbincang kalbu

Biar tubuhku berbincang dengan-Mu

Dengan-Mu tubuhku merasa dekat dalam kalbu

terpancang selalu, Oh kasihku, cintaku



Dalam kesempatan yang lain dia berkata:

Duhai jiwa, berapa lama kau tertidur?

Sampai kapan kau tertidur?

Hampir saja kau tertidur dan tidak bangun kalau bukan

Karena sangkala Hari Kebangkitan mengoyakmu

Wahai Tuhanku, pengabdianku kepada-Mu

Bukan karena panasnya neraka,

Bukan karena nikmatnya surga,

Namun karena besarnya cintaku pada-Mu

Rindu bertemu dengan-Mu itulah yang mendorongku



Dia juga pernah berkata:

Daku mencintai-Mu dengan dua cinta, satu karena hasrat

Dan satu karena Kaulah yang paling layak

Hasrat-hasrat adalah karena kesibukan mengingat-Mu dari pada selain-Mu

Kelayakan-Mu adalah karena Engkau telah bukakan tabir hingga daku dapat melihat-Mu (tentunya bukan secara lahiriyah-pent)

Maka tak ada puji untuk ini dan itu, segala puji hanya untuk-Mu selalu.



Allahu Akbar.



Demikianlah sekelumit kisah Rabi’ah Al-Adawiyah Al-Bashriyah seorang wanita salehah, hal ini tidak dimaksudkan untuk mengkultuskan beliau Rahimahullahuta’ala anha akan tetapi kiranya kita dapat mengambil manfaat darinya, sesunggunya kehidupan orang-orang saleh selalu menjadi perhatian kaum ulama, karena memiliki peran besar dalam menumbuhkan, memperkuat dan meneguhkan iman kepada Allah SWT. Al-Qur’an sendiri, yang menjadi pedoman hidup kita, berisi berbagai kisah yang penuh hikmah. Allah SWT berfirman:

“Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan kepadamu agar Kami teguhkan hatimu dengannya,” (QS. Hud: 120).



Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyi berkata, “Jika perjalanan hidup kaum arifin dibacakan kepada orang yang beriman, maka imannya kepada Allah akan semakin teguh”. Dan Imam Junaid Al-Bughdadi berkata, “bahwa kisah-kisah kehidupan kaum shalihin / orang-orang saleh merupakan salah satu bala tentara Allah, kisah-kisah itu akan meneguhkan hati para pencari kebenaran sejati. Penulis buku A’malut Tarikh mengatakan barangsiapa menulis riwayat hidup seorang saleh dengan jujur, maka insya Allah kelak di hari kiamat bersama meraka. Mudah-mudahan Allah SWT memasukkan kita kedalam orang-orang yang mencintai meraka dan memasukkan kita dalam kelompok mereka di surga-Nya kelak, karena sesungguhnya bekal kita tidak ada sama sekali dan satu-satunya harapan adalah rahmat dari Allah. Amin Allahumah amin Ya Mujib assailin.

No comments:

Yahoo Mesengger