POTO GUE

POTO GUE
"Kematian seperti cinta pertama yang mengubah segalanya"

Monday, August 06, 2007

syhadah Saidah Zaenab

15 Rajab / 30 juli hari syhadah Saidah Zaenab putri Imam Ali as dari Fathimah aZahra as (manusia suci), dalam suasana duka ini marilah sedikit mengenang dan mengenal siapa sosok wanita Agung ini.
Berbicara tentang saidah Zainab, putri imam Ali bin Abi Thalib dan saidah Fatimah binti Rasulillah tidaklah cukup dengan beberapa jilid buku apalagi hanya beberapa lembar kertas, karena kehidupannya yang begitu sarat makna. Baik ditijau dari segi perjuangan, perlawanan, pengorbanan, maupun kelembutan dan keteguhan hati.

Ketika saidah Fatimah melahirkan putrinya, imam Ali bin Abi Thalib masuk menemuinya dan bertanya kepadanya, apakah kau telah memberikan nama bagi putri kita ini? Saidah Fatimah berkata, aku tidak akan mendahuluimu. Kemudian imam Ali pun berkata bahwa dirinya pun tak akan mendahului Rasulullah Saw. Tatkala rasul datang, beliau bertanya kepada imam Ali tentang nama cucunya tersebut. Imam Ali menjawab bahwa dirinya takkan berani mendahului beliau. Rasul berkata bahwa ia pun menunggu perintah Allah untuk memberikan nama bagi sang cucu tercinta. Selang beberapa saat kemudian malaikat Jibril datang memberitakan bahwa Allah memberi nama bagi bayi perempuan yang baru saja lahir itu dengan nama Zainab. Sungguh penamaan yang agung!

Zainab dalam bahasa Arab bermakna tumbuhan yang enak dipandang lagi beraroma wangi.

Saidah Zainab dibesarkan dalam lingkungan kenabian. Beliau dididik langsung oleh ibundanya Fatimah Azzahra, ayahandanya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, dan kakeknya Rasulullah Saw, serta kedua kakaknya imam Hasan dan imam Husain.

Dilihat dari garis keturunan, siapakah orang seperti saidah Zainab? Dari garis keturunan ibu, ibunya adalah wanita penghulu surga, Fatimah Azzahra, kakeknya adalah penghulu para nabi dan manusia sempurna, Muhammad Saw, neneknya adalah wanita terkemuka Khadijah al-Kubra. Dari sang ayah, ayahnya adalah orang yang tak pernah sujud kepada berhala dan orang yang menggantikan tidur di tempat tidur Rasulullah saat beliau hijrah, dialah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, neneknya adalah saidah Fatimah, dan kekeknya adalah Abu Thalib. Dari sisi saudara, saidah Zainab memiliki dua saudara penghulu pemuda surga, imam Hasan dan imam Husain. Dilihat dari garis keturunan paman, siapa yang tak kenal Ja’far al-Tayyar dan Hamzah? Dan masih banyak lagi. Jadi siapakah yang bisa menandingi kedudukannya? Namun, sangat sedikit orang yang mengenal dan mau mengenal pribadi mulia ini.

Banyak orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah pencinta setia nabi, pengikut fanatik nabi, tetapi dirinya tak mengenal keluarga nabi, tak mengenal sejarah keluarga nabi, tak mengenal ucapan-ucapan mereka, tak mengenal prilaku mereka, dan tak mengenal. Apakah orang semacam ini bisa disebut dengan pecinta nabi? Apakah hanya dengan mengenakan kopiah putih, gamis putih, dan bersiwak seseorang dapat disebut dengan orang yang mencintai dan pengikut setia nabi? Tak kenal maka tak sayang, begitu kata pepatah.

Ibnu Hajar ketika mensifati saidah Zainab berkata: “Al-‘Aqilah al-Aqiilah al-Latifah al-Jazbah.” Aqilah adalah wanita mulia dan bijaksana. Latifah artinya usia dan Jazbah berarti kedudukan.

Perjuangan dalam Islam terbagi menjadi dua. Pertama pada masa Rasulullah Saw dan kedua pada masa imam Husain. Pada masa nabi Muhammad, beliau berjuangan melawan kekufuran yang nyata; menentang penyembahan berhala, pembunuhan bayi-bayi perempuan, perbudakan, dan lain-lain. Ini kita sebut dengan perjuangan melawan kekafiran yang nyata. Adapun pada masa imam Husain atau setelah wafatnya nabi, maka telah terjadi begitu banyak peristiwa dalam Islam. Diawali dengan berkuasanya putra Abu Sufyan, Yazid bin Abi Sufyan di Syam pada masa khilafah Umar bin Khatab. Pada saat itulah Bani Umaiah mulai memainkan perannya. Setelah sekian tahun mereka tak kuasa membendung Islam dengan memerangi nabi, maka pada peristiwa Fathu Makkah mereka menampakkan keislaman mereka secara dhahir, kendati pada dasarnya mereka tidak menyakini Islam.

Sedikit demi sedikit Bani Umaiah menancapkan pengaruhnya ke dalam pemerintahan Islam, terutama setelah Usman bin Affan menjadi khalifah dan Muawiah bin Abi Sufyan menjadi gubernur di Syam, maka Bani Umaiah pada sat itu mereka sudah mampu menguasai kekuasaan yang bersifat politik dan ekonomi.

Setelah Usman bin Affan terbunuh, maka segera Muawiah bin Abi Sufyan memanfaatkan terbunuhnya Usman dengan mengatakan bahwa khalifah terbunuh dalam keadaan mazlum, maka kita wajib menuntut balas atas darahnya dengan kedok ayat al-Quran yang mengatakan: “Dan barangsiapa dibunuh secara dzalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya.” (al-Isra: 33) demi menarik simpati kaum muslimin. Dan benar, kaum muslimin terprovokasi dengan kedok Muawiah. Mereka beramai-ramai menuntut atas darah Usman bin Affan yang itu dimanfaatkan Muawiah untuk melegalkan kekuasaannya.

Muawiah bin Abi Sufyan sedikit demi sedikit telah menguasai pemerintahan Islam, dari sisi politik, ekonomi, baitul mal, dan terakhir adalah dengan membeli ulama-ulama untuk membuat hadis-hadis palsu.

Setelah syahidnya imam Ali bin Abi Thalib, maka kekuasaan Bani Umaiah tak dapat dibendung lagi. Mereka menguasai setiap lini. Dan mulailah mereka menggerogoti Islam sejengkal demi sejengkal. Ketika imam Ali masih hidup beliau senantiasa mengingatkan kaum muslimin tentang bahaya yang mengancam dari Bani Umaiah. Puncaknya adalah ketika Muawiah meninggal dunia dan Yazid putranya menggantikan dirinya menjadi khalifah.

Siapa yang tak kenal Yazid bin Muawiah bin Abi Sufyan? Dialah lelaki yang siang harinya dihabiskan bermain-main dengan kera, malam harinya dihabiskan dengan mabuk-mabukan dan berzina. Yazid dengan terang-terangan melakukan maksiat tanpa malu dan takut.

Segera setelah ia menggantikan posisi ayahnya sebagai khalifah, ia meminta kepada imam Husain untuk membaiat dirinya, jika tidak, maka ia akan membunuh beliau.

Singkatnya terjadilah apa yang terjadi pada tragedi Karbala; imam Husain beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya syahid dalam keadaan haus dan teraniaya.

Zainab, wanita mulia yang ada dalam peristiwa tersebut (Srikandi Karbala), melihat satu demi satu kakanya (Imam Husain), ketiga anaknya dan keluarganya dibunuh (19 keluarga Nabi dibantai), Dia pelindung Imam Ali Zaenal Abidin bin Husain as (sebagai penerus tunggal keturunan Rasulullah dari mam Ali), yang sedang sakit dari ancaman akan dibunuh dan kemudian ia beserta ahlul bait nabi digiring ke Syam untuk menemui Yazid bin Muawiah.

Tidak ada musibah seberat keluarga Nabi seperti saidah Zaenab, didepan matanya melihat langsung kakak, anak dan kelurganya dibantai begitu sadis, dipenggal semua kepala syuhada ditancapkan diatas tombak dipersembahkan ke Yazid laknatullah alaik.

Disebutkan bahwa saidah Zainab dan keluarga nabi yang berjumlah 11 orang diikat dengan rantai ketika digiring dari Karbala menuju Syam. Mereka bergerak dari Karbala pada tanggal 11 Muharam dan sampai ke Syam pada tanggal 2 bulan Safar sehingga beliau selama 22 hari menjadi tawanan. 22 hari mengalami berbagai macam rintangan dan siksaan yang terus menerus. Dalam kondisi semacam itu, beliau dimasukkan ke dalam majlis Yazid bin Muawiah yang saat itu sedang berada di istana hijaunya. Artinya istana yang dulu dibangun oleh ayahnya Muawiah bin Abi Sufyan ketika menjadi gubernur di Syam. Istana.

Sebagaimana yang disebutkan dalam sejarah bahwa sebelum sampai ke majlis Yazid, seseorang harus melewati tujuh rungan hingga sampai pada ruangan terakhir yang megah yang mana Yazid duduk dengan bertahtakan permata dan di kelilingi oleh orang-orang penting.

Ya, saidah Zainab dimasukkan ke dalam majlis yang kondisinya seperti itu. Saidah Zainab yang melihat segala macam kekejian pada peristiwa Asyura dan mengalami berbagai bentuk penderitaan selama menjadi tawanan.

Pada saat Yazid mulai membacakan syair-syair dan bangga dengan hasil usahanya yang berhasil membunuh imam Husain, tiba-tiba saidah Zainab berkata, demi Allah, hai Yazid, kau di hadapanku sangat kecil, sangat hina, dan aku tidak melihat sedikitpun kemuliaan pada dirimu.

Siapakah yang berani memanggil Yazid pada saat itu hanya dengan Yazid? Tanpa dibarengi dengan Amirul Mukminin? Siapakah yang berani berbicara atau memotong perkataan Yazid pada saat itu? Siapakah yang berani berbicara di hadapan orang-orang terkemuka yang pada saat itu hadir? Siapakah yang berani bersuara lantang dengan kondisi fisik dan psikisnya yang sangat terpukul dengan terbunuhnya keluarganya di depan mata kepalanya? Dan siapakah…. Siapakah….

Siapa yang tak kenal Ali bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa aku sangat mencintai kematian seperti seorang bayi terhadap air susu ibunya? Siapakah yang tak kenal Husain bin Ali yang mengatakan bahwa aku tidak melihat kematian kecuali kebahagiaan? Siapakah yang tak kenal Hamzah? Siapakah yang tak kenal Ja’far al-Tayyar? Siapakah yang tak kenal Abu Thalib? Siapakah yang tak kenal Abdul Mutalib? Dan yang paling utama adalah siapakah yang tak mengenal manusia pilihan Allah, Muhammad Saw? Mereka semua adalah ayah, saudara, paman, dan kakek dari saidah Zainab, jadi tidak ada rasa takut sedikitpun dalam dirinya menghadapi kesombongan dan kemegahan yang ditonjolkan Yazid bin Muawiah.

Akhirnya, dari paparan singkat tentang kehidupan wanita agung ini, hikmah apa yang dapat kita petik? Dan cobalah kita berkaca diri, sudah sejauh mana kita mengenal keluarga nabi? Apakah sudah pantas kita menyebut diri kita sebagai pecinta nabi jika kita belum mengenal dengan sebaik-baik pengenalan terhadap keluarga nabi???

No comments:

Yahoo Mesengger