Dengan mengungkapkan pemahaman seperti ini diharapkan, bukan saja kita akan dapat menangkap dengan lebih baik hakikat dan makna shalat, kita dapat juga menginternalisasikan perenungan kaum sufi dan ‘arif tersebut di dalam diri kita agar kita benar-benar dapat mengalami pertemnuan dengan Allah Swt’ lewat ibadah yang satu ini. Karena, bukankah pertemuan dengan Allah inilah yang menjadi tujuan puncak pelaksanan shalat, dan juga puncak dari upaya mujahadah kaum sufi dan ‘arif ini. Saya sendiri, ketika menuliskanya, merasa menambatkan tambatan yang kuat, dalam pemikiran dan pandangan kaum sufi ini, bagi upaya untuk dapat melakukan shalat dengan khusyuk atau dengan kehadiran hati, mengingat – seperti akan dibahs di dalam salah satu tulisan, merupakan syarat bagi shalat yang sesungguhnya.
Namun, jika boleh, baiklah saya sampaikan di sini sedikit peringatan – saya enggan untuk menyebutnya nasihat – yang saya petik dari pengalaman saya sendiri. Betapapun secara mental dan spiritual kita telah mampu sedikit banyak memahami hakikat dan nilai salat, tetap saja suatu disiplin yang kuat diperlukan untuk ini. Karena, di samping kemampuan pikiran dan ruhani kita untuk mensugesti tindakan, ada juga kekuatan lain – biasa disebut sebagai dorongan keburukan atau bisikan setan – yang akan menghalang-halangi sugesti itu untuk terwujud dalam kenyataan. Disiplin inilah yang perlu terus diasah dan dilatih agar pada akhirnya jiwa kita benar-benar dapat menaklukkan kecenderungan untuk tidak menjalankan ajaran dari Sang Maha Bijak ini. Inilah yang dalam tasawuf, disebut sebagai riyadhah atau tarbiyah nafsiyah (latihan atau pendidikan kejiwaan).
Mudah-mudahan, dengan pemahaman yang benar, niat yang kuat, dan disiplin yang merupakan buah dari latihan-latihan yang keras, Allah akan mengaruniakan kepada kita penghayatan dan kenikmatan shalat, dan berbagi manfaat yang dapat kita peroleh darinya.
Akhirnya, semoga rangkaian tulisan sederhana ini dapat – jika orang lain memang mendapatkan manfaat dari membacanya -- berguna juga buat diri saya, sekaligus menjadi wasilah bagi turunnya pertolongan Allah untuk menganugerahkan penghayatan, kenikmatan, dan manfaat-manfaat shalat kepada diri saya sendiri. Taqabbal Ya Allah!
Setapak, KL, 15 Ramadhan 1247 H
Haidar Bagir
POTO GUE

"Kematian seperti cinta pertama yang mengubah segalanya"
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment