POTO GUE

POTO GUE
"Kematian seperti cinta pertama yang mengubah segalanya"

Friday, February 27, 2009

Apa yang diinginkan mereka?









Gambar1 : Ini adalah foto Rumah Nabi Saw dan Sayyidah Khadijah as, tempat mereka berdua tinggal selama 28 tahun. Ini menjadi bukti sebenarnya WAHABI ingin menghancurkan semua sejarah umat Islam serta mengkafirkan Umat Islam.
Gambar 2: gambar sisa runtuhan rumah Nabi Saw & Sayyidah Khadijah as yang dilihat lebih dekat.
Gambar 3: adalah runtuhan pintu masuk ke kamar Rasul Saw di rumah Sayyidah Khadijah as.
Gambar 4 : adalah sisa runtuhan kamar Rasul Saw dan Sayyidah Khadijah as.
Gambar 5: adalah Gambar runtuhan tempat Sayyidah Fatimah as, puteri kesayangan Rasulullah Saw dilahirkan.
Gambar 6 : adalah makam Sayyidah Khadijah as (yang besar) dan puteranya, Qasim (yang kecil) di sudut.
Catatan :
Sebagian besar gambar tersebut diperoleh dari kitab : Ummul Mu’minin, Khadijah binti Khuwaylid, Sayyidah Fie Qalby al-Mushtafa karya DR. Muhammad Abduh Yamani yang telah diterjemahkan oleh penerbit Pustaka IIMaN dengan judul : Khadijah Drama Cinta Abadi sang Nabi. Penulis adalah bekas Menteri Penerangan Kerajaan Arab Saudi.

Wednesday, February 18, 2009

Syiah Dan Sunni, Konflik Yang Direkayasa

Syiah Dan Sunni, Konflik Yang Direkayasa

Minggu, 15 Pebruari 2009

Derita Muslim Syiah maupun Sunni di dunia tak pernah berujung. Setiap ada aksi teror, media masa melukiskannya sebagai aksi pembantaian kaum Muslim Syiah atas Sunni, ataupun sebaliknya. Sepertinya aksi-aksi seperti ini akan terus bergulir mengingat isu ini adalah isu yang paling baik untuk pecah belah persatuan Islam.

Tulisan dibawah ini adalah buku yang ditulis oleh tokoh Ikhwanul Muslimin DR. Izzuddin Ibrahim yang membawakan fakta dan data bahwa konflik Sunni dan Syiah adalah konflik rekayasa dari musuh-musuh Islam.

Kemenangan gerakan kebangkitan rakyat Islam dan bangsa revolusioner Iran yang kelihatannya mustahil telah membuat Barat ketakutan. Jadi, sesuai kemampuannya mereka selalu berusaha agar para revolusioner Islam tidak bisa meraih kekuatan.

Sejak awal abad 19, dunia Islam berhadapan dengan tantangan modern yang datang dari Barat hasil Revolusi Industri dan kedengkian. Tantangan ini pada tahap awalnya dipengaruhi oleh sentimen Salibisme kuno dan dimulainya serangan Prancis. Ancaman ini menumbangkan sistem politik kita yang terjelma dalam ‘khilafah’. Mereka menduduki negeri-negeri kita dan menyerang kita lewat pemikiran dan budaya dengan memaksakan sistem-sistem sekularisme yang lemah.

Lebih dari 30 tahun lalu, tantangan ini telah melaksanakan tugas paling berbahayanya, yaitu mendirikan rezim palsu Yahudi di jantung dunia Islam dan mendudukkan koloni serta antek-anteknya di sebuah negeri yang telah mereka rampas.

Hal ini tercipta lewat sebuah sistem yang terprogram dan busuk, bahwa pengukuhan kepentingan ini hanya dapat dijalankan dengan mendirikan Israel. Pendirian Israel melazimkan penghancuran khilafah dan keberlangsungan keberadaan Israel dan menuntut sistem-sistem pemerintahan dalam negara-negara Islam menjadi boneka dan bergantung pada kekuatan imperialis. Oleh karena itu, semua rezim-rezim ini adalah bayi alamiah dan logis yang lahir dari rahim imperialis yang pada hakikatnya merupakan sisi lain dari sekeping mata uang Israel. Sampai beberapa tahun yang lalu, masalah-masalah ini terlihat sedemikian rupa dan kekuatan Barat mengira bahwa mereka telah menghantamkan pukulan terakhirnya pada peradaban Islam yang telah loyo dan lemah. Namun, Revolusi Islam Iran tiba-tiba muncul dan melepaskan anak panah perlawanan pertamanya ke arah Barat. Kemenangan revolusi Islam ini adalah kemenangan pertama Islam dalam era kontemporer. Kehidupan dan kegembiraan yang dikira telah mati dalam tubuh ini telah kembali dan sekarang bangkit lagi dan berdiri tegak dengan segarnya. Dari mana? Setelah pengaruh busuk musuh sangat kental, kuat dan liar, maka tibalah tahapan baru. Kita telah memahami hakikat kita dan kita ingin bangkit setelah menahan penghinaan selama dua abad dan keterbelakangan serta kebodohan selama berabad-abad.

Revolusi Islam terus maju agar mampu menanamkan berbagai pemahaman dan pemikiran. Sebagian pemahaman dan pemikiran itu adalah:

1- Revolusi Islam telah menghapus keperkasaan kekuatan adi daya dari benak semua pihak -khususnya kaum muslimin dan tertindas di dunia.

2- Setelah mencampakkan model Barat ke dalam kursi tergugat, Revolusi Islam mengenalkan peradaban baru kepada umat manusia. Dalam hal ini, Roger Garoudy pemikir Perancis berkata: “Imam Khomeini telah membuang pola dan sistem pembangunan ala Barat ke kursi tergugat.” Kemudian dia berkata: “Imam Khomeini telah memberikan makna dalam kehidupan rakyat Iran.”

3- Setelah lebih dari satu abad upaya-upaya untuk menyingkirkan kekuatan dan pengaruh Islam, revolusi Islam malah mengokohkan peranan bersejarah Islam dalam kehidupan negara-negara di kawasan.

Tetapi, apakah Barat dan para bonekanya akan membiarkan Revolusi Islam maju begitu saja dan kemudian berhadap-hadapan dengan Barat serta menghancurkan kekuatannya? Apakah mereka akan diam saja melihat semangat dan kegembiraan yang muncul dalam tubuh umat Islam, seperti kegembiraan karena turunnya hujan setelah penantian yang cukup panjang? Apakah mereka akan membiarkan semangat dan harapan Islami yang telah diciptakan Revolusi menuai hasilnya?

Kemenangan gerakan kebangkitan rakyat Islam dan bangsa revolusioner Iran yang kelihatannya mustahil telah membuat Barat ketakutan. Jadi, sesuai kemampuannya mereka selalu berusaha agar para revolusioner Islam tidak bisa meraih kekuatan. Tetapi, ketika Barat berada dalam tahap ini pun mereka kalah, lalu mereka berusaha bergerak dalam beberapa poros yang saling terkait:

1- Mulai memprovokasi kaum minoritas dengan memanfaatkan kegamangan yang ada setelah kemenangan Revolusi Islam.

2- Melindungi berbagai kelompok pembangkang Iran, baik dari kelompok kerajaan dan SAVAK (intel Syah) atau kelompok sekuler dan memanfaatkan mereka untuk menentang Revolusi Islam.

3- Memberlakukan embargo ekonomi dan politik atas Iran yang dipimpin oleh Amerika dan Eropa. Embargo ini yang terlihat jelas dimulai sejak krisis tawanan mata-mata Amerika di Tehran.

4- Menggelar serangan dari luar lewat Saddam Husein dan tentara Irak.

5- Menyebar fitnah di antara dua sayap umat -Sunni dan Syiah- sebagai usaha terakhir untuk mengepung gerakan Revolusi Islam dan mencegahnya sampai ke daerah berpenduduk Sunni, baik kawasan-kawasan penghasil minyak atau negara-negara tetangga Israel.

Ketika pemberontakan kaum minoritas jelas-jelas telah ditumpas dan kelompok-kelompok kerajaan dan sisa-sisa oposisi sekuler telah hancur, dan ketika Revolusi berhadapan dengan embargo sedemikian rupa, Imam Khomeini malah menyebutnya sebagai ‘berita baik’ dan kepada para mahasiswa pengikut setianya, beliau berkata: “Kita tidak bangkit dengan revolusi untuk mengenyangkan perut. Jadi ketika mereka menakut-nakuti kita dengan kelaparan, mereka harus tahu bahwa mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Kita bangkit demi Islam, sebagaimana Nabi Muhammad saww bangkit. Dan kita tidak berhadapan dengan masalah sebagaimana yang dihadapi Nabi Muhammad saw. Jika anda tidak berada dalam tekanan, maka Anda tidak akan berpikir maksimal.”

Para pelaku serangan dari luar juga jatuh tersungkur dalam sumur yang digalinya sendiri, dengan sakit, luka, penyesalan dan kekalahan telak. Tetapi mereka sendiri mengakui bahwa poros kelima -menciptakan fitnah di antara Syiah dan Sunni- cukup berhasil. Namun demikian, umat Islam akan segera memahami setan mana yang meniupkan api fitnah dan akan mengetahui bahwa fitnah ini adalah palsu dan kekuatan imperialis-lah yang ingin menyudutkan negara-negara Islam, sehingga negara-negara Islam harus berhadapan dengan perbuatan-perbuatan buruk mereka.

Kekuatan imperialis dan negara-negara boneka, para raja minyak hedonis -boneka-boneka mainan- memahami dengan baik bahwa peperangan ini tidak membutuhkan senjata dan tentara, tetapi membutuhkan pemimpin yang memberikan ‘fatwa’. Maka mereka membiarkan peranan yang diinginkannya yang dimainkan lewat kepala-kepala bersorban dan janggut-janggut berjurai, baik di dalam atau di luar institusi resmi negara.

Sebagian mereka menentang Revolusi Islam dengan serangan isu-isu yang membingungkan. Seolah-olah merekalah yang melahirnya menemukan bahwa Revolusi ini adalah Revolusi Syiah sementara Syiah adalah sebuah golongan sesat atau kafir! Dan Ayatullah Khomeini yang dengan duduk di sajadahnya telah mampu mengguncang kekuasaan kerajaan yang sebenarnya mereka adalah orang tersesat dan kafir! Adegan seorang pemuda Islam yang memegang sebuah buku Saudi yang penuh dengan tuduhan, distorsi dan cacian terulang kembali di depan mata kita. Dia membawa buku tersebut ke masjid suci, sembari menjelaskan berbagai kesesatan!

Poin ini dapat dipahami bahwa sebagian para pemuda itu melakukannya dengan niat baik dan menyangka bahwa perbuatan tersebut benar-benar hanya untuk Allah. Kapankah pemuda ini mengetahui bahwa lewat niat baiknya itu dia telah melaksanakan sebuah program imperialis? Dan bagaimana dia bisa membebaskan dirinya sebelum semuaya terlambat?

Umat Islam harus memandang dengan keraguan dan curiga kepada orang-orang yang menampakkan keislaman dirinya, sementara mereka membenci Revolusi Islam. Umat juga harus curiga pada keinginan, niat dan tujuan orang-orang tersebut.

Masalah menakjubkan dari mereka ini adalah, meraka telah menjadikan gerakan Islami berhadapan dengan sebuah jalan buntu yang berbahaya dan tidak ada duanya, sebab kehadiran musuh-musuh Revolusi dalam barisan-barisan gerakan Islam tidak bisa dibenarkan dan gerakan hakiki Islam tidak punya pilihan lain selain menyingkirkan mereka dari barisannya, cepat atau lambat.

Mereka-mereka yang ingin menghancurkan model sempurna Iran dalam kepribadian Islami terutama dalam memandang masalah negeri pendudukan Palestina sebenarnya hanya akan menghancurkan dirinya, sebab mereka telah berdiri menentang gerakan maju sejarah dan berhadapan dengan sebuah Revolusi Islami yang dalam piagam Ikhwanul Muslimin, pemimpinnya disebut sebagai ‘kebanggaan bagi Islam dan kaum muslimin’.

Saya tidak tahu bagaimana menanggapi ucapan seorang pemuda muslim kepada saya: Sebuah keanehan atau tidak? Sebab pemuda ini telah keliling ke beberapa negara Islam, tetapi tidak menemukan hal yang lebih buruk dari serangan yang dilakukan beberapa oknum yang berlahiriyah keislaman di negeri Palestina pendudukan terhadap Revolusi Islam. Sedangkan pemuda ini juga tidak melihat satu negara manapun yang lebih bersemangat dan berharap pada Revolusi Islam lebih dari Palestina.

Setelah pengantar ini, dalam pembahasan singkat ini saya akan berusaha menyingkap beberapa hakikat penting kepada kaum muslimin umumnya dan para pembesar berbagai gerakan Islami secara khusus. Saya tidak ingin berbicara berdasarkan ijtihad saya bahwa Syiah dan Sunni adalah sesama saudara dalam Islam, hanya pandangan dan ijtihad dalam memahami Kitab dan Sunnah saja yang membuat mereka terpisah dan perbedaan ini tidak merusak persaudaraan mereka dan tidak membuat yang lain keluar dari Islam dalam pandangan yang lainnya.

Saya tidak ingin membawa dalil-dalil agama yang pasti berakhir pada kesimpulan yang pasti dan jelas ini, sebab hal ini adalah pembahasan lain. Dan di era ini, ketika ketidaktahuan dan fanatisme buruk dari sebuah kelompok sangat tinggi, kita terpaksa harus membahasnya, tetapi saya akan membahasnya dari sisi lain dan sisi yang lebih sempurna. Saya akan berusaha menjelaskan posisi dan pendapat para tokoh, pemikir dan penguasa muslim yang kepemimpinannya disepakati oleh berbagai gerakan Islami.

Saya dengan baik memahami bahwa masalah anti Revolusi Islam Iran dan kebisingan yang dibuat oleh sejumlah anggota dan pimpinan gerakan Islami berkaitan dengan masalah Sunni dan Syiah bukanlah masalah yang berakar dan hakiki, tetapi masalah baru yang dipaksakan pihak lain pada para pemuda yang penuh keikhlasan dan kesucian ini. Sebagaimana yang telah saya sebutkan: Setelah beberapa waktu mereka diletakkan dalam lingkaran keraguan dan keputusasaan, tiba-tiba bagi mereka diungkapkan bahwa Revolusi yang telah menghidupkan harapan dan memberi hasil bukanlah sebuah revolusi Islam tetapi sebuah revolusi Syiah! Dan Syiah adalah kafir!

Muhibbuddin Khatib, penulis buruk asal Arab Saudi yang bukunya telah dicetak beberapa kali di Arab Saudi (dalam 50.000 eksemplar) membawa berbagai dalil tentang kekafiran dan kesesatan serta keluarnya Syiah dari Islam. Dia menyebutkan bahwa Syiah memiliki Al-Qur’an yang berbeda dengan Al-Qur’an yang kita miliki, dan berbagai kebatilan dan isu-isu semisal ini.

Sebagian kalangan yang menyebarluaskan pemikiran Khatib yang salah dan sesat, malah lalai akan pemikiran-pemikiran para tokoh islamis terkenal lainnya dalam gerakan mereka.

Tapi kita tahu bahwa Khatib adalah salah satu orang yang memerangi pemerintahan Khilafah Islami dan bergabung dengan salah satu gerakan kesukuan -para tokoh pemuda Arab- dan setelah rahasianya terbongkar ketika dia sedang belajar di Bab 'Aali, pada tahun 1905 Masehi dia melarikan diri ke Yaman. Ketika Syarif Husein mengumumkan Revolusi Arab, Khatib pun bergabung dengannya. Kemudian Khilafah menjatuhi hukuman mati terhadapnya. Khatib tidak kembali ke Damaskus kecuali setelah kekalahan tentara Turki Usmani dan masuknya tentara Arab ke Damaskus! Dan setelah itu, dia menjadi pimpinan surat kabar pertama Arab bernama al-‘Ashimah.[1]
Sekarang, mari kita kembali menganalisa sikap dan pendapat para pemimpin berbagai gerakan Islami dan pemikir Islam berkaitan dengan fitnah yang haram ini dan hiruk pikuk buatan yang sangat disesalkan ini.

Imam Syahid Hasan al-Banna, adalah pembawa panji gerakan Islam terbesar era modern dan salah satu tokoh ide kedekatan antara Syiah dan Sunni. Beliau juga merupakan salah satu pendiri dan tokoh berpengaruh dalam aktivitas “Jamaah Taqrib Baina Al-Mazhahib Al-Islamiyah” di Kairo, padahal sebagian kalangan menyebut pendekatan mazhab mustahil tercapai. Tetapi al-Banna dan sekelompok pembesar dan ulama Islam menganggapnya mungkin dan bisa terjadi. Mereka sepakat agar semua muslimin (Sunni dan Syiah) berkumpul bersama dalam keyakinan-keyakinan dan prinsip yang disepakati dan dalam hal-hal yang bukan merupakan syarat iman dan bukan bagian dari tiang-tiang agama dan secara lazim tidak mengingkari pembahasan agama yang jelas, kaum muslimin harus menghargai keyakinan masing-masing.

DR. Abdulkarim Biazar Shirazi dalam buku Wahdat Islami yang terdiri atas makalah para ulama Syiah dan Sunni yang telah dicetak dalam majalah Risalatul Islam dan telah dicetak oleh Darut Taqrib Mesir, tentang Jamaah Taqrib berkata:

“Mereka sepakat mengumumkan bahwa: Seorang muslim adalah orang yang mengimani dan meyakini Allah Tuhan alam semesta, Muhammad saw nabi yang tidak ada lagi nabi setelahnya, Al-Qur’an kitab samawi, Ka’bah kiblat dan rumah Allah, lima rukun yang diakui, hari kiamat serta melaksanakan hal-hal yang dianggap penting. Rukun-rukun ini -yang disebutkan sebagai contoh- telah disepakati oleh para peserta pertemuan, utusan-utusan mazhab yang empat dan utusan-utusan Syiah dari mazhab Imamiah dan Zaidiyah."[2]

Pertemuan tersebut dihadiri oleh Syaikh al-Azhar yang juga Otoritas Fatwa Tertinggi saat itu, Imam Besar Abdulmajid Salim, Imam Mustafa Abdurrazzaq dan Syaikh Shaltut.

Penulis memang tidak menemukan info sempurna tantang peranan khusus Imam Syahid Al-Banna dalam hal ini, tetapi salah satu pemikir Ikhwanul Muslimin Ustad Salim Bahansawi dalam bukunya berkata:

“Sejak Jamaah Taqrib antara mazhab-mazhab Islam didirikan dan Imam Hasan al-Banna dan Ayatullah Qumi berperan dalam pendiriannya, kerja sama antara Ikhwanul Muslimin dan Syiah tercipta, yang pada kelajutannya terjadi kunjungan Syahid Nawwab Safavi ke Mesir pada tahun 1954.[3] Dalam kitab itu, dia melanjutkan: “Tidak heran jika garis kebijakan dan metode kedua kelompok berakhir dengan kerja sama ini.”

Demikian pula, sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam ritual haji tahun 1948 Masehi, Imam al-Banna bertemu dengan Ayatullah Kasاani, ulama besar Syiah, dan di antara keduanya tercapai beberapa kesepakatan.

Salah satu tokoh kontemporer dan berpengaruh Ikhwanul Muslimin dan salah satu murid Imam Syahid adalah Ustad Abdul Muta’al Jabri yang menurut kutipan Roober Jakcson, menulis dalam bukunya:

“Jika usia pria ini -Hasan al-Banna- panjang mungkin saja mayoritas muslimin, hal-hal penting bagi kedua negara ini akan terwujud, khususnya jika Hasan Al-Banna dan Ayatullah Kashani, tokoh Iran, sepakat dalam penghapusan masalah pertentangan (ikhtilaf) antara Syiah dan Sunni. Keduanya bertemu pada ritual haji tahun 1948 Masehi dan kelihatannya telah menyepakati beberapa poin penting, tetapi Hasan Al-Banna telah diteror tidak pada waktunya.”[4]

Ustad Jabri menjelaskan: “Ucapan Weber benar, dengan insting politiknya dapat dirasakan usaha Imam dalam pendekatan mazhab-mazhab Islam. Jadi jika dia sadar dengan peranan besar Imam al-Banna dalam hal ini (yang waktu ini bukan saatnya membahas tentang bagaimana pernanan itu), apa yang akan dikatakannya?”

Dari beberapa hal ini, kita bisa menarik beberapa hakikat penting, antara lain:

1- Setiap Syiah dan Sunni memandang satu sama lainnya sebagai muslim.

2- Pertemuan dan kesepakatan kedua ulama ini dan menyingkirkan pertentangan adalah hal penting dan tidak bisa diingkari dan tanggung jawab ini berada di pundak gerakan islami yang sadar dan berpegang teguh pada perjanjian.

3- Imam Syahid Hasan al-Banna juga telah berusaha sekuat mungkin dalam masalah ini.

DR. Ishaq Musawi Husaini, dalam kitab al-Ikhwanul Muslimin...Kubra Al-Hakarat Al-Islamiyah Al-Haditsah[5] menulis: Sebagian mahasiswa (Syiah) yang sedang belajar di Mesir telah bergabung dengan Ikhwan. Ketika Nawwab Safavi mengunjungi Suriah dan bertemu dengan Mustafa Subai, Sekjen Ikhwanul Muslimin di sana, Subai kepada Nawwab mengadukan kekecewaannya terhadap sikap sebagian pemuda Syiah yang bergabung dengan gerakan sekuler dan nasionalis. Nawwab Safavi naik ke atas mimbar dan di depan kelompok Syiah dan Sunni berkata: “Siapa saja yang ingin menjadi Syiah hakiki Ja’fari harus bergabung dengan barisan Ikhwanul Muslimin”. Tapi, siapakah Nawwab Safawi? Dia adalah pimpinan organisasi “Martir-Martir Islam” yang Syiah.

Ustad Muhammad Ali Dhanawi, mengutip dari Bernard Louis: “Selain mengikuti mazhab Syiah, mereka juga memiliki ide tentang persatuan Islam dan memiliki banyak kesamaan dengan Ikhwan Mesir dan mereka saling berhubungan." [6] Ketika menganalisa prinsip dasar organisasi Martir-Martir Islam, Ustad Dhanawi menemukan bahwa:

“Pertama: Islam adalah sebuah sistem integral bagi kehidupan. Kedua: Kecenderungan terpecah belah dalam berbagai firqah di kalangan muslimin yaitu Sunni dan Syiah adalah kecenderungan yang tertolak.” Kemudian, dia mengutip ucapan Nawwab: “Mari kita upayakan persatuan Islam dan kita lupakan segala sesuatu yang bukan bagian dari jihad kita demi kemuliaan Islam. Apakah belum tiba saatnya kaum muslimin memahami hakikat dan meninggalkan pertentangan antara Syiah dan Sunni?”

Ustad Fathi Yakan menjelaskan peristiwa kunjungan Nawwab Safawi ke Mesir dan semangat serta sambutan Ikhwanul Muslimin ketika menyambutnya. Kemudian, berkaitan dengan hukuman mati dari Syah untuk Nawwab, dia berkata:

“Hukuman zalim ini diprotes dengan sangat keras di negara-negara Islam. Kaum muslimin dari seluruh dunia yang menghargai keberanian dan jihad Nawwab Safavi sangat terguncang dan menentang hukum tersebut serta mengutuk hukuman mati yang dijatuhkan atas mujahid mukmin itu lewat telegram. Hukuman mati Nawwab Safavi merupakan peristiwa tragis dalam era kontemporer.”[7]

Demikianlah, bukan hanya seorang muslim Syiah yang dalam pandangan Ustad Fathi Yakan dianggap sebagai salah satu syuhada Ikhwan, tetapi dia yakin bahwa Nawwab dan para pendukungnya telah bergabung bersama rombongan syuhada dengan kesyahidan mereka. Syahid-syahid kekal yang darahnya akan menjadi pelita yang akan menerangi jalan kebebasan dan pengorbanan para generasi muda. Dan memang demikian adanya, dan tidak lama setelah itu terjadi Revolusi Islam yang menghantam kekuasaan Syah yang despotik. Syah terkatung-katung dan terusir. Dan terwujudlah firman Allah swt:

وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الْمُرْسَلِينَ، إِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنصُورُونَ، وَإِنَّ جُندَنَا لَهُمُ الْغَالِبُونَ [8]

Demikianlah, janji Kami tentang hamba-hamba yang Kami utus. Sesungguhnya mereka akan tertolong dan pasukan Kami pasti akan menang.

Setelah pengumuman tentang pengakuan eksistensi rezim zionis Israel oleh Iran di zaman rezim, Ustad Fathi Yakan berkata:

“Bangsa Arab semestinya mencari Nawwab dan para pendukungnya di Iran. Tetapi negara-negara Arab tidak juga memahaminya sampai saat ini dan tidak mengetahui bahwa gerakan islamiyah adalah satu-satunya penolong dalam masalah-masalah muslimin di luar Arab. Apakah Nawwab lain akan muncul di Iran?” [9]

Oleh karena itu, Ustad Yakan sedang menanti Nawwab lain. Jadi -sumpah demi Allah- mengapa ketika Nawwab dan orang yang lebih besar dari Nawwab datang, sebagian marah dan sebagian lagi malah menjadi demam?!

Majalah al-Muslimun yang diterbitkan Ikhwanul Muslimin, dalam salah satu edisinya berjudul “Bersama Nawwab Safavi” menulis: “Syahid yang mulia, Nawwab Safavi, memiliki hubungan erat dengan al-Muslimun dan pada bulan Januari 1954 Masehi tinggal kantor majalah di Mesir sebagai tamu.”[10]

Kemudian, berkaitan dengan pendapat Nawwab tentang para tahanan dari kelompok Ikhwan, majalah ini menulis:

“Ketika pembesar-pembesar Islam di mana saja menjadi sasaran para taghut, kaum muslimin harus menutup mata dari perselisihan antara mazhab dan harus bersama-sama merasakan penderitaan dan kesedihan saudara-saudaranya yang dizalimi ini. Tidak bisa diragukan lagi bahwa dengan perjuangan Islam, kita bisa menggagalkan usaha musuh untuk menciptakan perpecahan di antara kaum muslimin. Keberadaan berbagai mazhab dalam Islam bukanlah bahaya dan kita juga tidak bisa menghapuskan mazhab-mazhab itu. Apa yang harus kita cegah adalah penyalahgunaan kondisi ini oleh kalangan tertentu.”[11]

Di akhir makalah, majalah ini mengutip ucapan Nawwab Safavi:

“Kami yakin bahwa kami pasti akan terbunuh. Jika tidak hari ini, mungkin besok. Tetapi darah dan pengorbanan kami akan menghidupkan Islam dan akan membangkitkan Islam. Islam hari ini membutuhkan darah dan pengorbanan, tanpa keduanya, Islam tidak akan pernah bangkit lagi.

Sebelum kita akhiri pembahasan tentang hubungan Ikhwanul Muslimin dengan Syiah, kami harus menyebutkan bahwa Ustad Abdul Majid al-Zandani, Sekjen Ikhwanul Muslimin -sampai dua tahun lalu- yang berada dalam tahanan di Utara Yaman adalah Syiah[12] dan sebagian besar anggota Ikhwan di Utara Yaman adalah Syiah.

Sekarang, kita kembali ke masalah Jamaah Taqrib agar kita bisa mendengar ucapan anggota penting Jamaah, pemimpin besar, Mahmud Syaltut, Syaikh Al-Azhar. Dia berkata:

“Saya meyakini ide taqrib ini sebagai sebuah garis kebijakan yang benar dan sejak awal saya ikut berperan dalam Jamaah.”[13]

Kemudian beliau berkata:

“Al-Azhar Al-Syarif saat ini mengakui hukum dasar (dasar taqrib di antara pemeluk berbagai mazhab) dan akan menganalisa fikih mazhab-mazhab Islami dari Sunni sampai Syiah; analisa yang berlandaskan dalil dan argumentasi serta tanpa mengedepankan fanatisme kepada ini dan itu." [14]

Selanjutnya beliau berkata:

“Andai saya bisa berbicara pada pertemuan-pertemuan Daruttaqrib. Saat itu, ketika seorang warga Mesir duduk berdampingan dengan seorang warga Iran atau Libanon atau Pakistan atau utusan negara-negara lainnya, dari Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali duduk mengitari meja di sisi pemeluk mazhab Imamiah dan Zaidiyah, dan terdengarlah suara-suara yang mengungkapkan keilmuan, tasawwuf dan fikih serta ruh persaudaraan, rasa persatuan, cinta dan kerjasama di dalam bidang ilmu dan irfan." [15]

Syaikh Syaltut mengisyaratkan bahwa sebagian kalangan yang menyangka bahwa tujuan dari ide taqrib adalah menghapuskan mazhab atau menggabungkan satu mazhab dengan mazhab lainnya, beliau berkata:

“Orang-orang yang berpikiran sempitlah yang memerangi ide ini, sebagaimana kelompok lain yang memeranginya karena kepentingan. Tidak ada satu ummatpun yang tidak memiliki orang-orang seperti ini. Mereka yang melihat keberlangsungan dan kehidupannya ada di dalam perpecahan akan memerangi ide taqrib dan orang-orang berhati busuk, pemuja hawa nafsu dan mereka yang memiliki kecenderungan tertentu juga akan memeranginya. Mereka ini adalah orang-orang yang menjual penanya demi politik perpecahan! Politik yang memerangi setiap gerakan perbaikan baik secara langsung atau tidak langsung dan menghalangi setiap perbuatan yang dapat menimbulkan persatuan kaum muslimin.”

Sebelum saya menutup pembicaraan tentang al-Azhar, mari kita dengarkan fatwa yang dikeluarkan Syaikh Syaltut tentang mazhab Syiah. Dalam fatwa itu disebutkan:

“Mazhab Ja’fari yang terkenal dengan mazhab Syiah 12 Imam, adalah mazhab yang sama seperti mazhab Ahli Sunnah, beribadah dengan mazhab tersebut dibolehkan dalam syariat. Kaum muslimin harus mengetahui hal ini dan terbebas dari fanatisme yang salah berkaitan dengan mazhab tertentu, sebab agama dan syariat Allah tidak tergantung pada satu mazhab khusus atau terbatas pada satu mazhab saja. Karena semua telah berjtihad dan karena itu mereka diterima di sisi Allah."[16]

Mari kita tinggalkan Jamaah Taqrib dan kita akan sampai pada pemikir-pemikir Islam yang tak terhingga, kita mulai dari Syaikh Muhamamd Ghazali, beliau berkata:

“Keyakinan (akidah) juga tidak bisa aman dari gigitan kerusushan sebagaimana yang dialami oleh politik dan pemerintahan, sebab syahwat-syahwat yang menginginkan keutamaan dan dominasi dengan paksaan telah memasukkan hal-hal lain dalam keyakinan, dan sejak saat itulah kaum muslimin terbagi menjadi dua bagian besar Syiah dan Sunni. Padahal kedua kelompok ini mengimani Allah yang esa dan kenabian Muhammad saw dan masing-masing tidak mempunyai kelebihan apapun dalam unsur-unsur akidah yang menyebabkan kekokohan agama dan menimbulkan kebebasan.[17]

Dalam lembar yang sama dalam bukunya, dia menambahkan:

“Meskipun dalam beberapa bagian hukum-hukum fikih saya memiliki pendapat yang bertentangan dengan Syiah, tetapi saya tidak yakin bahwa orang yang bertentangan pendapat dengan saya adalah orang berdosa. Posisi saya di hadapan sebagian pendapat fikih yang banyak diamalkan di kalangan Ahli Sunnah juga demikian.

Di bagian lain bukunya, dia berkata:

“Akhirnya, perpecahan antara Syiah dan Sunni mereka hubung-hubungkan dengan ushul akidah agar agama yang satu kembali terkoyak dan ummat yang satu bercabang menjadi dua bagian dan satu bagian mengintai bagian lainnya bahkan menantikan kematian bagian lainnya! Barang siapa yang membantu pengelompokan ini walau dengan dengan satu kata, maka dia akan masuk dalam ayat ini:

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمْ وَكَانُواْ شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ[18]

Mereka yang memecah belah agama dan menjadi berkelompok-kelompok di dalamnya mereka itu bukan bagian darimu. Allah yang akan mengurus mereka dan akan menyadarkan mereka lewat siksaan dari apa yang mereka telah lakukan.

Ketahuilah bahwa mengkafirkan orang lain terlebih dahulu saat berdialog adalah mudah dan membuktikan kekafairan lawan bisa dilakukan di tengah hangatnya pembahasan lewat ucapan lawan sendiri.[19]

Kemudian, Syaikh Muhammad Ghazali kembali berkata:

“Dalam kedua kelompok, hubungan keduanya dengan Islam berdasarkan iman kepada kitabullah dan sunnah nabi dan secara mutlak sama-sama menyepakati ushul-ushul mayoritas agama. Jadi dalam furu dan syariat mereka menjadi bercabang-cabang. Mereka sepakat bahwa mujtahid akan mendapat pahala baik jika ijtihadnya benar atau salah. Ketika kita memasuki fikih praktis dan perbandingan, dan jika kita analisa antara pendapat ini dan itu, atau menilai mana hadis shahih dan dhaif, maka kita akan melihat bahwa jarak antara Syiah dan Sunni sama seperti jarak antara fikih mazhab Abu Hanifah, Maliki atau Syafii. Kita harus melihat sama semua orang yang mencari hakikat meski cara dan metode mereka berbeda-beda.”[20]

Dalam kitab Nazarat fil Qur’an, kita dapat melihat Syaikh Ghazali membawa salah satu ucapan ulama Syiah dan salah satu catatan pinggir kitab itu, Ghazali berkata:

“Dia adalah salah satu faqih dan sastrawan besar Syiah. Kita akan membahas semua ucapannya, sebab sebagian orang-orang yang belum matang pikirannya menyangka bahwa Syiah bukanlah Islam dan telah melenceng dari Islam. Dalam bab I’jaz akan disebutkan materi yang akan membuat kita lebih mengenal Syiah.”[21]

Dalam catatan pinggir dari salah satu halaman bukunya, ketika memperkenalkan seorang ulama lainnya (Hibbaddin Husaini Syahrestani), Ghazali berkata:

“Dia adalah salah satu ualam besar Syiah dan kami sengaja membawa ringkasan ucapannya di sini agar pembaca muslim mengetahui dengan jelas ketinggian ilmu ulama ini tentang esensi I’jaz dan tingkat kesucian kitabullah di kalangan kaum Syiah.”[22]

Oleh karena itu, Syaikh Ghazali yang merupakan salah satu pemikir Ikhwanul Muslimin terpenting berbicara demikian tentang Syiah dan menyingkirkan seluruh dugaan sederhana sehingga nilai hakikat mampu menepis kegelapan karena kejahilan, dendam dan kebutuhan orang-orang yang berpikiran sempit.

DR. Subhi Shaleh—salah satu ulama terkenal Libanon—berkata: “Dalam hadis-hadis para Imam Syiah yang diriwayatkan tak lain adalah hadis-hadis yang sesuai sunnah Nabi.”[23] Kemudian dia menambah: “Sumber kedua syariat setelah kitabullah adalah sunnah Nabi yang memiliki kedudukan sangat tinggi di sisi mereka.”

Ustad Said Hawi—salah satu mantan pemimpin Ikhwanul Muslimin Suriah—ketika berbicara tentang bagian-bagian manajemen Darul Islam ketika diperluas dari bentuk federal berkata:

“Secara ilmiah, kondisi dunia Islam saat ini adalah bahwa Islam tersusun atas mazhab-mazhab fikih atau mazhab-mazhab akidah. Dan setiap mazhab berkuasa di daerah-daerah tertentu. Apakah ada uzur syar’i yang membuat hal ini menghalangi jalan untuk memperhatikan hal ini dalam pembagian manajemen? Jadi sebuah daerah yang memiliki satu bahasa harus memiliki satu kawasan pemerintahan. Setiap kawasan memilih sendiri pemimpinnya dan dalam saat yang sama kawasan ini masih berada di bawah pengawasan pemerintahan pusat.”[24]

Pengakuan jelas ini berasal dari salah satu pembesar Ikhwanul Muslimin saat ini tentang beragamnya mazhab misalnya Syiah yang tidak merusak Islam, masyarakat dan agama dan jika Syiah mendirikan Darul Islam, maka harus ada kawasan pemerintahan independen dan pemimpinnya.

DR. Mustafa Syaka’ah, salah satu peneliti muslim berkata:

“Mazhab Syiah Imamiah adalah syiah yang terkenal dan sedang hidup di tengah-tengah kita bahkan kita memiliki hubungan kasih sayang dengan mereka. Mereka juga berusaha mewujudkan pendekatan berbagai mazhab sebab intisari agama dan itu adalah satu dan asas agama yang kokoh. Dan agama tidak mengizinkan para pemeluknya menjauh satu sama lain.”[25]

Kemudian, tentang kelompok yang merupakan mayoritas penduduk Iran ini dan tentang keadilan mereka, berkata:

“Mereka lepas tangan dari ucapan-ucapan yang terucap dari berbagai firqah dan menganggapnya kufur dan sesat.”[26]

Syaikh mulia Imam Muhammad Abu Zuhrah dalam kitab Tarikh al-Mazhahibul Islamiyyah berkata: “Tidak bisa disangkal lagi bahwa Syiah adalah salah satu firqah Islam. Tentu saja kita harus memisahkan firqah Sabaiah yang yang mengakui Ali sebagai Tuhan dari Syiah (dan sudah jelas bahwa Sabaiyah adalah kafir di mata Syiah).[27] Dan tidak bisa diragukan lagi bahwa seluruh akidah Syiah berdasarkan nash al-Qur’an atau hadis-hadis yang dinisbahkan kepada Nabi.” Dia juga berkata:”Mereka menyayangi tetangganya yang sunni dan tidak menjauhi mereka.”[28]

DR. Abdulkarim Zaidan, salah satu pemimpin penting Ikhwanul Muslimin Irak menulis:

“Mazhab Ja’fari ada di Iran, Irak, India, Pakistan, Libanon dan Suriah atau negara-negara lainnya. Antara fikih Ja’fari dan mazhab lainnya tidak lebih dari perbedaan antar mazhab dengan mazhab lainnya.”[29]

Ustad Salim Bahansawi yang merupakan salah satu pemikir Ikhwan, dalam kitabnya yang penting السنة المفترى عليها membaha masalah ini dengan terperinci, dan ketika menjawab klaim orang-orang yang mengatakan bahwa Syiah memiliki Qur’an lain selain Qur’an kita, berkata:”Qur’an yang ada di kalangan Ahli Sunnah adalah Qur’an yang ada di masjid dan di rumah-rumah orang Syiah.”[30] Dia juga berkata: “Syiah Ja’fari (12 Imam) meyakini bahwa barang siapa yang mentahrif Quran yang turun kepada mereka dari awal Islam adalah kafir.[31]

Dia melanjutkan jawabannya kepada Muhibuddin Khatib dan Ihsan Ilahi Zahir tentang tahrif Qur’an dan membawakan risalah di halaman 68-75 dalam kitabnya yang mengandung pendapat mayoritas ulama dan mujtahid Syiah berkaitan klaim ini. Dan dia membawa ucapan Ayatullah Khui:”Apa yang sudah diketahui adalah bahwa tidak terjadi tahrif dalam Qur’an dan apa yang kita miliki, adalah Qur’an yang turun kepada Nabi Muhammad saw.”[32]

Dan dia menukil ucapan Syaikh Muhammad Ridha Muzaffar—ulama terkenal Syiah asal Irak: “Apa yang ada di tangan kita dan yang kita baca adalah Qur’an yang turun kepada Nabi. Dan barang siapa yang mengklaim hal selain ini adalah pembohong dan pembuat mughalathah. Ucapan mereka tentang tahrif Qur’an ini keluar telah dari jalan yang benar. لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ

Kemudian, dia juga menukil dari Kasyiful Ghita: “Semua meyakini dan berijma bahwa tidak ada kekurangan, tambahan dan tahrif dalam al-Qur’an.”

Tentu saja pendapat-pendapat lain masih banyak dalam halaman buku yang disebutkan di atas, jika berminat silahkan merujuk buku tersebut.

Berkaitan dengan sebagian riwayat tidak benar yang mungkin saja digunakan sebagian kalangan sebagai dalil, harus dikatakan bahwa hadis-hadis ini adalah tertolak. Hadis-hadis demikian juga ada di kalangan Ahli Sunnah dan mereka juga menolak hadis-hadis tersebut.”[33]

Tentang ishmat, Ustad Bahansawi berkata:

“Ishmat yang diingkari Ahli Sunnah tidak akan berakhir dengan pengkafiran satu sama lainnya jika kedua mazhab memahaminya sebagaimana yang dimaksud oleh mazhab 12 Imam. Sebab makna ishmat yang diakui oleh Syiah 12 Imam tidak termasuk sebagai hal-hal yang keluar dari agama dalam Ahli Sunnah. Pengingkaran ishmat adalah hal pandanagn dan pemikiran, sebab tidak ada dalam nash-nash yang yang diyakini oleh Ahli Sunnah. Dan sebagaimana sudah jelas, kekafiran hanya akan terjadi jika terjadi pengingkaran atas hal-hal yang pasti dalam Qur’an dan hadis dan si pengingkar juga mengetahui masalah ini. Jadi, jika si pengingkar tidak tahu atau meyakini ketidakshahihan riwayat maka dia tidak kafir meskipun kita tidak mengajukan dalil syar’i kepadanya.”[34]

Setelah Ustad Bahansawi, mari kita menuju Ustad Anwar Jundi dan kitabnya al-Islam wa Harikah Tarikh. Dia berkata:

“Sejarah Islam penuh dengan pertentangan dan perseteruan pikiran serta pertikaian politik antara Ahli Sunnah dan Syiah. Para agressor asing sejak Perang Salib sampai sekarang selalu berusaha memanfaatkan pertentangan ini dan memperdalam pengaruhnya agar persatuan dunia Islam tidak sempurna. Oleh karena itu, gerakan pro Barat dalam rangka memecah belah antara Ahli Sunnah dan Syiah menciptakan permusuhan di antara keduanya. Ahli Sunnah dan Syiah memahami bahwa ini adalah skenario, maka mereka pun berusaha mempersempit arena pertentangan.”[35]
Sekarang, apakah kita telah memahami bahwa siapa yang menciptakan fitnah ini? Siapa yang mengambil manfaat darinya? Apakah kita mengerti bahwa setan inilah yang mengajak kaum muslimin pada perpecahan dan pengkafiran satu sama lain, padahal perbedaan yang ada lebih sedikit dari apa yang dibayangkan oleh orang-orang yang tertipu oleh setan ini. Ustad Anwar Jundi kemudian berkata:

“Kenyataannya adalah bahwa perbedaan antara Sunni dan Syiah tidak lebih dari perbedaan antara mazhab Sunni yang empat.”[36]

Supaya kita tidak menduga seperti ini bahwa Syiah dan Sunni secara umum adalah berbeda dan dalam sejarah mereka bukan termasuk ghuluw mari kita baca ungkapan Ustad Jundi: “Sudah selayaknya para peneliti berhati-hati dalam menyamakan Syiah dengan Ghulat. Para Imam Syiah sendiri menyerang Ghulat dan telah mengingatkan rekayasa para Ghulat.”[37]

Ustad Sami’ Athifuzzain, penulis kitab al-Islam wa Tsiqafatul Insan telah menulis sebuah buku berjudul al-Muslimun…Man Hum? (Siapakah Kaum Muslimin?) yang di dalamnya terdapat analisa posisi Sunni dan Syiah. Dalam mukaddimah kitabnya, dia menulis:

“Pembaca yang mulia, apa yang menyebabkan buku ini ditulis adalah dua pengelompokan buta yang saat ini muncul dalam masyarakat kita, khususnya di antara kaum muslimin Syiah dan Sunni yang semestinya terhapus dengan terhapusnya kejahilan. Tetapi sayangnya, hal ini terus berakar dalam hati-hati yang tidak sehat, sebab sumber pengelompokan ini adalah sekelompok orang yang berhasil menguasai dunia Islam lewat nifaq. Kelompok itu adalah musuh Islam yang tidak bisa hidup kecuali seperti lintah penghisap darah. Saudara-saudara Syiah dan Sunniku! Saya akan mengungkapkan hakikat penting tentang pemahaman Qur’an, Sunni dan Syiah kepada anda karena perbedaan ini hanya terletak pada pemahaman atas Qur’an dan Sunnah bukan pada asli Qur’an dan sunnah.”[38]

Ustad Sami’ Athifuzzain, di akhir bukunya berkata:

“Setelah kita mengetahui dalil terpenting yang membuat ummat mengalami badai, saya akan mengakhiri buku ini dengan ungkapan ini, bahwa kita sebagai muslimin khususnya dalam era ini memiliki kewajiban untuk menjawab penyelewengan mereka yang menjadikan mazhab-mazhab Islam sebagai alat untuk menyesatkan dan mempermainkan pikiran serta meningkatkan keraguan dan syak,” dan “kita harus menghilangkan ruh jelek perpecahan dan menutup jalan bagi mereka yang memperluas kekerasan dalam agama, agar kaum muslimin kembali bersatu seperti masa lalu, berkerja sama, saling mencintai, bukan berkelompok-kelompok, garang dan jauh satu sama lainnya” “mereka harus sabar meneladani khualafaur rasyidin yang salingbekerja sama”.[39]

Ustad Abul Hasan Nadawi menginginkan terciptanya kedekatan antara Syiah dan Sunni. Kepada Majalah al-I’tisham, dia berkata: “Jika hal ini terlaksana—yaitu kedekatan Sunni dan Syiah—akan terjadi sebuah revolusi yang tak ada tandingannya dalam sejarah baru pemikiran Islami.”[40]

Ustad Shabir Tha’imah berkata:

“Sudah selayaknya dikatakan bahwa antara Syiah dan Sunni tidak memiliki perbedaan dalam ushul. Sunni dan Syiah adalah muwahhid. Perbedaan hanya pada furu’ [fikih] yang sama saja seperti perbedaan fikih di antara mazhab yang empat (Syafii, Hanbali…). Mereka mengimani ushuluddin sebagaimana yang ada dalam Quran dan sunnah Nabi. Selain itu mereka juga mengimani apa yang harus diimani. Mereka juga mengimani bahwa seorang muslim yang keluar dari hukum-hukum penting agama, maka Islamnya tidak benar (bathil). Yang benar adalah bahwa Sunni dan Syiah, keduanya adalah mazhab dari beberapa mazhab Islam yang mengambil ilham dari kitabullah dan sunnah nabi.”[41]

Ulama-ulama Ushul Fiqh meyakini bahwa jika para mujtahid Syiah benar-benar tidak sepakat dalam satu hal, ijma (kesepakatan pendapat dalam hukum) tidak akan tercapai sebagaimana jika para mujtahid Ahli Sunnah tidak mencapai kesepakatan. Ustad Abdul Wahab Khalaf berkata:

“Dalam ijma’ ada empat rukun dan jika tidak tercapai ijma kecuali dengan adanya keempat rukun tersebut. Rukun kedua adalah bahwa semua mujtahid menyepakati sebuah hukum syar’i dari sebuah kejadian pada saat terjadi tanpa memandang negara, ras atau firqahnya. Jika dalam sebuah kejadian hanya mujtahid-mujtahid Haramain atau hanya mujtahid-mujtahid Irak atau hanya mujtahid-mujtahid Hijaz atau hanya mujtahid-mujtahid Ahli Bait, atau hanya mujtahid-mujtahid Ahli Sunnah menyepakati hukum tanpa kesepakatan mujtahid-mujtahid Syiah, maka dengan kesepakatan khusus ini secara syar’i tidak akan tercapai. Sebab ijma baru tercapai hanya dengan kesepakatan umum semua mujtahid dunia Islam dalam satu peristiwa dan ini tidak berlaku pada selain mujtahid.”[42]

Jika kesepakatan Syiah untuk tercapainya ijma diangap penting, maka apakah setelah ini Syiah juga tetap dianggap sebagai firqah sesat dan akan masuk neraka?!

Ustad Ahmad Ibrahim Beik yang merupakan guru Syaikh Syaltut, Syaikh Abu Zuhrah dan Syeikh Khalaf, dalam kitabnya علم اصول الفقه ويليه تاريخ التشريع الاسلامي dalam pembahasan khusus tentang sejarah Syiah, menuliskan:

“Syiah Imamiah adalah muslimin dan mengimani Allah, Nabi, Qur’an dan semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Mazhab mereka banyak dianut di Iran.”[43]

Kemudian dia menambah:

“Di tengah-tengah Syiah, di masa lalu dan saat ini, telah muncul ulama-ulama besar dalam berbagai ilmu dan seni. Mereka memeliki pemikiran yang dalam dan pengetahuan yang luas. Kitab-kitab karangan mereka mempengaruhi ratusan ribu orang dan saya mengetahui mayoritas buku-buku tersebut.”[44]

Dalam catatan pinggir di dalam halam kitab tersebut, dia menulis: “Di kalangan orang-orang yang dinisbahkan sebagai Syiah juga terdapat (Ghulat) yang sebenarnya telah keluar dengan keyakinan yang dimilikinya dan mereka sendiri ditolak oleh Syiah Imamiah dan kelompok ghulat ini tidak dibiarkan begitu saja oleh Syiah.”

Setelah kesaksian yang banyak dari para ulama ini, saya ingin menunjukkan bahwa mereka yang berusaha mengulang kembali fatwa Ibnu Taimiyyah yang menentang Rafidhah—meliputi hampir semua firqah Syiah—dan berusaha mempermalukan Syiah 12 Imam dengan fatwa ini dan sebagai hasilnya mereka berusaha menentang Revolusi Islam, sesungguhnya mereka telah melakukan beberapa kesalahan penting:

1. Mereka tidak bertanya terlebih dahulu mengapa dalam sejarah Islam sebelum Ibnu Tayyimah, fatwa seperti ini tidak pernah ditemukan? Apalagi Ibnu Taimiyyah hidup pada abad ke-8 H yaitu 6 abad setelah kemunculan Syiah.

2. Mereka tidak mampu memahami jaman Ibnu Taimiyyah dan ketimpangan sosial masyarakat Islam ketika pihak luar menyerang Islam.

Dalam maraknya kebencian terhadap Revolusi Islam Iran—dan pengambilan sikap politik negatif terhadap Iran—mereka tidak berusaha untuk menganalisa apakah kata ‘Rafidhah’ sesuai untuk Syiah atau tidak?

Ustad Anwar al-Jundi dalam bukunya berkata: “Rafidhah bukan Sunni dan Syiah.”[45]

Imam Muhammad Abu Zuhrah dalam kitabnya tentang Ibnu Taimiyyah telah membahas sebagian firqah Syiah seperti Zaidiyah dan 12 Imam tanpa menyebut sedikit pun tentang sikap negatif Ibnu Taimiyyah. Tetapi ketika menyebutkan Ismailiyah, dia berkata: “Inilah firqah yang ditentang oleh Ibnu Taimiyyah. Ibnu Taimiyyah memeranginya dengan pena, lidah dan pedang.”[46] Maka, Imam Abu Zuhrah membicarakan masalah ini dengan terperinci ketika membahas tentang firqah ini—menurut pengakuannya—karena sikap negatif Ibnu Taimiyyah terhadap firqah ini.

Inilah sikap sebagian gerakan-gerakan dan pemimpin Islam terhadap masalah buatan berkaitan Syiah dan Sunni. Revolusi Islam Iran yang menyala sejak tahun 1978 M telah membangunkan ruh umat Islam dalam satu poros panjang dari Tanza sampai Jakarta. Dengan kemajuan Revolusi Islam, sebagian besar kaum muslimin mengharapkan kemenangan-kemenangan bercahaya seperti awal kemunculan Islam lewat Tehran dan Qom. Dengan kemajuan Revolusi Islam, sebagian besar kalangan mulai memihaknya, kalangan yang memperlihatkan kegembiraannya di jalanan Kairo , Damesyq, Karachi, Khurtum, Istanbul dan Baitul Muqaddas dan di mana saja yang yang ada kaum musliminnya.

Di Jerman Barat, Ustad Isham Atthar, salah satu pemimpin bersejarah gerakan Ikhwanul Muslimin yang terkenal dengan keikhlasan, jihad panjang dan kesucian, pria yang tak pernah tunduk terhadap pemerintah manapun dan tidak pernah dekat dengan istana raja manapun, telah menulis sebuah kitab yang lengkap tentang sejarah dan akar Revolusi Islam. Dia mendampingi Revolusi dan telah mengirim telegraf dengan maksud mengucapakan selamat dan dukungan kepada Imam Khomeini.

Ucapan atas pembelaannya terhadap Revolusi terekam dalam kaset dan tersebar dari tangan ke tangan para pemuda muslim. Dalam majalah ar-Raid yang dicetak di Jerman, dia juga mengakui dan menjelaskan tentang Revolusi Islam.

Di Sudan, sikap gerakan Ikhwanul Muslimin dan para pemuda muslim Universitas Khurtum adalah sikap yang paling menarik yang disaksikan oleh ibukota-ibukota negara-negara Islam, tempat di mana mereka melakukan demonstrasi. DR. Hasab Turabi, pemimpin gerakan Islami di Sudan yang terkenal kepiawaiannya dalam masalah budaya dan politik, telah mengunjungi Iran dan bertemu dengan Imam Khomeini dan menumumkan pembelaannya terhadap Revolusi Islam dan pemimpinnya.

Di Tunisia, majalah al-Ma’rifah, juga mendampingi Revolusi. Majalah itu mengucapkan selamat atas kemenangan Revolusi dan mengajak semua umat untuk menolongnya. Peristiwa ini sangat hangat sampai-sampai Ustade Rasyid Ghanushi pimpinan gerakan Islam Tunisia mengusulkan Imam Khomeini sebagai Imam Kaum Muslimin dalam sebuah makalah di majalah tersebut yang di kemudian hari menjadi penyebab pemberdelan majalah dan penawanan para pemimpin gerakan oleh pemerintah.

Ustad Ghanushi meyakini bahwa kecenderungan keislaman kontemporer “telah mengalami kristalisasi dan bentuk paling jelas Imam al-Banna, Maududi, Quthb dan Imam Khomeini yang merupakan wakil dan pemimpin kecenderungan Islami paling penting dalam gerakan Islam kontemporer.”[47]

Dia juga menjelaskan: “Dengan kemenangan Revolusi di Iran, Islam telah memulai sebuah tahapan organisnya.”[48] Dalam bukunya yang berjudul, Apa Maksud Kita dalam Istilah Gerakan Islami, dia berkata: “Ikhwanul Muslimin di Mesir, Jama’ah Islami di Pakistan dan gerakan Imam Khomeini di Iran.”[49]

Dia juga berkata: “Di Iran, telah dimulai sebuah proses yang bisa jadi merupakan sebuah gerakan terpenting yang akan menyelamatkan seluruh kawasan dan kebebasan Islam dari cengkeraman pemerintahan-pemerintahan yang selalu berusaha menggunakan cengkeramannya menentang gelombang Revolusi di kawasan.”[50]

Di Libanon, dukungan gerakan Islami terhadap Revolusi lebih jelas dan dalam. Ustad Fathi Yakan, pemimpin gerakan Islami dan majalah terkenalnya al-Aman telah memilih sikap islami dan berharga berkenaan Revolusi Islam. Ustad Yakan telah berkali-kali mengunjungi Iran, menghadiri berbagai perayaan dan telah mendukung Revolusi lewat ceramah-ceramahnya.

Di Yordania, Ustad Muhammad Abdurrahman Khalifah, Sekjen Ikhwanul Muslimin sebelum dan sesudah mengunjungi Iran, menyatakan dukungannya terhadap Revolusi Islam, demikian juga Ibrahim Zaidkilani yang meminta Raja Husain mundur! Dan Ustad Yusuf al-Azm yang syair terkenalnya telah diterbitkan dalam majalah al-Aman telah mengajak ummat berbait kepada Imam Khomeini di dalam syairnya. Di akhir syairnya dia berkata:

Salam atas Khomeini, pemimpin kami…

Penghancur istana kezaliman, tidak takut pada api

Kami berikan darah dan medali padanya

Kami akan maju

Mengalahkan kekufuran

Meninggalkan kegelapan

Agar dunia kembali terang dan damai.[51]

Di Mesir, majalah-majalah gerakan Islami seperti ad-Da’wah, al-I’tisham wal Mukhtarul Islam juga mendampingi Revolusi dan mengakui keislaman Revolusi serta membela pemimpinnya. Ketika serangan Saddam ke Iran dimulai, di sampul depan majalahnya al-I’tisham menulis: “رفيق تكريتي.. شاگرد ميشل عفلق kembali ingin menegakkan Qadisiah (nama sebuah kota kuno di Irak) baru di Iran!.”[52]

Dalam edisi yang sama, al-Itisham menulis makalah dengan judul “Ketakutan akan Meluasnya Revolusi Islam di Irak” dan menyatakan: “Saddam Husein menyakini bahwa masa perubahan tentara Iran dari tentara Syah ke tentara Islam adalah sebuah kesempatan emas dan tidak akan terulang! untuk menghancurkan tentara dan revolusi ini, sebelum para komandan dan tentara ini berubah menjadi sebuah kekuatan yang tidak terkalahkan di bawah ideologi Islami.”[53]

Ustad Jabir Rizq, salah satu wartawan terkenal Ikhwanul Muslimin dalam al-I’tisham, ketika menuliskan faktor-faktor penyebab perang menulis: “Bersamaan dengan maraknya api peperangan, semua skenario Amerika menentang Iran mengalami kegagalan.”[54]

Dia juga menambahkan: “Saddam Husein lupa bahwa dia akan memerangi sebuah negara yang jumlah penduduknya 4 kali penduduk Irak dan negara ini adalah satu-satunya negara yang mempu berevolusi menentang imprealisme salibi-Yahudi.”[55]

Selanjutnya dia menambah:

“Rakyar Iran bersama seluruh instansi terkaitnya siap untuk berperang sampai mereka meraih kemenangan dan bisa menghancurkan rezim haus darah Bats. Kekuatan rohani sedemikian rupa di kalangan rakyat Iran tidak pernah ditemukan sebelumnya. Keinginan mati syahid menjelma menjadi sebuah perlombaan dan pekerjaan yang ingin didahulukan. Rakyat Iran sangat yakin bahwa kemenangan pasti akan berada di tangan Iran.”

Ustad Jabir Rizq menjelaskan bahwa tujuan penjajah melakukan perang adalah kehancuran Revolusi. Dia menulis: “Dengan kehancuran sistem Revolusi Iran maka bahaya yang mengancam bentuk-bentuk taghut ini juga akan hilang. Mereka menggigil membayangkan kemungkinan revolusi berbagai negara lainnya dalam menentang mereka serta kehancuran mereka lewat cara yang sama yang dilakukan rakyat muslim Iran saat menghancurkan Syah.”

Dan kemudian, di akhir makalah dia menulis: “Tetapi Hizbullah telah menang, jihad dan syahadat tidak akan dihindari,

و لينصرنَّ الله من ينصره ان الله لقوي عزيز. “

Jadi, initi perang adalah hal ini bukan sebagaimana yang didengungkan oleh Saudi dan sebagian kalangan lugu yang tidak paham apa yang sedang terjadi di dunia dan berkata: Iran adalah Syiah dan ingin menghancurkan sistem Sunni di Irak! Kejahilan dan kebutaan ini sangat menyedihkan! Dan betapa besar pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang yang menanamkan kejahilan dan kebencian di dalam hati ummat?!

Al-I’tisham di salah satu majalahnya membuat judul: “Revolusi yang memperbaharui perhitungan dan mengguncang kestabilan”[56] dan dalam edisi ini dia mengajukan pertanyaan: “Mengapa Revolusi Iran merupakan revolusi terbesar di era kontemporer?”[57]

Di akhir makalah yang sengaja ditulis untuk memperingati ulang tahun kedua Revolusi Islam, penulis sembari menulis tentang kekuatan tentara Syah dan peralatan yang digunakan untuk menghancurkannya, menambahkan: “Revolusi Iran akhirnya menang setelah mengalirkan darah ribuan orang dan dengan dengan aktivitas, hasil positif dan pengaruhnya, Revolusi mampu mengubah perhitungan dan mengguncang kestabilan serta merupakan revolusi terbesar dalam sejarah kontemporer.”

Mari kita lihat sikap Ikhwanul Muslimin Mesir ketika terjadi krisis penawanan mata-mata yang mengeluarkan dan mengirimkan pengumuman kepada semua pemimpin gerakan-gerakan Islam di seluruh dunia:

“Jika masalah hanyalah terkait dengan Iran, manusia bisa menerima sebuah jalan tengah setelah memahami kondisi yang ada, tetapi Islam dan kaum muslimin yang berada di mana saja bertanggung jawab dan menanggung amanat atas pemerintahan Islam, pemerintahan yang pada abad 20 telah menang dengan mengorbankan darah rakyatnya demi menegakkan pemerintahan Ilahi menentang pemerintahan otoriter, imperialis dan zionisme.”

Pengumuman tersebut juga menyinggung pandangan Revolusi Iran kepada mereka yang berusaha melemahkan Revolusi dan berkata bahwa mereka itu tidak akan terlepas dari 4 kondisi ini:

“Apakah seorang muslim yang tidak mampu memahami jaman topan Islam dan masih mengalami era ketundukan. Dia harus memohon ampun kepada Allah dan berusaha menyempurnakan kekurangan pengetahuannya tentang makna jihad dan kemuliaan Islam. Ataukah dia adalah boneka yang menjadi perantara pemenuhan kebutuhan musuh-musuh Islam meski harus dengan cara merugikan Islam tapi pada saat yang sama malah menyerukan persaudaraan dan pentingnya menjaga persaudaraan. Ataukah seorang muslimin lemah yang tidak memiliki pendapat dan keinginan, dan harus digerakkan oleh orang lain. Ataukah dia seorang munafik yang sedang memainkan tipudaya!”

Saat serangan Saddam ke Iran dimulai, Divisi Internasional Ikhwanul Muslimin juga mengeluarkan pengumuman yang ditujukan kepada rakyat Irak dan menyerang partai Bats Kafir (sesuai ungkapan pengumuman):

“Perang ini bukanlah perang membebaskan kaum lemah, wanita dan anaka-anak tidak berdaya dan tidak akan ada hasilnya. Rakyat muslim Iran sendiri telah membebaskan dirinya dari kezaliman imperialis Amerika dan Zionis lewat jihad herois dan revolusi mendasar yang sangat istimewa di bawah pimpinan seorang Imam yang tidak diragukan lagi adalah merupakan sumber kebanggaan Islam dan kaum muslimin.”

Di akhir pengumuman, seruan ditujukan kepada rakyat Irak: “Hancurkanlah penguasa jahat kalian. Tidak ada kesempatan yang lebih baik dari ini. Letakkan senjata-senjata anda ke tanah dan bergabunglah dengan Revolusi. Revolusi Islam adalah revolusi anda semua.”

Sikap Jamaah Islam Pakistan terjelma dalam fatwa Maulana Abul A’la Maududi yang dicetak dalam majalah ad-Da’wah saat menjawab pertanyaan majalah tentang revolusi Islam Iran. Faqih mujtahid yang diakui oleh semua gerakan Islam sebagai salah satu tokoh gerakan yang terkenal di jamannya, berkata:

“Revolusi Imam Khomeini adalah sebuah revolusi Islam dan pelakunya adalah jamaah Islam dan para pemuda yang tumbuh dalam pangkuan tarbiyah Islam. Dan wajib bagi kaum muslimin secara umum dan gerakan-gerakan Islami secara khusus untuk mengakui dan bekerja sama dengan Revolusi ini dalam segala bidang.”[58]

Oleh karena itu, hal ini adalah sebuah sikap syar’i berkaitan dengan Revolusi dan sebagaimana yang dikemukakan Maududi, jika kita ingin setia pada Islam maka mengakui dan bekerja sama dengan Revolusi adalah wajib. Memusuhi Revolusi dan menjalankan perang Salibi menentangnya, (yang dilakukan siapa?) yang dilakukan oleh kelompok-kelompok hanya digambarkan sebagai bagian dari gerakan Islam adalah pekerjaan salah di mata syar’i dan bertentangan dengan fatwa para mujtahid besar.

Sebelum kita tinggalkan Maududi, saya akan sampaikan bahwa suatu hari seorang pemuda berkata kepada saya tentang penarikan fatwa Abul A’la yang dilakukannya sendiri. Saya kaget mendengar ucapan pemuda berhati baik ini yang mengutip ucapan tersebut dari orang lain dan orang tersebut juga menukilnya dari sumber terpercaya! Tetapi keheranan saya segera hilang ketika saya lihat ada tangan-tangan kotor di balik lelucon tak berharga ini. Siapakah yang menyebarkan peristiwa penarikan fatwa faqih mujtahid tersebut? Apakah tidak selayaknya hal itu diberitakan oleh ad-Da’wah? Tetapi ad-Da’wah dan yang lainnya tidak melakukannya dan tidak akan melakukannya.

Orang pertama yang mengetahui hal ini adalah orang yang menciptakan lelucon itu dan seperti biasanya adalah ‘orang-orang terpecaya’ dari gerakan Islami hari ini! Tetapi poin aneh dalam hal ini adalah bahwa orang terpercaya itu sendiri tidak mengetahui hal ini bahwa sebulan setelah Abul A’la Maududi mengeluarkan fatwa tersebut, dia telah kembali ke alam baka.

Dan sikap al-Azhar lewat mantan Syaikh al-Azhar, dalam wawancara dengan majalah as-Saryqul Ausath mengatakan: “Imam Khomeini adalah saudara muslim dan seorang muslim yang jujur.” Kemudian menambahkan: “Kaum muslimin adalah bersaudara meski berlainan mazhab dan Imam Khomeini berdiri di bawah bendera Islam, sebagaimana saya berdiri di bawahnya.”[59]

Ustad Fathi Yakan, di akhir kitabnya yang berputar dari tangan ke tangan para pemuda gerakan Islam, ketika menganalisa skenario imperialis dan kekuatan internasional yang menentang Islam, berkata:

“Sejarah menjadi saksi ucapan-ucapan kami. Dan Revolusi Islam Iranlah yang membuat seluruh kekuatan kufr dunia bangkit demi menghancurkan janin Revolusi itu dan itu dikarenakan Revolusi ini adalah Islami, tidak Timur dan tidak Barat.”[60]

Nah, para pemuda Islam saat ini mendengarkan siapa? Mendengarkan Abul A’la Maududi dan Ustad Fathi Yakan atau orang-orang biasa, atau pengklaim Islam atau malah para pemiliki kepentingan?

Bukti terakhir yang ada di tangan kita adalah ucapan yang tertera dalam majalah ad-Da’wah yang saat ini terbit di Yunani, dunia saat ini dapat menyaksikan kebangkitan integral Islam yang merupakan pengaruh dari Revolusi Islam Iran—dalam proses naik turunnya—yang mampu menggulingkan musuh terbesar, terlama dan terganas Islam dan kaum muslimin.”[61]

Oleh karena itu, majalah ad-Da’wah menganggap Revolusi Iran sebagai Revolusi Islam dan memberikan pengaruh integral sebagaimana yang telah kami kemukakan di awal makalah.

Berkaitan proses naik dan turunnya Revolusi, harus saya katakan bahwa hal ini tak lain adalah usaha para penjajah yang berusaha mempengaruhi jalannya gerakan Revolusi. Dan kaum muslimin wajib menghilangkan usaha kaum penjajah tersebut.

Ini adalah sikap para ulama dan pemikir dalam gerakan Islam Sunni. Mari kita dengarkan ucapan Imam Khomeini ketika beliau sampai di Paris saat menjawab pertanyaan tentang azas Revolusi. Beliau berkata:

“Faktor yang telah membagi kaum muslimin menjadi Sunni dan Syiah di masa lalu, sekarang tidak ada lagi. Kita semua adalah mulimin dan Revolusi ini adalah Revolusi Islam. Kita semua adalah saudara se-Islam.”

Dalam kitab al-Harakatul Islamiyyah Wattahdis, Ustad Ghanushi mengutip ucapan Imam Khomeini: “Kami ingin agar Islam berkuasa sebagaimana yang telah diwahyukan kepada Rasulullah saw. Tidak ada beda antara Sunni dan Syiah, sebab pada jaman Rasulullah saw tidak terdapat mazhab-mazhab.”

Dalam Konfernsi ke-14 ملتقي الفكر الاسلامي tentang Pemikiran Islam yang diselenggerakan di al-Jazair, Sayyid Hadi Khosrushahi, wakil Imam Khomeini berkata:

“Saudaraku semua! Musuh-musuh kita tidak membedakan Sunni dan Syiah. Mereka hanya mau menghancurkan Islam sebagai sebuah ideologi dunia. Oleh karena itu, segala kerja sama dan langkah demi menciptakan perbedaan dan pertentangan antara muslimin dengan tema Syiah dan Sunni berarti bekerja sama dengan kufr dan memusuhi Islam dan kaum muslimin. Berdasarkan hal ini, fatwa Imam Khomeini adalah Pertentangan adalah haram dan pertentangan harus dihapuskan.”

Apakah setelah ini kita mampu memahami intisari Revolusi, tugas-tugas sejarah dan kewajiban-kewajiban Ilahiah? Sekali lagi bahwa, Islam kembali hidup dalam pertarungan dengan colesy kontemporer Barat. Pendukung Islam Iran saat ini—di samping semua kaum muslimin yang sadar dan setia—telah mengibarkan bendera kehidupan baru demi mewujudkan kemenagna Islam di dunia dan demia mewujudkan tujuan akhir kehidupan—keridhaan Allah swt.

Akhirul kalam, mari kita dengan mengikuti ucapan pemikir Mesir, Amsihi dan Marksist Ghali Syukri, yang menjelaskan sebagian tugas Ilahiah dalam serangan kepada Revolusi Islam. Dalam sebuah makalah yang diterbitkan oleh Dirasatu Arabiyyah dan majalah al-Bidrul Siyasi cetakan Quds menukilnya, Ghali menulis: “Salah satu keajaiban di zaman kita yang cukup jelas bagi semua orang adalah para pemikir yang dalam sejarah terkenal sebagai pemikir Marxisme telah berubah menjadi pendukung Islam murni hanya dalam sekejap mata. Para pemikir yang tergantung pada Barat telah berubah menjadi orang Timur yang taasub tanpa syarat apa pun.

Demikianlah, di bawah bendera Imam Khomeini telah berkumpul sekelompok pemikir Arab dengan alasan pembaruan pendapat dalam hal-hal yang sudah jelas, dengan alasan kembali pada asli setelah keterasingan yang lama dan terpengaruh Barat serta dengan alasan kekalahan memalukan Marxisme, Laisme, Liberalisme dan Nasionalisme.”

Ucapan Ghali Syukri selesai. Tetapi pada hakikatnya, meskipun dia menyerang dan menghina gelombang pro Khomeini, dia telah mempu memahami intisari Revolusi Islam lebih dari para ulama Islam lainnya!

Akhirnya, saya akan mengulangi ucapan Imam Khomeini yang telah beliau sampaikan dalam khutbah 17 tahun lalu (Jumadil Awal 1384 H):

“Tangan-tangan kotor yang telah menciptakan pertentangan di dunia Islam antara Sunni dan Syiah bukan Sunni dan Syiah. Mereka adalah tangan-tangan imperialis yang ingin berkuasa di negara-negara Islam. Mereka adalah pemerintahan-pemerintahan yang ingin merampok kekayaan rakyat kita dengan berbagai tipuan dan alat dan menciptakan pertentangan dengan nama Syiah dan Sunni.”[islammuhamamadi/mt/taghrib]
Oleh: DR. Izzuddin Ibrahim.
Kairo.

Alih bahasa M Turkan


[1] Silahkan lihat kitab Asasut Taqaqaddum ‘Inda Mufkiril Islam fil ‘Alamil ‘Arabil Hadis (Asas-Asas Utama dalam Pandangan Para Pemikir Kontemporer Dunia Barat).
[2] Al-Wahdatul Islamiyyah, cetakan Beirut, hal. 7.
[3] Limaza Ightaila Hasan al-Banna, cetakan pertama, Darul I’tisham, hal. 32, dikutip oleh buku Assanatul Muftara ‘Alaiha, cetakan Kairo, hal. 57.
[4] Ibid, hal. 57.
[5] Kitab bersejarah ini telah saya terjemah dan telah dicetak oleh Yayasan Ittila’at.
[6] Kabural Harikatul Islamiah Fil ‘Asril Hadis, DR. Muhammad Ali Dhanawi, cetakan Mesir, hal. 150.
[7] Al-Mausu’atul Harakiyyah, karya Ustad Fathi Yakan, cetakan Beirut, hal. 163
[8] Qur’an Majid, surah Shaffat, ayat 171-173.
[9] Al-Islam, Fikrah wa Harikah wa Inqilab, Fathi Yakan, cetakan Beirut, hal. 56.
[10] Al-Muslimun, tahun kelima, nomor perdana, cetakan Dameys, bulan April 1956, hal. 73.
[11] Ibid, hal. 76. (*) dalam tanggal penulisan pembahsan ini, dia berada di dalam penjara dan saat ini memimpin gerakan Islami Yaman.
[12] Ketika tulisan ini ditulis, dia sedang mendekam di dalam penjara. Namun setelah bebas ia menjadi pemimpin Harakah Islamiyah di Yaman
[13] Al-Wahdatul Islamiyyah, hal. 20.
[14] Ibid, hal. 23.
[15] Ibid, hal. 24.
[16] Silahkan rujuk teks asli fatwa Syaikh Syaltut, dalam bagian bukti-bukti.
[17] Kaifa Nafhamul Islam, hal. 142.
[18] Qur’an Majid, surah al-An’am, ayat 159.
[19] Kaifa Nafhamul Islam, hal. 143.
[20] Ibid, hal. 144 dan 145.
[21] Nazaraat Fil Qur’an, cetakan Mesir, catatan pinggir, hal. 79.
[22] Ibid, catatan pinggir hal. 158.
[23] Ma’alimusy Syariatul Islamiyyah, cetakan Beirut, hal. 52.
[24] Al-Islam, jilid 2, hal. 165.
[25] Islam Bilaa Mazhab, hal. 182.
[26] Ibid, hal. 187.
[27] Silahkan rujuk kitab Abdullah bin Saba’, Bainal Waqi’ wal Khayal, karangan saya yang dicetak oleh Organisasi Internasional Pendekatan Mazhab-Mazhab Islami di Tehran, agar masalah sabaiyyah menjadi jelas—penerjemah.
[28] Tarikhul Mazahibul Islamiyyah, hal. 52.
[29] Al-Madkhal Lidarasatisy Syariatul Islamiyyah, hal. 128.
[30] Assanatul Muftara ‘Alaiha, hal. 60.
[31] Ibid, hal. 263.
[32] Ibid, hal. 60.
[33] Ibid, hal. 74.
[34] Al-Islam wa Harikatut Tarikh, hal. 42.
[35] Ibid, hal. 61.
[36] Ibid, hal. 421.
[37] Ibid.
[38] AL-Muslimun…Min Hum? Mukaddimah, hal. 9.
[39] Ibid, hal. 98-99.
[40] Al-I’tisham, cetakan Mesir tertanggal Muharram 1358 H.
[41] Tahdidat Imamul ‘Arubah wal Islam, hal. 208.
[42] ‘Ilmu Ushulul Fiqh, cetakan 14, hal. 46.
[43] ‘Ilmu Ushulul Fiqh wa Yalihu Tarikhut Tasyri’ul Islami, cetakan Mesir, Darul Anshar, pembahasan khusus ‘Tasyri’, hal. 21.
[44] Ibid, hal. 22.
[45] Al-Islam wa Harikatut Tarikh, hal. 242.
[46] Ibnu Tayyimah, karangan Muhammad Abu Zuhreh, hal. 170.
[47] Al-Harikatul Islamiyyah wat Tahdis, Rasyid Ghanawasyi-Hasan Turabi, hal. 16.
[48] Ibid, hal. 17.
[49] Ibid.
[50] Ibid, hal. 24.
[51] بالخميني زعيماً وامـــــام هدّ صرح الظلم لا يخشى الحمام

قد منحناه وشاحا و وســام مــن دمانــا ومضينا للأمـــــام

نهزم الشرك ونجتاج الظلام ليعــود الكـــون نــــوراً وسلام

[52] Al-I’tisham, edisi Zul Hijjah 1400 H, Oktober 1980.
[53] Ibid, hal. 10.
[54] Al-I’tisham, edisi Muharram 1401 H, Desember 1980, hal. 36.
[55] Ibid, hal. 30.
[56] Al-I’tisham, edisi Safar 1401 H, 1981 Masehi.
[57] Ibid, hal. 39.
[58] Majalah ad-Da’wah, Mesir, No. 29, Agustus 1979.
[59] Asy-Syarqul Ausath, cetakan London-Jeddah, No. 762, hal. 4.
[60] Abjadiyyatut Tasawwurul Haraki lil ‘Amalil Islami, hal. 48.
[61] Majalah bulanan ad-Da’wah, cetakan Wina, No. 72, hal. 20, tertanggal Rajab, 1402 H, 1982 M.

UPAYA TOLERANSI YG PERLU DIKEMBANGKAN

Mufti Mesir, Ali Jum’ah: Setiap Muslim Sah Menjalankan Ibadah Sesuai dengan Fiqih Syiah

Minggu, 08 Pebruari 2009



Mufti Mesir, Ali Jum’ah, menyatakan bahwa Syiah adalah mazhab Islam. “Setiap Muslim sah menjalankan Islam sesuai dengan mazhab fiqih Syiah”.

Mufti Mesir ini juga mengingatkan mayoritas Muslim yang bermazhab Ahlus Sunnah untuk mengikuti konsep Syiah dalam ijtihad. “Syiah adalah sebuah mazhab Islam yang memiliki pola pikir yang maju dan progresif.”

Ali Jum'ah: Mufti Mesir

Beliau menambahkan, “Kita harus mengakui bahwa para pengikuti mazhab ini telah mencapai kemajuan besar dalam banyak segi. Kita harus mengupayakan kerjasama di antara umat Islam demi keuntungan bersama.”

Syaikh Jum’ah juga menyatakan bahwa semua pihak yang mendiskreditkan Syiah adalah elemen yang patut dicurigai sebagai agen yang punya misi-misi buruk.

Syaikh Jum’ah lalu mengajak para pengikut Ahlus Sunnah wal Jama’ah untuk bergandeng tangan dengan pengikut Syiah demi kemajuan dan keunggulan umat. Beliau mengimbau semua pihak untuk mengesampingkan perbedaan-perbedaan sepela yang ada di antara Ahlus Sunnah dan Syiah.

Saturday, August 09, 2008

Sunni-Shia Unity

IN THE NAME OF GOD THE BENIFICIENT THE MERCIFUL.

Sunni-Shia Unity

A lecture by

Shaykh .Ahmad Deedat

The Following speech By Shaykh Ahmad Deedat, who is a world renowned
Sunni scholar from South Africa was made following his trip to the
Islamic Republic of Iran on 3 March , 1982.

INTRODUCTION

In the Holy Quran, Allah (SWT) says "It is he who has sent his apostle
with guidance and the religion of truth so that he may make it prevail
over all religions even though those who worship false Gods may detest
it" (Quran 9:33). Even though the United States, Russia and all the
superpowers may detest it. Allah's promise is not conditional on the
strength of the superpowers. In its widest sense the Islamic movement
spans the entire ummah, in its narrowest it represents that part of
the ummah which is most advanced in its struggle towards establishing
Islam as a total way of life.

A few years ago one could not recognize a single leading edge in the
Islamic movement. This was the bleak outlook which faced the ummah as
history moved into the final decade of the 14th century Hijra. But the
world was unaware of the Islamic movement in Iran. Iran under the
ex-shah was beyond the pale of Islam. Iran was a blind spot. We were
Sunni and our age old ignorance was deep and total, and thus when the
Islamic revolution in Iran began to make headlines in early 1978. The
bulk of Muslims, who called themselves Sunni, were caught unaware. The
Shah's propaganda had then blamed the Islamic masters. The western
media, and the Muslim media manipulated by the west, and the alienated
regimes of Muslim countries had then dismissed the events in Iran as
insignificant. All of us were slow in recognizing the new reality in
Iran. There has been a systematic attempt at smearing Islamic Iran.
And the western media deliberately promoted false accounts of the
events of the Islamic revolution led by Ayatollah Khomeini who was
indeed the founder of the revolution, and the leader of the Islamic
republic of Iran.

This campaign against Iran is nothing new. Right from the beginning
vested interests have carried on an unending campaign against the
Islamic revolution in Iran. this evening our guest speaker, Mr. Ahmad
Deedat who is a distinguished scholar of Islam, who hardly needs any
introduction to the public and who has just returned from his trip to
Iran, will present to us his first hand account on Iran. I now call
upon Mr. Ahmad Deedat to speak to you.(applause) .

Shaykh Ahmad Deedat

I seek refuge in the accursed Satan, In the name of God the Beneficent
the Merciful.

The Holy Quran says:

"And if you turn away (from Islam and the obedience of Allah), He will
substitute you for some other people, and they will not be like you."
Quran 47:38

Mr. chairman and brothers: While we are looking skeptically of the
miracle of a nation reborn. Allah's inexorable decree is finding its
fulfillment in the rise and fall of nations which is mentioned in the
verse I have just read to you from Surah Muhammad. In the last section
of the last verse Allah(swt) reminds us, and warns us that if ye turn
back from your duties and responsibilities if you do not fulfill your
obligations then he will replace you with another nation.

Our urdu speaking brethren use these words so beautifully when they
describe some mishap that occurs in the community in talking about
that other nation that can replace them. It is actually Quranic. And
this really has been happening throughout history again and again.
Allah (swt) first chose the Jews, the Bani Israel as he tells it in
the holy Quran: "O children of Israel! call to mind My favor which I
bestowed on you and that I preferred you to all other nations."(Quran
2:47). That favor was that they should become the torchbearers of the
knowledge of God to the world. This was the honor, this was the
privilege that was at first given to the Jews But because they did not
fulfil their end of the obligation, a Jew amongst the Jews Hadhrat Isa
(A.S.) as recorded in the Christian gospels told them "That the
kingdom of God shall be taken away from you and given to a nation
bringing forth the fruits thereof."(The Bible, Matthew 21:43). And
that nation, we will happily own up is the Islamic ummah. It was taken
away from the Jews and given to the Muslims. The Muslims then, among
them who were the Arabs at first, were given by Allah (SWT)the
privilege that they became the torchbearers of light and learning to
the world , but when they relaxed and failed to bring forth the
fruits, Allah(swt) replaced them with another nation. In history, we
remember the Turks and Mongols destroyed the Muslim empire and when
they accepted Islam they became the torchbearers of light and learning
to the world.

As Iqbal beautifully describes this situation: "O' you Muslims, you
will not perish if Iran or the Arabs perish, that the spirit of the
wine is not dependent on the nature of it's container." The container
is our nations, our boundaries and the spirit of Islam is not
dependent on our geographical boundaries or national limitations. So
this is what Allah (swt) does again and again, he chose the Jews then
he chose the Arabs then when they became lax he chose the Turks and
when they became lax another people and so on and this is a continuous
process. If you don't do the job, Allah(swt) will chose another people
who will. In the world today there are a thousand million Muslim, that
is ,one billion we boast! And 90 percent of this one billion happens
to be the Sunni branch. We have stopped delivering the goods so
Allah(swt) chooses a nation that we have all been looking down upon.
The Iranians! The Shias! History has been very unkind to our brethren
in Iran that the shah happened to be the ruler, and his name happened
to be Muhammad. Imagine, that this mans name happened to be Muhammad
and he really wasn't a believer. It's hard for us to imagine today,
but once you go to that country and you go into the details and find
out what was going on. That this Iranian the shah it seems to be,that
he was a foreigner. If Hitler conquered this land and oppressed them,
then we could understand. If the Russians conquered the people, we can
understand. But here is a man who is an Iranian, speaking Persian,
whose name was Muhammad, and look at what he was stooping to. For
sixteen years he had forbidden Jummah prayers. Sixteen years. We had
been equating Iran with the shah and the shah with Iran. To us they
were synonymous terms. But when you go into details we learn that the
shah and the Iranian people were both apart. They were in reality
foreigners to one another.

Now about this visit of mine to Iran and my impression. Let me begin
with the place where I had the first fragrance of this Iranian
brotherhood of ours and it happened to be in Rome. First I smelled it,
and then some of my companions had smelled it in the Rome airport. We
were waiting to get on the plane, and we had some problems with visas
and one of our men was given the responsibility of overcoming these
problems. So he goes to the Iran air office and he tells our problem
to a young lady wearing full Islamic attire with her body well
covered. It was Beautiful, Just beautiful to look at. And I mean that
when you look at these people in this attire you see that they are
beautiful people. So there was a lady in Rome and you brothers should
have seen the way she handled these problems. And someone came to me
and told me, man if you want to see a real Iranian Muslim girl you
should come over and I went and some others went and we saw. And that
was the first whiff we had of the Iranian ummah in Rome.

When we landed in Iran, we were taken to a five star hotel which was
there before the revolution known as the Hilton hotel but is now known
as Hotel Istiqlal. And we were taken around. to places of interest and
I will relate to you some of the things we saw and I will try to
describe the feelings one has. If I remember correctly, the first
thing we visited was the Behesht Zahra cemetery. Behesht means
paradise in Persian and Zahra is the title of Fatima Al-Zahra (AS) who
was the daughter of Prophet Muhammad (saw). And Zahra means the
radiant one. So it was called Radiant paradise. And before arriving in
Iran, I had read about the Behesht Zahra cemetery. And I remember when
Imam Khomeini had arrived in Tehran he made a trip to the cemetery.
And I'm thinking why does one go to the cemetery? To make du'a? Yes.
For the departed souls? Yes. And when you think of cemeteries here in
South Africa you think of Brookstreet and Riverside. You cant imagine
that this cemetery is square kilometers by square kilometers. You Just
cant imagine. It is a big open ground where about a million or two
million people can be accommodated. And people gathered here because
it is the easiest place where people can release their emotional and
spiritual baggage because there you have the martyrs. Their were
70,000 or so people who were martyred in this revolution and 100,000
maimed. Unarmed people with only the slogan "Allahu Akbar" as their
weapons had toppled the mightiest military force in the middle east.
So we went to this cemetery There were about a million people there.
There were men and women and children and we were greatly inspired by
the enthusiasm and the feeling of our brothers and sisters there. It
was mid winter there, and the men and women and children were sitting
on the cold ground for hours on end. In mid-winter on the ground with
no carpets or chairs! A nation that could endure that discipline for
hours on end , you can only imagine what destiny Allah(swt) has
planned for them. A day or 2 later on my program I read Behesht Zahra
cemetery, again. The first time we went for a lecture, but we had seen
the graves people reciting poems of sorrow and reciting dua' and I
thought this second visit would be redundant. Why should one go a
second time? I've seen what a cemetery is. But all my companions were
going and I thought if everyone else was going, it wouldn't be good
for me to stay in the hotel relaxing when all my companions are going
in these buses to a cemetery. But I went and I became very happy. And
the second time I went it was a Thursday afternoon and Thursdays in
Iran is like Saturdays for us. And tens of thousands of people were in
the cemetery. This was a custom. It was like Eid. Tens of thousands
are there, for what else, but to charge their spiritual batteries. It
was a constant reminder to not forget. "My son gave his life for
Islam" or "my father gave is life for Islam " that they gave their
life for Islam. With that kind of system, Every Thursday is a
spiritual injection and reminder that they are willing to give their
life for Islam.

There was a town hall that accommodated 16,000 people, compared to the
biggest town hall in South Africa which is the Good Hope Center in
Capetown for 8,000. This was built by the shah to boast his own "Aryan
myth". He was boasting not only that he was the shahanshah or king of
kings, but also that he was the aryamehr, light of the Aryans. What is
this Aryan sickness? Remember Hitler bragging about being Aryan
because the Germans are Aryans. And the Hindus boasting we are Aryans.
If my people, the Gujarati people, weren't Muslims we'd be boasting
about being Aryans as well. The ex shah claimed to be the light of
Aryans and he built this monument as a tribute. He built another
monument spending millions to commemorate his ancestor Cyrus the
great, a pagan, a mushrik and squandering the wealth of this nation
for this project. In 1984 he was supposed to have the world Olympics
in Tehran to boost his ego even further. In this town hall we saw
athletics, gymnastics, acrobatics. Unfortunately we Muslims here in
South Africa are like jellyfish, that is we have made ourselves into
jellyfish. Our young men do not participate in that kind of activity.
Who here does athletics, gymnastics, acrobatics we do not do that
here. It's not for us. Who does jogging, You know the young people
here, when I meet them I shake hands with them and they are like
jellyfish. Almost every young man you meet in Iran appears to be an
athlete. They are doing sports on a world standard and it makes one
feel so happy because there they are not projecting Iran. They are not
talking about Iran "we are Iranians, we are Aryans" instead they are
talking about Islam, about Islam, about Islam. There was not one
semi-naked girl, not a single girl who was half naked there. If the
shah had his way, if he was alive and organized it, there would have
been semi-naked girls for everyone to stare at and feast upon.

In Iran everything is Islamic to strengthen the morality of the
people, boosting the men and women by the thousands. We were thrilled
, we were thrilled to see our children, we felt as if theses were our
children, our own brothers and sisters, we were really thrilled. We
saw these as things that our children can do. Then we went through a
military parade with different groups of Iranian men and there was no
shortage of man power. You know, some people want to go and help our
Iranian brethren. Alhamdulilah there is no shortage of man power they
only want the tools, and the weapons. If the Iranians had the military
weapons that the Israelis had, the whole of the middle-east would be
free from every kind foreign intervention in no time. This is a nation
that can do it. The spirit is there, the spirit of Jihad is there in
each and every man and woman in the nation. It seems that the whole
nation is involved in promoting Islam. We are talking about 20 million
people that they can put into the field. If they had the weapons and
the materials, every man woman and child would can go and do jihad.

Then we visited the Iraqi prisoners of war. As you know when this war
started Iraq attacked Iran. The whole country was in turmoil. Iraq
felt that the Jews did it to the Arabs in 6 days, then they will do it
to the Iranians in 3 days and the whole world thought that in one
weeks time, Iran would crumble to pieces. And do you know how long it
has been now? It's been a year and a half, and even more. And in the
beginning there were twenty to one odds against them in men and
materials and the Iranians turned the tables and brought the odds to 3
to one still against them. And they were able to push them back. They
recaptured all their land and a hill that was named Allahu Akbar.
Before I went to Iran Dr . Kalim Siddiqui from the UK jokingly
remarked that "you guys have half a chance of becoming martyrs
(shahid).." It was a joke and it nearly became true. While we were
coming out of a city on the war front there was a field of tanks. And
our young men came out of the buses and started to climb onto the
tanks taking pictures to show people back home. Then one of the tanks
in the courtyard came out for a training demonstration on how it works
and suddenly we hear gunfire and in the distance we saw smoke coming
from a few places and some of our young men got scared and started
hiding behind bushes., and it turns out that we were under attack from
the Iraqis. And there were bombs exploding all around us and Allah
(swt) saved us. And remember Khaled had said that was half a chance
that we would become martyrs, well it almost became a full chance.
(laughter).

We visited those wounded in the war and no one was complaining about
what had happened to them. One man had his leg amputated, and there
were no tears, I never saw a single tear from anyone, and they were
asking if it was possible to go back to the front. Their regrets were
not about their injuries but why they can't go back to the front to
fight and become shahid, this is the ambition of each and every Muslim
there. When we visited the prisoners of war the Iranians had captured
7000 prisoners of war and they looked healthy, well clothed, well fed.
One of my friends was interested in finding out what the Iraqi
prisoners felt about their condition first hand. And anyone he asked
said that they were being looked after very well. Then I had an idea.
Some were here for over a year and others for a few months and I was
wondering how many people had committed suicide. And I asked each
group of the prisoners of war and asked each group how many people
committed suicide. They said not one. I then asked the next group and
so on. Not one single person committed suicide amongst the 7800
prisoners of war. And if we look at our so called civilized western
country of South Africa, 46 people committed suicide in our prisons
this year alone and they are well fed well clothed have their own
cells and 46 committed suicide so far. And if people are not well
treated some are going to want to find an easy way out but there was
not one single person who committed suicide amongst the 7800 prisoners
of war.

We went to visit the Imam, Ayatollah Ruhollah Musawi Khomeini. There
were about forty of us who waited for the Imam and the Imam came in
and was about ten meters away from where I was, and I saw the Imam. He
delivered the Lecture to us for about half an hour, and it was nothing
but the Quran, the man is like a computerized Quran. And the electric
effect he had on everybody, his charisma, was amazing . You just look
at the man and tears come down your cheek. You just look at him and
you get tears. I never saw a more handsome old man in my life, no
picture, no video, no TV could do justice to this man, the handsomest
old man I ever saw in my life was this man. There is something unique
to his name, too. First he is called Imam Khomeini. The word Imam is
to us a every cheap word. Wherever we go somewhere we ask who is the
Imam of the Masjid here. To the Shia there is only one Imam in the
world and he is the Twelfth Imam , they believe in the concept of
Imamate and that the Imam is the spiritual leader of the ummah. And
the first Imam according to the school of Imamate is Hazrat Ali(RA).
Then comes Imam Hassan who is the second Imam, Imam Hussein the third
Imam all the way until the twelve Imam, Imam Mohammad who disappeared
at the age of 5 and they are expecting his return. They use the term
"occultation" something like a spiritual hibernation like the Ashab
Al-cahf. And that he is expected to come back and he is the only one
in the world who can be called Imam. Most of their scholars are called
mullah, and Ayatollah means Allamah And Ayatollah Khomeini is called
Imam out of respect but they are waiting for the real Imam to come.
Ruhollah is the name his father gave him and do you know what it
means? Ruhollah means the 'word of God' and this is the title of
Hazrat Isa(as) in the Quran. Then he is Ayatollah which is another
title of Hazrat Isa(as) in the Quran. Al-Musawi is from the family
Musa and from the city of Khomein which is where his last name
Khomeini comes from. ...(break in audio at 41: 05 seconds). But they
are waiting for the Mahdi, and not Khomeini. They want to clean the
stables and make preparations for the Mahdi to come. In the Sunni
world we are also waiting for the Mahdi to come but we want him to
clean the stables for us, make us masters of the world and to make us
sit on the thrones. The Sunni world is just passively waiting. Until
then we can carry on with all our petty little squabbles, whatever we
are carrying on now. And it is only the Imam Mahdi which can clean the
world for us. This is the Sunni line of thinking. Khomeini on the
other hand tells his followers that we must help prepare the way so
that when he does come everything is already set up for him to act on.
While we, the Sunni world are waiting for Imam Mahdi to pull the
chestnut out of the fire for us, the Shias are preparing the world for
his arrival.

You know there were many people with us from all over the world. And I
found types and types and types of sick people, a mental sickness that
is. I came across an alim from Pakistan Mauna Sahib and he thought
that there was something wrong with our Shia brothers. You see in Iran
when someone is lecturing and the name Khomeini is mentioned people
stop and everyone says durood on the Prophet(S) three times. But when
the name Mohammad is mentioned they send durood once. And this alim
from Pakistan says " look at these people just look at them. What kind
of Muslims are these people. When the name Mohammad is mentioned they
send durood on the Prophet(s) once but when the name Khomeini is
mentioned they send Durood on KHOMEINI three times."

I said " What do they say , what do they say in this so called 'durood
on Khomeini'. "

He said: Peace be upon Mohammad and the family of Mohammad.

I said " Who is Mohammad? Khomeini? Who named Khomeini as Mohammad.
Their durood is on Prophet Mohammad(s) and you say it is on Khomeini."

You know it's a sickness. There are many learned men but their minds
are so prejudiced. They are just looking for faults. [1]

Another example is that the Shia brothers when they make salat, they
have a piece of clay (turbah) that they do sajjdah on. And he says
"see what they are doing here. This is shirk. They are worshipping a
piece of clay. " I said why don't you ask them why they place their
foreheads on a piece of clay and learn the logic behind this. You see,
the first time I experienced this was in Washington D.C., the Iranian
students there had invited me to give a lecture there at the
university where they were studying in America. At that time, it was
time for Isha and we made salat. And everyone was given a piece of
clay. I at the time thought it was so funny, so I put it aside and I
made my salat with the Iranian students. And after salat I wanted to
know about this and I asked them. Why do you carry this clay tablet
everywhere you go in your pocket. They said " we are supposed to do
sujood on Allah's earth with our foreheads touching the earth. We say
"subhanna rabia Allah" three times with our foreheads touching the
earth." So the Shia want to actually touch the earth with their
foreheads and not a manmade carpet. They want to be true to the
expression of praying with the forehead actually touching Allah's
earth. You see they don't worship the clay tablet as many wrongly
think. And this is always something that we Sunnis are always making
fun of and mock the Shia, but on my way out from Tehran across the
plane in the aisle were two Shias and when prayer time came one of
them took his clay tablet out of his pocket and, Allahu Akbar,
performed salat right there on the plane in his seat, and when he
finished he gave this to his neighbor and he performed salat. And this
may seem like a joke to us. Isn't it? And there were dozens of Sunnis
on the plane and out of those dozens of Sunnis only one young man did
the salat, and I tell you that young man wasn't me. But we are
laughing at the other Guy. He is sitting there and doing something
better than we are and we make fun of them and sit in judgement. He
may not as polished and refined as we are in South Africa. You know we
Muslims in South Africa are very polished and refined in our salat.
The Arabs are no match for us, the Iranians are no match for us, the
Americans bilalans, the Negroes they are no match to us. With the
Arabs you are bowing down in ruku and the guy next to you pushes you
aside to make space.(laughter) Who knows brothers, maybe it is valid,
we don't know. You know, between the four Sunni mazhabs the Hanafi,
Hanbali, Maliki and Shafei there are over two hundred differences in
salat alone. Did you know that? Two hundred. But we take it for
granted. The Shafei says amin loudly and we say it silently, they say
bismillah loudly we say it silently and there is there is no problem.
A s a child my father would repeat the famous formula that he in turn
learned from his father. : "all the mazhabs are equally valid and the
truth for them is in the hadith and the Quran." And so we accept it.
When it comes to the Shafei, Hanbali, Hanafi and Maliki we are
tolerant but when it comes to the Shia you see he is not in the
formula that we are taught as a child, so what ever little
idiosyncrasies there exists between us and them we cant tolerate and
reject we say that he is out because we are programmed to believe in
only the four. But we accept the idiosyncrasies between the four.

I say why cant you accept the Shia brothers as a fifth madhab. And the
astonishing thing is that he is telling you that he wants to be one
with you. He is not talking about being Shia. He is shouting "there is
no Sunni nor Shia there is one thing, Islam." But we say to them "no
you are different you are Shia." This attitude is a sickness of the
devil. He wants to divide us. Can you imagine we Sunnis are 90% of the
Muslim world and the ten percent who are Shias want to be partners and
brothers with you in faith and the 90% are terrified. I cant
understand why should you the 90% be so terrified. They should be the
ones terrified. And if you just knew the feelings that they have for
you. During Jummah prayers in Iran, there are a million people. And
you should see the way they look at you when you pass by, they
recognize that you are a foreigner and not one of them and tears start
rolling down their cheeks. This is the feeling that they have for you,
but you say no, you want to keep they out, afraid that they will
absolve you. You can only be absolved if there is something better
than what you have. I don't know, maybe some of you think I am a Shia,
but I'm still with you all here. What is all this Shia-Sunni tensions?
It is all politics. These antagonisms we have are all politics now. If
a Sunni brother somewhere does something wrong you say oh the
individual is not being very Islamic, he is a kaffir, But if a Shia
does something wrong you want to condemn the whole Shia community, the
whole nation of millions, and say they are all rubbish just because
one Shias actions are not very Islamic. At the same time where we look
the other way if one of your relatives does something serious because
he is your father or your uncle. One group of Sunnis says to another
"you are not a Muslim" another group of Sunnis says "you are not a
Muslim you are a kaffir" look that's among us, and we fight among
ourselves. And some of us do funny things.

I met one brother who told me when you go to Newcastle go visit Mr. So
and so and inshallah everything will be taken care of for you. So I
went to the man and exactly as I was told he took me home for lunch
and when I'm sitting at the table I see on the wall 'burat' you know
what burat is? A donkey like animal with the face of a woman its
supposed to provide electrical force. I told him this is not right.
Allah(swt) created electrical force, you can not create it with a
statue of a donkey with a woman's face. Oh and he was so upset. But
he's a Sunni, he was a brother and is still my brother. This
Sunni-Shia tensions is the work of the devil to divide us.

Let me say something about Iran. What I found was that everything is
islamically oriented. The whole nation is geared towards Islam. And
they are talking about nothing but the Quran. I have never had a
single experience with an Iranian when the man contradicted me when
I'm talking about the Quran. Whereas our Arab brethren again and again
you quote them the Quran and they try to contradict you with the
Quran. They are Arabs, they are supposed to know the Quran better than
us, but the Iranians seem to be on the wavelength of the Quran.
Everything he is doing everything he is thinking about is the Quran.
You remember Tabas[2] when the American people wanted to free the
hostages. The mightiest most technologically advanced nation on earth,
a nation that can land a man on the moon and bring him back, a nation
which tells you which part of the moon they will land and bring them
back, they send mars and Jupiter probes. A nation that warned Pakistan
about the tidal wave tragedy and they didn't heed the warning. They
warned the Israelis in 1973 that the Arabs were on the move, they
didn't heed the warning. That nation couldn't land in Iran. Imagine
they went there with their helicopters and crashed them selves and got
themselves killed. Imagine. A nation that lands on the moon and comes
back cant land in Iran. And the Iranian people were not in any
position to do anything to them. The Americans could have gone and
done what they wanted to do. I went and saw the American embassy and
you think that its just a big building, but man its acres and acres
right in the center of Tehran. They could have easily gone in and
gotten these people out, even if they lost a few men. They could have
achieved their goals. It was very well planned. But you know what
happened? Fiasco, retreat failure, the Imam Khomeini is told what has
happened. He doesn't say Subhananla, he doesn't say Alhamdulilah, you
know what he said. He quotes the Quran : "Have you not considered how
your Lord dealt with the companions of the elephant?" 105:1 These are
the words that came out of him. I tell you he is a Quranic computer.

You know what they call those huge helicopters? Jumbo helicopters, and
those big planes are called jumbo planes. You know what jumbo means in
Swahili, Elephant. It's a Swahili word. That's where they got the
name. So these elephant sized helicopters go and the Imam says: "Have
you not considered how your Lord dealt with the possessors of the
elephant? Did He not cause their war to end in confusion," Quran
105:1-2

But we are so skeptical, the Muslim world has become so skeptical we
don't believe in the Quran anymore. You don't really believe in the
Quran, for most people it is all for entertainment, for the good
spiritual feelings that you get when reciting the Holy Quran. But the
directives that Allah(swt) gives, nobody seems to care. May Allah
(swt) make these brothers of ours, the torchbearers and light of
learning today to the Muslim world . And here is a nation geared to do
the Job. When you look at them the earnestness that is in them, a
nation that is not afraid, when you look at them with the enthusiasm
they have. They are not afraid to say "marg bar amrika" death to
America.. Then say "marg bar shuravi " death to USSR. Imagine that!
(laughter from the audience). And death to Israel." Can you imagine a
nation doing that and not in the least afraid. This is not the Islamic
spirit that is in us here, but the Iranians are all heart and mind.
They don't say "this is an Iranian revolution "or "we are Iranians".
They are talking about Islam, an Islamic Revolution. This is not an
Iranian revolution but that this is an Islamic revolution. It's a
revolution for Islam and little wonder why the nations of the world
cant stomach it because it is Islam that they cant stomach. So my dear
brothers and sisters I have taken so much of your valuable time
already. And with these words I take leave of you to sit down and to
take your Questions.

[1] " O ye who believe! if any from among you turn back from his
Faith, soon will Allah produce a people whom He will love as they will
love Him,- lowly with the believers, mighty against the rejecters,
fighting in the way of Allah, and never afraid of the reproaches of
such as FIND FAULT. That is the grace of Allah, which He will bestow
on whom He pleaseth. And Allah encompasseth all, and He knoweth all
things." Quran 5:54

Yahoo Mesengger