Bukannya sekadar semangat yang luar biasa dari banyak orang untuk berdesak-desakan, menanggung kecapekan luar biasa, dan menghabiskan waktu tak jarang sampai berhari-hari di perjalanan, mudik sesungguhnya berakar dalam fitrah manusia. Pada dasarnya mudik – yakni kembali atau pulang ke asal – adalah suatu manifestasi kerinduan untuk kembali kepada ketenteraman, suatu suasana menyenangkan berada di antara apa-apa yang kita karibi dan cintai. Mudik menjadi lebih bermakna ketika tekanan hidup terasa makin lama makin berat dan tak tertanggungkan, sebagaimana dalam kehidupan manusia modern sekarang ini. Ilmu kriminalitas bahkan telah menyimpulkan bahwa kriminal yang paling jahat sekalipun cenderung ingin kembali ke rumah keluarganya ketika mereka berada dalam keadaan buron. Itu sebabnya biasanya polisi akan selalu melakukan pengintaian (stake out) di lokasi keluarga seorang kriminal yang sedang buron.
Dalam analisis yang lebih mendalam, ia sebenarnya merupakan miniatur dari kerinduan manusia untuk kembali kepada Sumber-Primordial-Nya. Yaitu Allah Swt. Innaa lil-Laahi wa innaa ilaihi raaji’un (Sesungguhnya kita adalah bagian dari Allah dan kepadanya kita akan kembali).
” Dan meminta-tolonglah kamu dengan sabar dan shalat; dan sesungguhnya ia sangatlah berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yakni) mereka yang berharap untuk bertemu dengan Tuhan mereka dan bahwa mereka akan pulang kepada-Nya. (QS Al-Baqarah: 45-6)
\nKita \ntahu bahwa shalat – yang khusyuk -- \ndisebut dalam hadis sebagai ”mi’raj orang-orang beriman,” sebagai wahana \npertemuan dengan Allah Swt. Shalat dalam konteks ini adalah wahana untuk \nmelampiaskan kerinduan manusia pada Sumbernya. Diriwayatkan bahwa Nabi pun \nselalu merindukan pengalaman pertemuan-Nya dengan Allah dalam \nmi’raj-nya. Sedemikian sehingga, jika kerinduan itu tak tertahankan, ia \nakan memerintahkan kepada Bilal : \n”Arihnaa yaa Bilal” (Gembirakan kami wahai Bilal). Dengan itu Bilal telah \nmemahami agar ia mengumandangkan iqamat agar mereka dapat melaksanakan \nshalat.\nPuasa \npun adalah suatu metode untuk ”mematikan” tuntutan badan demi memberi ruang \nseluas-luasnya bagi ruh kita yang – nota bene – adalah ruh Allah yang \nditiupkan ke dalam tubuh kita pada waktu penciptaan kita untuk pertama kalinya. \nDengan cara ini, manusia pun sesungguhnya rindu untuk kembali ke dasar atau \nsumber keberadaannya, yakni Allah.\nZakat \natau sedekah adalah suatu cara lain untuk bertemu dengan Allah mengingat, dalam \nsebuah hadis qudsiy, Ia berfirman : ”Temuilah aku di kalangan orang-orang yang \nhancur hatinya.”\nHaji \njelas merupakan suatu ritus perjalanan (rites of passage) mudik ke \nrumah Allah, yang sesungguhnya merupakan perjalanan ke dalam diri (hati) kita \nsendiri.\nDiskusi \nmengenai ”mudik” secara ruhani ini selalu menyusun bagian penting dari buku-buku \nfilsafat Islam dan tasawuf yang biasanya diberi tajuk ",1]
);
//-->
Kita tahu bahwa shalat – yang khusyuk -- disebut dalam hadis sebagai ”mi’raj orang-orang beriman,” sebagai wahana pertemuan dengan Allah Swt. Shalat dalam konteks ini adalah wahana untuk melampiaskan kerinduan manusia pada Sumbernya. Diriwayatkan bahwa Nabi pun selalu merindukan pengalaman pertemuan-Nya dengan Allah dalam mi’raj-nya. Sedemikian sehingga, jika kerinduan itu tak tertahankan, ia akan memerintahkan kepada Bilal : ”Arihnaa yaa Bilal” (Gembirakan kami wahai Bilal). Dengan itu Bilal telah memahami agar ia mengumandangkan iqamat agar mereka dapat melaksanakan shalat.
Puasa pun adalah suatu metode untuk ”mematikan” tuntutan badan demi memberi ruang seluas-luasnya bagi ruh kita yang – nota bene – adalah ruh Allah yang ditiupkan ke dalam tubuh kita pada waktu penciptaan kita untuk pertama kalinya. Dengan cara ini, manusia pun sesungguhnya rindu untuk kembali ke dasar atau sumber keberadaannya, yakni Allah.
Zakat atau sedekah adalah suatu cara lain untuk bertemu dengan Allah mengingat, dalam sebuah hadis qudsiy, Ia berfirman : ”Temuilah aku di kalangan orang-orang yang hancur hatinya.”
Haji jelas merupakan suatu ritus perjalanan (rites of passage) mudik ke rumah Allah, yang sesungguhnya merupakan perjalanan ke dalam diri (hati) kita sendiri.
Diskusi mengenai ”mudik” secara ruhani ini selalu menyusun bagian penting dari buku-buku filsafat Islam dan tasawuf yang biasanya diberi tajuk
al-mabda’ \n(permulaan) dan ma’ad (kembali). Dalam kebijaksanaan Islam, \nperjalanan manusia biasanya digambarkan sebagai suatu siklus tertutup di mana \nakhir perjalanan manusia sesungguhnya sekaligus adalah kepulangannya kepada awal \nperjalananya itu. Yakni Allah Swt. sebagai Sang \nSumber.\nMudik \nmenjelang Idul Fitri memiliki makna yang lebih dalam dari pada berbagai bentuk \npulang kampung lainnya – betapa pun sedikit atau banyak pulang kampung selalu \nmemiliki makna kembali ke sumber yang dapat memberikan kedamaian dan \nketenteraman – karena ia terkait dengan perayaan keberhasilan melakukan ibadah \npuasa. Suatu ibadah, yang bila dilakukan dengan benar, telah mengembalikan \npelakunya kepada fitrahnya, dan melontarkannya kembali ke pelukan (keridhaan) \nTuhan. Di sini mudik duniawi bertumpang tindih dengan mudik \nspiritual.\n\n \n\n \n __._,_.___\n \n \n \n \n Messages in this topic (1)\n \n \n \n Reply (via web post)\n \n ",1]
);
//-->
al-mabda’ (permulaan) dan ma’ad (kembali). Dalam kebijaksanaan Islam, perjalanan manusia biasanya digambarkan sebagai suatu siklus tertutup di mana akhir perjalanan manusia sesungguhnya sekaligus adalah kepulangannya kepada awal perjalananya itu. Yakni Allah Swt. sebagai Sang Sumber.
Mudik menjelang Idul Fitri memiliki makna yang lebih dalam dari pada berbagai bentuk pulang kampung lainnya – betapa pun sedikit atau banyak pulang kampung selalu memiliki makna kembali ke sumber yang dapat memberikan kedamaian dan ketenteraman – karena ia terkait dengan perayaan keberhasilan melakukan ibadah puasa. Suatu ibadah, yang bila dilakukan dengan benar, telah mengembalikan pelakunya kepada fitrahnya, dan melontarkannya kembali ke pelukan (keridhaan) Tuhan. Di sini mudik duniawi bertumpang tindih dengan mudik spiritual.
POTO GUE

"Kematian seperti cinta pertama yang mengubah segalanya"
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment