pagi ini hari pahlawan dan ini asli membuat ku ingat akan Pahlawan - pahlawan di palestina! asli lo baca dah artike ini
Bukti Kejahatan Israel di Palestina
Profesor John Dugard, seorang reporter khusus terkait kondisi HAM di Palestina pendudukan, baru-baru ini merilis laporan sangat menyayat hati tentang kejahatan Rezim Zionis Israel di Palestina. Laporan tersebut diserahkan kepada Komite Ketiga Majelis Umum PBB. Laporan yang juga membuat bungkam seluruh anggota Dewan Keamanan PBB. Di dalamnya disebutkan bahwa pelanggaran berbagai ketentuan internasinoal oleh Israel sama sekali tidak mendapat tindakan tegas dari Dewan Keamanan PBB dan Mahkamah Internasional. Sebaliknya, warga Palestina harus mendapat ganjaran terburuk akibat pilihan demokratis mereka terhadap sebuah kelompok perjuangan yang ditentang AS dan Uni Eropa. Ketamakan Rezim Zionis untuk mencaplok wilayah-wilayah Palestina bagaikan nasib yang sudah ditakdirkan bagi warga Palestina. Dan setiap jengkal wilayah yang berhasil dirampas Rezim Zionis Israel, akan menambah penderitaan bangsa Palestina. Karena aksi tersebut berarti pembunuhan terencana, penangkapan tanpa sebab, serta perusakan rumah dan perkebunan milik warga Palestina.
Ditujukan kepada para anggota Komite Ketiga Mejelis Umum PBB, Dugard menyatakan akan membeberkan perincian laporan tahunannya kepada media meski tidak ada hal yang baru dalam laporan tersebut. Artinya, laporan itu masih menceritakan kisah lama pelanggaran ketentuan dan HAM internasional oleh rezim yang mengklaim diri sebagai penjunjung tinggi hukum dan nilai-nilai kemanusiaan. Menurutnya, kisah usang inilah yang membuat kondisi bangsa Palestina semakin hari semakin memburuk. Dikatakannya, “Saya tahu sebagian dari Anda menuding saya sebagai orang yang tidak berpendirian atau memiliki tendensi politik, dan anti-semitism. Namun ijinkan saya mengungkapkan hal ini bahwa saya memiliki sikap yang murni demi kepentingan HAM. Saya juga memiliki tendensi politik namun hal itu adalah dalam rangka mengupayakan independensi bangsa Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri. Dan saya secara tegas menolak tuduhan anti-semitisme.”
Secara keseluruhan, laporan Dugard mencakup kondisi di Jalur Gaza, Tepi Barat Sungai Jordan, dan wilayah di timur Baitul Maqdis. Sejak tanggal 25 Juni 2006, Jalur Gaza menjadi sasaran serangan brutal pasukan rezim Zionis Israel. Namun pada saat yang sama, aksi pendudukan Rezim Zionis di Tepi Barat dan di timur Baitul Maqdis terus berlanjut dengan metode baru dan lebih sadis. Hari ke 25 bulan Juni lalu, sekelompok pejuang Palsetina menyerang pangkalan militer Israel di dekat wilayah perbatasan. Para pejuang Palestina yang berhasil menyandera seorang tentara Zionis itu, menawarkan pembebasan para wanita dan anak kecil yang mendekam di penjara Israel. Dalam membalas serangan tersebut, Tel Aviv mengerahkan pasukannya untuk membantai warga sipil Palestina.
Peristiwa-peristiwa tragis di Palestina tidak banyak diliput media massa internasional mengingat perhatian dunia saat itu tertuju pada peperangan antara Rezim Zionis Israel dengan gerakan Hezbollah Lebanon. Berakhirnya pertempuran yang telah berlangsung selama 33 hari di Lebanon tersebut, tidak mengakhiri aksi pembantaian warga Palestina di Jalur Gaza. Hingga saat ini, tercatat 280 orang termasuk di antaranya 60 anak kecil gugur syahid dan lebih dari 900 orang lainnya cidera akibat brutalitas Rezim Zionis Israel. Berdasarkan hasil peninjauan yang dilakukan oleh sebuah jaringan pemberitaan Italia, dalam serangannya ke Jalur Gaza, militer Israel menggunakan senjata-senjata baru yang mengerikan. Di antaranya adalah jenis senjata yang dapat memutus dan membakar anggota tubuh, bahkan dapat merusak organ-organ tanpa disadari oleh korban.
Pada hari-hari pertama, Rezim Zionis menghancurkan enam unit generator listrik di Gaza yang hingga kini belum dapat difungsikan kembali. Akibatnya, warga Jalur Gaza menderita kekurangan air karena aliran listrik terputus. Hal tersebut juga melumpuhkan aktivitas seluruh rumah sakit khususnya kamar-kamar operasi di Jalur Gaza. Tak mengherankan jika sebuah lembaga Zionis bernama Taslem mensejajarkan aksi penghancuran enam generator listrik di Jalur Gaza tersebut dengan kejahatan perang. Fenomena lainnya di Jalur Gaza adalah tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di wilayah ini sudah mencapat 75 persen. Artinya, tiga perempat warga Jalur Gaza memerlukan bantuan agar dapat menyambung hidup. Harga bahan makanan melonjak sementara sejumlah bahan makanan seperti gula dan susu sulit didapatkan di Jalur Gaza.
Kondisi ini kian diperparah lagi dengan penutupan wilayah perbatasan antara Palestina pendudukan dengan Mesir oleh Rezim Zionis. Padahal wilayah tersebut merupakan satu-satunya jalur penyaluran bantuan makanan dan obat-obatan untuk warga Palestina. Eskpor barang dari Palestina nyaris mencapai nol persen dan masuknya bahan makanan dan oebat-obatan ke Palestina sangat terbatas. Dalam hal ini, Rezim Zionis dinilai sangat keterlaluan. Serangan pasukan Zionis terhadap rumah warga Palestina menunjukkan bahwa Tel Aviv tak lagi membedakan antara target sipil dan non-sipil. Selain menghadapi brutalitas para serdadu Zionis, warga Palestina juga harus berjuang keras untuk menyambung hidup akibat terputusnya suplai listrik, air, dan rusaknya jembatan dan jalan-jalan, serta terbatasnya persediaan makanan dan obat-obatan. Kesimpulannya, warga Palestina saat ini tengah menjalani hukuman massal dari Israel, dan para pendukungnya dari Barat
Di kawasan Tepi Barat Sungai Jordan dan bagian timur kota Beitul Maqdis, Israel membangun pagar pemisah beton sepanjang kurang lebih 700 kilometer yang 80 persennya di bangun di dalam wilayah otonomi dengan merampas tanah milik warga Palestina. Tindakan rezim Zionis yang memasukkan wilayah Palestina dengan membangun pagar pemisah itu sekaligus menunjukkan kebohongan klaim bahwa pagar hanya dibangun untuk keamanan dan mencegah penyusupan para pelaku operasi mati syahid ke dalam wilayah Israel.
Dengan memasukkan banyak lagi wilayah tepi barat ke dalam kekuasaannya, Rezim Zionis praktis telah menambah jumlah pemukiman Zionis sebanyak 190 ribu jiwa. Israel juga tidak mengindahkan keputusan mahkamah internasional Den Hagg yang memberikan status ilegal untuk tembok pemisahnya. Imbaun internasional agar tembok itu dihancurkan juga tidak digubris.
Seburuk apakah dampak dari pembangunan tembok itu bagi warga Palestina? Bagi orang Palestina yang tinggal di kawasan antara garis hijau perbatasan dan tembok pemisah, ada undang-undang khusus, sebab kawasan ini telah ditetapkan sebagai daerah tertutup. Mereka tidak bisa leluasa pergi ke tempat kerja atau sekolah karena harus mengantongi izin keluar masuk ke wilayah tepi Barat, sementara pihak rezim Zionis tanpa alasan yang logis sering menolak untuk mengeluarkan izin bagi mereka. Hal ini membuat banyak warga di sana terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka, sehingga lahirlah gelombang pengungsi Palestina yang baru. Di negara-negara lain, cara yang dilakukan kaum Zionis lazim disebut dengan istilah pemusnahan etnis.
Di wilayah Tepi Barat, Israel mendirikan 520 pos pemeriksaan yang berarti 40 persen lebih banyak dibanding tahun lalu. Dengan adanya pos pemeriksaan ini, kota-kota di tepi terpisah satu dari yang lain, sehingga menyulitkan penyuplaian barang-barang kebutuhan warga di sana. Rezim Zionis juga melakukan penyiksaan mental dengan melakukan penghinaan kepada mereka yang melalui pos-pos pemeriksaan. Di banyak kawasan, pos pemeriksaan didirikan di tempat yang tidak memiliki keamanan sama sekali. Tujuannya hanya untuk unjuk kekuatan dan menakut-nakuti warga Palestina. Di selatan kota Al Khalil, Rezim Zionis mendirikan dinding yang memisahkan perumahan warga dari ladang dan tanah perkebunan mereka. Di Beitul Maqdis Timur, tembok pemisah ini memasukkan banyak wilayah otonomi ke dalam kekuasaan Israel.
Selain masalah pagar pemisah dan pos keamanan, rezim Zionis juga meningkatkan aksi kekerasannya terhadap warga Palestina. Agresi militer, penembakan, pembantaian, pengeboman, penculikan, pengerusakan rumah, ladang perkebunan dan teror yang dilakukan para serdadu Zionis di Palestina sudah menjadi berita harian. Aksi pendudukan dan perampasan tanah lebih banyak lagi, juga terus dijalankan. Saat ini sekitar 10 ribu warga Palestina termasuk ratusan anak-anak dan perempuan mendekam di penjara-penjara Israel.
Krisis lain yang dapat melahirkan terjadinya tragedi kemanusiaan adalah tingkat kemiskinan warga Palestina di Tepi Barat yang mencapai 40 persen. Mereka memerlukan uluran tangan dan bantuan darurat untuk bisa menyambung hidup. Meski kondisi menyedihkan ini masih lebih baik dibanding Jalur Gaza, tetapi cukup mengkhawatirkan bagi para pemerhati internasional. Angka pengangguran juga melampaui 40 persen, sementara 23 persen mereka yang bekerja tidak mendapatkan upah.
Kondisi yang menyedihkan ini diperparah oleh embargo ekonomi yang dijatuhkan negara-negara Barat terhadap Palestina hanya karena Hamas berhasil memenangi pemilu legislatif dan membentuk pemerintahan. AS dan negara-negara donor otoritas Palestina menghentikan bantuan dana sebagai bentuk protes atas kemenangan Hamas yang dipandang radikal oleh Barat. Antara 50 sampai 60 juta Dolar pajak yang didapatkan pemerintah otonomi Palestina juga dibekukan oleh rezim Zionis. Akibatnya, proyek-proyek pembangunan terhenti dan para pegawai pemerintahan berbulan-bulan lamanya tidak mendapatkan gaji.
Bantuan yang diberikan oleh lembaga-lembaga internasional jauh dari mencukupi. Sejak tahun 1994, Palestina secara praktis bergantung pada bantuan dana negara-negara lain. Karena itu jika bantuan tesebut dihentikan, petaka lah yang bakal terjadi. Embargo yang diberlakukan negara-negara Barat atas Palestina saat ini dalah yang paling parah, sejak 12 tahun lalu.
Dalam melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina, rezim Zionis Israel tidak mengenal batas dan hukum internasional. Di saat yang sama, lembaga-lembaga internasional terutama Dewan Keamanan PBB yang semestinya membela rakyat Palestina dan mencegah berlanjutnya kejahatan Zionis, justeru bisu seribu bahasa. Dewan Keamanan dibuat tak berdaya oleh AS yang siap memveto setiap resolusi anti Israel. Jika pun DK berhasil meratifikasi resolusi, tidak pernah ada jaminan eksekusinya.
Masyarakat dunia sudah menyadari bahwa Israel adalah rezim ilegal yang dibentuk di atas penderitaan sebuah bangsa yang terusir dan terampas hak-haknya. Israel adalah rezim yang dibentuk dengan darah dan kezaliman. Teror dan pembantaian sudah menjadi bagian tak perpisahkan dari rezim ini. Sejarah 60 tahun berdirinya rezim ini di negeri Palestina penuh dengan darah dan pembantaian. Sebut saja pembantaian Sabra dan Shatila yang terjadi pda dekade 1980-an, atau tragedi Qana pertama dan kedua. Tragedi kemanusiaan di kamp pengungsian Jenin yang terjadi di tahun-tahuh awal intifada Masjidul Aqsha masih lekat di ingatan. Meski demikian, tidak pernah ada langkah yang konkret dari lembaga-lembaga dunia untuk memaksa Israel menghentikan kejahatannya di Palestina.
POTO GUE

"Kematian seperti cinta pertama yang mengubah segalanya"
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment